Pertanyaan ini penting bagi manusia, sebuah pendeskripsian jati diri yang tidak terlalu rumit. Manusia yang tercipta dari air mani yang di dalamnya di tiupkan ruh ketika sudah sampai masa tertentu. Lahir ke dunia menjadi diri kita sekarang ini. Wajah dan tubuh beserta kelengkapan anatomi, bagaimana yang cacat? Warna kulit yang beragam bahkan tinggi rendah, sampai bahasa yang dibicarakan. Semuanya semakin membuat unik dan khusus. Inilah diri kita, di hadapan Tuhan tetaplah sama yaitu sebagai makhluk. Kenapa kadang menjadi angkuh? Menjadi sombong? Menjadi takabur? Padahal sejatinya dibalik sempurna ciptaan ini, diri kita memiliki kelemahan salah satunya adalah kurang bisa mengontrol syahwat. Dalam hal ini termasuk sifat, karakter, emosi, temperamen, dsb. Apa sebetulnya tujuan adanya kita? Manfaat orang yang memiliki agama adalah membuat hidup semakin bermakna. Apa iya? Bagi yang memiliki agama ataupun kepercayaan pada Tuhan, dalam hidupnya terdapat yang dituju. Sebaliknya keterbatasan yang tidak mempercayai Tuhan (atheis) penglihatan dan fokusnya terbatas pada materi fisik dunia karena tidak sampai tataran persiapan setelah kehidupan dunia yaitu akhirat. Apa mungkin yang tidak percaya terhadap akhirat mau melakukan aktivitaas amalan akhirat. Syaratnya harus iman atau percaya terlebih dahulu sehingga orientasinya benar dan lurus.
Ini yang saya lihat dari hikmah di balik film yang dibintangi oleh Aamir Khan tahun 2014 judul PK, film ini memiliki pesan moral yang bagus. Banyak ajaran agama memiliki kesamaan yaitu percaya pada Tuhan yang satu, hanya pemeluknya sajalah yang kurang menyadari kitab sucinya sebagai tuntunan hidup. Ambil contoh di daerah Jawa Tengah, dari sekian juta orang yang memiliki KTP beragama Islam yang benar-benar sadar akan agamanya dan melaksanakan perintah agama Islan belum bisa 100%. Faktor Islam yang karena keturunan bukan mempelajari dan mengkaji isi Al-Quran dan Hadits secara baik, sehingga mereka belum dekat dengan agama fitrah ini. Kembali ke esensi dari penciptaan manusia, yaitu manusia sendiri akan tersadar bahwa dirinya sudah berikrar sebelum dia dilahirkan ke dunia, ikrar kepada Tuhan bahwa Allah lah Rabb manusia dan penguasa smesta alam (hal ini dicantumkan dalam Al Quran). Memang semua manusia tidak mengingatnya namun dalam Al Quran nantinya di akhirat tidak ada satupun manusia yang menolak ataupun menyangkal hisab dari Tuhan nya, yang mereka minta hanya ingin diberikan 1 kesempatan lagi dikembalikan ke dunia namun Allah swt sudah menutup kesempatan tersebut. Logika sederhananya adalah orang yang sedang bermimpi tidak sadar bahwa dirinya bermimpi sampai dia tersadar bangun. Begitupun kita akan yakin dan percaya hingga nafas sudah berhenti berhembus dan menemui Tuhan kita, Allah swt.
Masih angkuh kah kita dengan Allah swt dengan melanggar segala perintah-Nya? Perlu doa, meminta pada Allah swt agar diri ini dilembutkan hatinya, dibukakan pintu hidayah, dimudahkan dalam menapaki jalan amal kebaikan ataupun minta dikuatkan dalam menghadapi segala Jalan menuju jannah-Nya kelak.
Waktu telah sore dan hampir posisi jam 5 petang hari, saya hari ini masih berada di lingkungan sekolah, sambil menunggu up load file yang belum selesai karena file yang di unggah ukuran 2 GB lebih. Saya mencoba menganalisa beberapa hasil penilaian evaluasi belajar beberapa murid kelas akhir yang masih belum cukup memuaskan tentunya untuk mapel Bahasa Inggris. Ada 2 hal yang ingin saya bagikan dalam situasi saat ini, yang pertama adalah dalam melakukan kegiatan dari awal niatannya haruslah bagus tidak boleh memiliki niat yang rusak. Niatan yang rusak sewaktu-waktu berubah wujud menjadi hasrat dan maksud yang salah, manakala mendominasi dalam perbuatan ditakutkan keistiqomahan yang dimiliki itu terganggu. Contohnya saja, saya memiliki beberapa agenda salah satunya memberi jam tambahan (biasa disebut les) yang hal itu tidak termuat dalam jadwal resmi sekolah, artinya murni karena melihat kondisi/ latarbelakang kemampuan anak didik yang butuh digenjot ekstra agar sesuai dengan standar minimal. Saya merasakan sendiri kondisi ini sungguh menguras energi ketika waktu/jadwal kegiatan yang padat dan emosi psikologis, maka tips diawal yaitu sejak pertama kali dijalankan program ini harus memiliki kelurusan niat. Contoh kedua, yakni beberapa pekan lalu saya dengan beberapa sahabat alumni kampus mengadakan kegiatan outbond ke daerah Talun tepatnya di curug Bidadari, dari awal rencana jumlah peserta yang akan ikut adalah 12 orang ternyata ketika pelaksanaan hanya kurang dari setengahnya yaitu cuma 5 orang. Nah, saat itu antara berangkat dan tidak, kami menunggu siapa tahu ada teman lain yang akan berangkat, akhirnya pukul 10 pagi datanglah 1 orang teman lagi yang bergabung hingga genap 6 orang. Karena di awal sudah komitmen maka 6 orang ini termasuk saya berangkat ke lokasi pukul 10 pagi. Kami berenam melaksanakan kegiatan outbond hingga pukul 3 sore, sayangnya hujan deras sejak jam 12 siang hingga jam 3 sore. Saat itu terbersit pikiran mengeluh dan menyesal karena kegiatan berjalan kurang optimal. Namun karena awalnya memang sudah berkomitmen dan atas kesadaran masing-masing, maka kami mengambil hikmah dari peristiwa itu.
Jadi hal pertama yang mendasar adalah niatan yang tidak boleh rusak hanya dikarenakan oleh faktor eksternal yang bersifat insidental ataupun pragmatis. Hal kedua yang saya bagi adalah mengenai komunikasi yang tepat sasaran (efektif). Contohnya, saya memiliki kendala ketika menjalankan program hiking untuk kelompok les Bahasa Inggris sekitar bulan Desember lalu, kendalanya yaitu ketika beberapa murid yang tidak rajin berangkat les, mereka terlambat dalam mendapatkan info kegiatan ini, jadi informasinya baru sampai kepada mereka beberapa hari setelah pelaksanaan hiking. Akhirnya saya sedikit cross check dengan beberapa siswa yang berhalangan ikut, ternyata diantara mereka yang tidak ikut, yang benar-benar malas (tidak ingin) mengikuti kegiatan hiking hanya berjumlah 1 orang, selebihnya murni karena faktor keterlambatan informasi. Hal inilah yang di kemudian hari lebih teliti dan bijaksana, oleh karenanya saya selalu menerapkan reward and punishment (imbalan dan hukuman poin/status), bertujuan untuk memberitahukan kepada yang bersangkutan bahwa kesungguhan itu harus ada dalam melaksanakan program apapun.
Dua alinea diatas adalah pengalaman riil pribadi, saya sudah melakukannya dan hingga saat ini beberapa diantaranya masih terus berlanjut. Saya pernah membaca sebuah hadits (yaitu hadist arba'in yang pertama) tentang segala amal tergantung dari kadar niatnya. Hanya niat baguslah yang membuat kita sanggup istiqomah (dalam hal ini adalah niat hanya karena tunduk dan beribadah pada Allah swt), menjadikan lebih tegar dalam medan pertarungan, bahkan yang terkadang mendatangkan pertolongan dari Allah swt yang tidak disangka-sangka. Alangkah baiknya, jika niat yang misalnya saja rusak, kita ganti dengan niat baru yang sungguh-sungguh murni karena tuhan kita Allah swt. Di posisi inilah perbedaan orang yang memiliki faith dengan orang atheis, ketiadaan unsur keyakinan dalam hati orang yang tidak meyakini adanya tuhan.
Harap-harap cemas, mungkin itulah ketika kita sedang berjuang dan sudah disertai dengan niatan yang benar. Kenapa harap-harap cemas? Karena tentunya yang bisa dilakukan adalah berusaha optimal, untuk hasil itu sudah menjadi bagian takdir (kata takdir disini adalah jika sesuatu itu sudah terjadi). Artinya misal saja saat ini 5 hari menjelang tes wawancara panggilan kerja, kemudian kita bilang, "ah buat apa menyiapkan sungguh-suingguh, toh yang melamar untuk posisi pekerjaan itu 1 : 30 orang, percuma saya berlatih dan menyiapkan segala sesuatunya, karena akhirnya tidak lolos juga dan takdir selalu buruk dalam diri saya jika berkaitan mencari lowongan pekerjaan. Hal ini bisa saja terjadi karena mungkin dia trauma sehingga akhirnya menjadi pesimis, atau memang dia tidak memiliki keyakinan yang besar akan diterima/ memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Hal lainnya bisa saja disebabkan dorongan dalam diri untuk beraktualisasi lebih baik tidak dimilikinya. Kadar mentalitas pejuang yang tangguh akan terbukti manakala persaingan yang terjadi begitu sengit, ujian yang dihadapi begitu sulit, halangan yang datang begitu bervariasi, namun semua itu ditaklukan dengan penuh totalitas, entah hasil akhir bicara lain dari keinginan, yang jelas inilah yang disebut takdir. Dan itupun jika kita menyadari takdir dari Allah swt kemudian kita ikhlas dan ridho maka yakinlah penggantinya yang lebih baik sudah menanti di akhirat kelak, dengan syarat luruskan dan perbaiki niat kita hanya segalanya untuk beribadah karena Allah swt. Oke, kebenaran hanya dariNya, marilah bantu diri kita menjadi orang yang memiliki totalitas dari awal menyusun, merencanakan target/ cita-cita ataupun tujuan hidup, hingga Allah swt dan Rasulnya beserta orang-orang mukmin yang melihat hasilnya.
Lahan terbuka seakan perlahan sirna di kawasan perkotaan dan pemukiman padat, hal ini sudah terjadi diawal tahun 2000 di negara kita. Hampir itu sudah menjalar ke pelosok kampung (berlaku di Jawa), sehingga dampak yang semakin jelas adalah persahabatan alam dengan manusia semakin renggang saja, ditambah dengan pencemaran oleh limbah industri. Saya angkat hal ini untuk mengawali kegalauan kondisi lingkungan yang ada, saat ini kondisi ekonomi 2 tahun Jokowi menjadi presiden saya pribadi belum merasakan perubahan yang menuju kualitas ekonomi yang bagus, egois sekali, ternyata kebanyakan teman dan sahabat juga merasakan hal yang sama sehingga kondisi ekonomi secara nasional belum membaik. Apalagi coba? Kondisi stabilitas politik, runyam, mana ada liga reguler sepak bola lenyap (cuma di jaman menteri olagraga saat ini) sebelum-sebelumnya sejak saya lahir tahun 1984 belum pernah terjadi. Hmm, lihat kondisi penurunan akhlak remaja secara umum (kalo ini sih sesuai dengan prediksi atau ciri-ciri akhir zaman), kebanyakan pemuda sekarang lebih suka hura-hura, bermaksiat, bergerombol bukan untuk hal produktif, lihat apa yang terjadi 20 tahun kedepan dimana usia mereka bertambah, dimana kesiapan generasi bangsa ini? Jadi maksud saya adalah ingin menegaskan tanpa ditambah dengan masalah lingkungan, bangsa ini sudah memiliki masalah yang pelik, dimana terkadang rakyat itu tergantung yang memimpin. Nah, kalo yang memimpin bangsa sekarang, maaf, tidak dirasakan manfaatnya sama rakyat bawah ngapain mereka ada. Masih ragu kalo yang ada saat ini kurang profesional mimpin negara dan bangsa ini? Rupiah kapan selevel dengan mata uang asing paling enggak kawasan Asia Tenggara lah, bikin sebelnya itu sebelum jadi pemimpin seperti sekarang teori visinya berlebihan, kecewa itu tanda cinta lho, saya cinta dengan negara ini, tidak rela hancur perlahan gara-gara pemimpin yang kurang kompeten dan keberpihakan pada ekonomi rakyat masih kecil sekali, renungkanlah wahai yang di istana sana,,,tunjukkan bahwa dulu metode blusukan yang buat pencitraan itu manfaat buat level bangsa dan negara bukan sekadar level kampung.
Masih ragu? Bagi sahabat yang dulu terlanjur memilih yang sekarang ini, renungkan deh, pilihan itu berimbas selama lima tahun, inilah kelemahan demokrasi 1 suara dari 1 orang (yang kurang berpikir dalam memilih) tidak beda jauh dengan 1 suara dari orang yang benar-benar tulus menginginkan perubahan dan kemajuan bangsa. Ingat tidak, jika kemarin memilih hanya ikut-ikutan dan sekarang merasakan kondisi yang sulit. Bukan hanya 1 atau 2 orang yang terkena efeknya, karena ini bukan masalah RT/RW atau kampung, tapi negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak, banyak perut yang harus dikasih makan, banyak balita yang butuh asupan gizi, renungkan...
Hati-hati dari kesalahan yang sudah diperbuat, jangan terjebak di lubang yang sama, jelaslah sekarang yang pura-pura membela rakyat yang mana, hari-hari kedepan nantinya banyak momen memilih pemimpin dari berbagai level dari desa hingga negara, jangan terjadi kondisi seperti ini lagi karena terlalu mahal dan beresiko untuk bangsa dan negri ini. Pemimpinku, pemimpin kita bersama, merenung deh, sekali memimpin berbuat yang terbaik bagi negeri dong, kalo orang awam 1 perbuatan salah tidak terlalu berimbas, nah sedangkan pemimpin tidak serius dalam melakukan pekerjaannya sebut saja misal 1 kesalahan maka jutaan penduduk ini akan merasakan dampaknya. Munculkanlah ketulusan dalam menyejahterakan bangsa ini, munculkanlah keadilan di negeri ini KARENA ENGKAULAH PEMIMPINNYA.
Jangan biarkan kami bangsa ini mengenangmu dengan ketidakbecusan engkau, namun tinggalkan kenangan hormat dan bangga kalo pernah memiliki presiden seperti engkau. Keluhan itu muncul karena ketidakpuasan, hal ini muncul bukan tanpa sebab, so terbukalah terhadap kritik, renungkan, tindakan buruk orang biasa tidak terlalu ngefek namun tindakan buruk seorang pemimpin banyak menimbulkan kegaduhan tentunya (seperti suara bising yaitu mengganggu dan tidak enak untuk dinikmati).
Saya bercerita mengenai pengalaman pribadi, yaitu tentang pentingnya sahabat yang benar-benar sejati. Menurut saya, sahabat sejati itu mereka yang berani memberi kritik tanpa emosi, memberi nasehat tanpa mematikan, memberi masukan tanpa merendahkan. Saya bertemu murid yang pernah saya ajar dimana dia telah lulus sekitar 4-5 tahun yang lalu dari level Madarasah Aliyah. Nama saya rahasiakan, saya mengobrol dengannya di facebook, saya sharing cerita dan ngobrol kesana kemari, kemudian ada obrolan saya yang tidak pantas, saat itu juga dia (murid tadi) menegur saya memberi nasehat. Isinya nasehatnya adalah agar saya memperbaiki akhlak (tingkah laku) dan meningkatkan kemampuan agar menjadi guru yang berkompeten. Seketika itu saya tersadar, bahwa menurut ego sendiri kadang diri kita sudah baik, namun karena kacamata yang digunakan adalah diri sendiri sehingga kesimpulan itu tidak objektif bahkan cenderung tidak netral. Diperlukan orang lain yang benar-benar jujur dan beritikad baik dalam memberi nasehat. Maksud dari beritikad baik disini adalah dengan memberi nasehat tulus karena sayang, perhatian dan peduli agar ada perubahan dan perbaikan dari orang yang diberi nasihat itu. Saya kemudian mengucapkan terimakasih padanya. Saya sungguh menghargai bahwa mindset/pola pikir terbuka pada kritik itu adalah pola pikir modern, yang mampu membawa kepada kemajuan dan perubahan positif.
Sebagai penerima kritikan dan penerima masukan/ nasehat, sikap yang harus dilakukan adalah tenang dalam mendengarkan, tunggu sampai si pemberi nasehat selesai berbicara pada kita, diam bukan berarti mengacuhkan diam disini konsentrasi dan mendengarkan. Setelah si pemberi kritikan selesai, maka giliran kita memberi respon, bentuk respon kita haruslah positif meskipun nasehat itu pertama kali didengar tidak menyenangkan atau mengenakan. Belajarlah untuk banyak mendengar sebelum kita banyak bicara.
Sahabat kita yang benar-benar peduli itulah yang terkadang membantu disaat kita down atau galau, yang memotivasi disaat kita lemah. Nah sahabat setia juga bisa menyelamatkan kita ke jalan yang benar bukan sebaliknya mengajak terus menerus berbuat dosa. Ya, setiap orang berbuat salah, berbuat dosa, namun ada baiknya kita berusaha juga untuk tersadar. Ucapkan terimakasih kepada teman-teman kita yang rela memberi nasehat pada kita, karena mereka masih perhatian dan tidak acuh/ cuek. Bagaimana rasanya dicuekin/ diacuhkan oleh teman? Gak enak kan. Nah, sebaliknya manakala kita sedang memiliki performa bagus, sesekali semangati teman kita yang sedang putus asa, teman-teman yang lagi bete, galau, atau lagi pusing. Siapa tahu kita menjadi sahabat yang berguna bagi saudara kita.
Marilah cari sahabat sejati, seorang muslim seharusnya suka memilih Al Quran sebagai sahabat sejatinya. Al Quran merupakan rujukan terpercaya, Al Quran merupakan firman Allah, yang ketika dibaca, dihayati, diresapi dan dipelajari maknanya mampu sebagai pelipur lara, penambah semangat, meningkatkan keyakinan, menguatkan tekad, mencerahkan dan membantu kita dalam menjalani kehidupan ini. Layaknya seorang sahabat, kita harus mau dikritik oleh Al Quran, terkait perilaku kita yang menyimpang, terkait akhlak, karena hati manusia bolak-balik. Jadi manusia baik (good man) dan manusia buruk (bad person) itu didasarkan pada perilakunya bukan dari fisik, warna kulit, negara asal ataupun jumlah harta yang dimiliki bahkan jabatan sekalipun. Maka dari itu, semua orang berpeluang menjadi manusia hebat, menjadi manusia yang berprestasi, menjadi manusia penyayang sesama. Sebaliknya jalan fujur (keburukan/ dosa), juga bisa dialami siapa saja. Sang Pencipta, Allah swt, menjadikan segalanya berpasang-pasangan, sehingga ketika bertemu orang yang berakhlak buruk jangan membencinya tapi berilah nasehat tanpa merendahkan diri orang tersebut. Jika mereka bisa berubah karena perantara nasehat kita sungguh amal yang luar biasa besarnya kita akan dapatkan nantinya. So, jadilah perantara kebaikan. Ketahuilah dan pahamilah siapa diri kamu, siapa diri kita sebenarnya, untuk apa kita berada, untuk apa kita dilahirkan, kenapa kita diciptakan, kenapa terlahir, cari untuk apa sejatinya kita hidup. Sudah mendapatkan jawaban? Alhamdulillah jika mendapat jawaban, jika belum terus renungkanlah. Semoga Allah swt membukakan pintu hati kita dan memberi rahmatNya, HidayahNya kepada kita semua. Yakinilah bahwa Allah swt menolong hamba-hamba Nya yang pantas untuk diberi pertolongan dan bantuan, paling tidak ketika ada signal kebaikan dari Allah swt kita merespon kebaikan tersebut dan mengolahnya menjadi kebaikan multi bentuk dan multi manfaat. Paling tidak bisa memberi nasehat kepada sahabat atau teman, dengan catatan yaitu Al Quran dan Al Hadits sebagai rujukan yang jelas, agar banyak masalah yang dapat terselesaikan dan agar lebih banyak sahabat yang tersadarkan.
Pernahkah mendengar ada seorang tokoh yang sesumbar pemimpin non muslim yang tidak korupsi itu lebih baik daripada yang muslim tapi melakukan korupsi? Islam tidak pernah dan tidak ada dalam ajarannya untuk berbuat korupsi, ajaran kejujuran sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kemudian diikuti oleh para sahabat beliau, terbukti ketika menjadi khalifah mereka sampai mengantarkan dan memanggul sendiri sekarung bahan makanan pokok kepada penduduk yang miskin. Nah, kalau ada tokoh yang sesumbar non muslim yang lebih baik dibanding yang muslim, ya biarin saja tidaklah benci kepadanya karena ketidak tahuan dia akan ajaran Islam. Namun, jika perkataannya itu bukan karena alasan tidak tahu melainkan menggiring opini yang sekuler (memisahkan antara agama dengan aspek kehidupan lainnya) maka saya berpendapat tokoh tersebut layak dicurigai memiliki kepentingan tersembunyi (bisa saja menarik simpati publik) demi pencalonannya dalam pemilihan gubernur.
Topik diatas mengingatkan bahwa Islam itu adalah way of life, cara ataupun sistem kehidupan sendiri. Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, beliau adalah seorang pemimpin spiritual, pemimpin negara, pedagang, sekaligus suami, kepala rumah tangga dan sebagai seorang ayah juga. Sebagai masyarakat yang awam mudah sekali tersesatkan dengan omongan tokoh yang sesumbar mulut tadi, sehingga memiliki cara berpikir negatif terhadap Islam, dia berpikir negatif sebelum mengenalnya. Sekali lagi seorang muslim tetaplah lebih baik dibandingkan selain muslim berdasarkan Al Quran dan Al hadits. Namun bagi muslim sendiri bukannya untuk menyombongkan identitas keIslamannya, di sisi lain pemahaman tentang Allah dan Rasulnya, Kitabnya, hingga meneladani Rasulullah SAW, tidak pernah diusahakannya dengan sungguh-sungguh.
Hadits tentang jumlahnya umat muslim yang banyak namun bagaikan buih, itu dikarenakan pemeluknya yang belum mau sadar mendekat ke ajaran dan teladan Rasul. Sehingga si pemeluk tadi tidak memiliki kompetensi (tidak memenuhi standar minimum) sebagai muslim yang baik. Mari bagi sesama muslim tingkatkan kesadaran untuk berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan Rasulnya dan bertahap mempelajari Islam ini secara syumul (menyeluruh) dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan. Tetaplah seorang muslim lebih unggul, karena jika muslim itu benar-benar menjalankan syariat maka pribadi (karakternya) akan meniru Rasulullah SAW dan membawa keberkahan terhadap seluruh penghuni bumi, termasuk kepada semua umat manusia, sesama muslim, dengan nasrani, yahudi atapun atheis sekalipun hanya saja kita tidak mengikuti akidah yang kafir tadi namun tidak pula memusuhi mereka, kecuali dalam kondisi tertentu. Ingatkah cerita seorang yahudi tua yang membaca syahadat justru setelah yang menyuapinya, membantunya, bersikap ramah padanya meski yahudi tersebut memaki, menghujat, mempengaruhi orang lain agar benci kepada Nabi Muhammad SAW, ketika Rasul wafat. Kenapa? Karena ketika beliau, Rasul, membantu seorang yahudi tua itu, beliau tetap diam, tidak marah ketika dimaki, dihujat, dicaci, karena ketidaktahuan belum kenalnya yahudi dengan pribadi Rasulullah SAW, bahkan sengaja tidak memperkenalkan dirinya kepada yahudi tua itu selama beliau masih hidup.
Nah, sudahkah tokoh yang berkoar-koar tadi tahu betul dengan sejarah Rasulullah dan para sahabatnya, kemuliaan hati rasul, kasih sayangnya, kedermawanannya, kejujurannya, sekaligus ketegasannya. Si tokoh yang sok tegas tadi hanya dibikin-bikin sekedar pencitraan, dan penuh konspirasi. Mereka sekali mendapat kesempatan menguasai pemerintahan, maka pribumi akan diperlakukan semena-mena tentunya dengan kasat mata melalui peraturan dan kebijakan yang diformalkan. Sadarlah umat Islam, kita ini tuan rumah di negeri ini, kenapa mau menjadi budak pendatang yang tidak mengangkat harkat, martabat, menyejahterakan seluruh bangsa. Baca dan lihat, Rasulullah mengajarkan membantu fakir miskin namun beliau sendiri adalah seorang yang punya secara materi (ketika melamar Khatijah lihat maharnya), secara materi beliau tidak kekurangan tetapi perhatian dan kepeduliannya terhadap fakir miskin begitu besar. Baca dan renungkan, janganlah menjadi muslim yang menjadi orang asing terahadap agamanya, Rasulnya dan Tuhannya, yaitu Allah swt. Mengaku muslim namun justru menjadi batu sandungan, memusuhi saudaranya sendiri. Pantaskah?
Ada yang lebih penting, semangat karena Allah swt dan RasulNya, itu haruslah mampu hadir dalam setiap aktivitas kita. Berusaha menjadi orang baik dan berusaha menjadi muslim yang benar-benar sesuai dengan predikat kemuslimannya. Agar diri kita termasuk dalam barisan manusia yang dinaungi dengan kasih sayang Allah swt dan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW di yaumil akhir kelak. Allahua'lam bishowab.
Belajarlah mengenai data dan fakta tentang sejarah Islam, sejarah Rasul dan para sahabatnya dari sumber yang shahih agar mendapat pencerahan dan keberkahan. Fakta itulah yang mampu menguatkan keimanan kita kepada Allah swt dan menambah kecintaan kita kepada Rasulullah kekasih Nya. Berikut ini bacaan Bahasa Inggris jenis teks spoof tentang proses pencarian fakta yang kadang salah penafsiran dan salah pemahaman hingga akhirnya tersesat, tidak selamat, bukan rahmat dan kebenaran yang didapat namun bahaya yang datang karena kebodohannya.
The Facts
Editors of newspapers and magazines often go to
extremes to provide their readers with unimportant facts and statistics. Last
year a journalist had been instructed by a well-known magazine to write an
article on the president’s palace in a new African republic.
When the article arrived, the editor read the
first sentence and then refused to publish it. The article began: “Hundreds of
steps lead to the high wall which surrounds the president’s palace.” The editor
at once sent the journalist a telegram instructing him to find out the exact
number of steps and the height of the wall. The journalist immediately set out to obtain
these important facts, but he took a long time to send them. Meanwhile, the
editor was getting impatient, for the magazine would soon go to press. He sent
the journalist two urgent telegrams, but received no reply. He sent yet another telegram
informing the journalist that if he did not reply soon he would be fired. When
the journalist again failed to reply, the editor reluctantly published the
article as it had originally been written.
A week later, the editor
at last received a telegram from the journalist. Not only had the poor man been
arrested, but he had been sent to prison as well.However, he had at last been allowed
to send a cable in which he informed the editor that he had been arrested while
counting the 1084 steps leading to the 15 foot wall which surrounded to
president’s palace.