Showing posts with label teks bahasa Inggris. Show all posts
Showing posts with label teks bahasa Inggris. Show all posts

Monday, January 2, 2017

Adat Mubazir Yang Menelan Biaya Banyak, Tinggalkan Aja Bro

Saya memiliki anak laki-laki yang suka banget ngemil dan jajan, seandainya gak pinter-pinter memenej uang jajan kayaknya gak ada cukupnya nurutin jajan si anak. Mungkin kalo soal jajan makanan sih oke-oke saja namun kalo udah tertular hobi temennya jajan yang kurang ada manfaatnya (misalnya aja permen karet) lebih baik dia nangis gak apa-apa daripada keterusan terbiasa jajan yang kurang begitu manfaat dan lebih-lebih tidak ada nilai gizinya.
Di saat ramainya orang merayakan pergantian tahun baru masehi (2016 ke 2017) dengan hampir  80% motifnya hura-hura dan maksiat, dibalik itu semua ternyata memakan ongkos yang banyak, begadang semaleman badan jadi kurang fit dan kemungkinan paginya pelampiasan tidur seharian sehingga beberapa ibadah sholat terlewatkan. Mungkin saja menurut yang merayakan tersebut itu sah-sah saja karena itu waktu milik mereka, duit juga mereka yang punya, dan resikonya juga yang tanggung mereka sendiri. Apa begitu pentingkah sehingga kebiasaan (adat) merayakan tahun baru dengan pesta pora, melakukan banyak maksiat di satu malam hingga meninggalkan sampah yang berserakan itu signifikan dengan hari-hari berikutnya sepanjang tahun yang akan dilaluinya nanti? Sungguh sebuah logika yang kurang tepat dimana ketika mengharap tahun ini lebih baik dibandingkan tahun yang sudah lewat, namun di malam pergantian tahunnya dilewatkan dengan kebiasaan hura-hura, cenderung dosa dan banyak keburukannya. Nah, buanglah suatu adat ataupun kebiasaan yang kurang membawa manfaat dan produktivitas tentunya bagi kita si pelaku.
Anak saya, yang namanya hisyam, dia suka main air di sungai. Terkadang ketika diajak ke sungai, dia bertahan hingga 1 jam. Padahal di usianya yang belum genap 4 tahun waktu 1 jam di sungai tergolong lama, suhunya yang dingin bisa kemungkinan terkena pilek. Atau terkadang kalau kurang pengawasan bahaya tenggelam atau resiko hanyut. Sehingga pengawasan ekstra dari saya harus dilakukan untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan.
Sama halnya dengan contoh anak kecil main di sungai, ketika kita sudah menganggap bahwa tidak ada yang mencatat amal baik buruk kita maka segalanya menjadi berbahaya. Yeah, tanpa merasa diawasi oleh Alllah swt, maka perilaku kita menjadi cenderung mengikuti nafsu, suka yang senang-senang, misalnya  rame-rame di alun-alun merayakan pergantian tahun baru. Sebetulnya masyarakat Indonesia dengan mayoritas pemeluknya adalah beragama Islam, kebiasaan (adat) yang bersifat boros, menghamburkan uang secara percuma, begadang hingga larut bahkan dini hari yang tidak ada kaitannya dengan ibadah, melakukan campur baur (ikhtilat) dengan lawan jenis dengan nafsu dan niatan maksiat, itu semua harusnya tidak menjadi tren. Momen pergantian tahun baru dengan nonton konser, menghitung mundur, pesta kembang api, tiup terompet, hingga pulang pagi sampai terkadang sholat subuhnya kelewat karena efek mengantuk yang dahsyat maka momen tersebut bukannya sebagai sarana perbaikan diri malah bermaksiat pada dirinya (melanggar aturan agamanya—ketika si pelaku berbuat asusila misalnya). Sebetulnya juga ketika berbicara umat Islam sendiri, maka dalam Islam menganut kalender hijriyah ketika memaknai pergantian tahun. Kalaupun merayakan pergantian tahun dalam kalender masehi, namun seyogyanya tidak dengan perbuatan yang jauh dari tuntunan ajaran Islam. Sekarang memang sudah menjadi hal aneh ketika orang itu tidak mengikuti tren (arus) kebanyakan masyarakat. Meskipun tren yang dilakukan itu melanggar norma, etika bahkan syariat. Coba tanya kenapa? Mungkin memang zamannya mendekati zaman akhir, ini bisa juga menjadi alasannya, atau memang kurangnya edukasi yang baik dari media dan orang tua--alasan tersebut juga tidak  salah. Nah, pola pikir (mindset) cara pandang manusia juga berpengaruh dalam memaknai pergantian tahun, kesadaran bahwa pergantian tahun (bertambah usia—dan berkurangnya jatah di dunia untuk hidup) harus disikapi secara benar. Ritual tiap tahun seperti ini terus terulang dan satu hal yang diuntungkan adalah kaum materialis. Penanaman sifat boros, budaya materialistik, kebebasan tanpa norma dan aturan, serta  budaya syaithan. Nah loh, kenapa budaya syaithan? Pernah tidak pembaca menjumpai berita ditemukannya banyak kondom berserakan di lokasi perayaan tahun baru? Itu bukan hal asing kayaknya, sehingga makin lama yang maksiat itu justru menjadi hal biasa dan wajar. Sebaliknya hal-hal yang bersifat religius (taat beragama) dianggap aneh.
Pengawasan dan nasehat dari orang yang lebih bijak dan faham sangat diperlukan dalam menyikapi kejadian perayaan yang hura-hura tersebut. Mengingatkan dan memahamkan juga butuh keberanian, sedangkan yang mendapatkan peringatan dan nasehat harus memiliki kelapangan dan rasa legowo--tidak sebaliknya jengkel ataupun marah.  Saya menjadi lebih ketat kepada anak saya ketika soal jajan makanan akhir-akhir ini karena demi kebaikannya, meski terkadang pernah dia menangis saking pengin banget beli permen karet namun tidak dijinkan juga. Yuk, kita juga ketat dalam memilih tren, adat kebiasaan, agar tidak merugikan diri kita di masa mendatang. Nah, berhubung meninggalkan sesuatu yang terlanjur dianggap enak oleh kita itu adalah hal berat dan sulit maka butuh orang lain dalam prosesnya. Banyak artikel tentang perayaan tahun baru masehi yang secara sejarah itu bukan berasal dari ajaran Islam sehingga tidak usah begitu menggebu-gebu ketika malam tahun baru masehi. Jika ingin merayakannya, mungkin ada baiknya lakukan dengan kewajaran dan dengan etika (batasan) tidak meniru budaya yang tidak jelas sumbernya itu dan asal muasalnya bagi kita pemeluk agama Islam. Nasehat (tulisan) ini bukanlah teguran ataupun tamparan hanya berbagai saran aja siapa tahu kita sudah hanyut terbawa arus hedonisme dan budaya jahiliyah. Nah, mumpung sebelum tenggelam dan hanyut terlalu dalam, dengan banyaknya saudara-saudara muslim yang mengingatkan temen-temen yang masih memiliki adat yang mubazir itu untuk segera meninggalkannya di pergantian tahun depan maka diharapkan yang muslim mampu menjaga dirinya dari hal-hal sia-sia semacam kegiatan perayaan pergantian tahun dengan pesta nonton konser (lebih-lebih ada bau maksiatnya---hhiiii).
Tanamkan rasa percaya dan keyakinan bahwa diri kita senantiasa diawasi oleh Allah swt, ada 2 malaikat yang mencatat amal baik dan amal buruk, ada hari akhir, perhitungan amal kebajikan, siksa kubur, dan hal yang pasti adalah itulah yang paling akhir (setelah hidup di dunia). Artinya tidak bisa me-reset ulang jika kondisinya sudah di alam kubur dan maut menjemput kita. Be positive, berkawanlah dengan sahabat dan teman sejati yang mengingatkan kita akan akhirat. Jadilah diri kita polisi untuk diri sendiri, artinya menegur diri sendiri, kalo bisa menghukum diri sendiri jika berbuat salah, sebagai sarana muhasabah dan instropeksi diri. Terkadang strict terhadap diri sendiri diperlukan agar menjadi pemenang sejati (karena ada peribahasa begini: sejatinya musuh diri kita sebenarnya adalah hawa nafsu kita--maka barangsiapa mampu mengendalikan & menaklukannya maka berarti termasuk  pemenang sejati).
Berikut contoh tren (kecenderungan)/ kebiasaan baik yaitu tren berlatih soal bahasa Inggris kaitannya buat temen-temen kelas IX yang bentar lagi akan menghadapi ujian. Tadrib (latihan) adalah kebiasaan baik bagi para pemenang sejati. Karena mereka melakukan bentuk persiapan yang nyata dan berkaitan erat dengan keberhasilannya (memenuhi target) ---jika memiliki target—jelang ujian kelak. Tidak ada salahnya berlatih dengan variasai jenis soal (kategori mudah, sedang dan sulit). Berikut contoh reading test untuk Bahasa Inggris kelas IX. Belajar juga harusnya dijadikan kegiatan rutin harian baik menjelang ujian ataupun tidak, harus tetep dilakukan. Kenapa? Yah, karena belajar yang baik harus dilakukan teratur bukan ujug-ujug (ataupun tiba-tiba). Meski dia itu seorang yang super jenius...

READING TEXT
Funeral ceremony, is the most complicated and expensive event in Toraja society. Only nobles in the Aluk religion have the right to have an extensive death feast. Generally, the death feast of a nobleman is attended by a lot of people and carried out for several days. The ceremonial site structures are specially made by the deceased family in a large, grassy field with a shelter for audiences. Other than crying and wailing, the.Torajan expresses sorrow with music, funeral chants, songs and poems. The ritual is often held for weeks, months, or years after the death, until the deceased's family had raised a significant amount of money needed for the funeral expenses Traditionally, Torajans believe that death is not a sudden event, but a gradual process toward Puya (the land of souls, or after life). The body of the deceased is wrapped in several layers of cloth and kept under the tongkonan during this waiting period. Until the funeral ceremony is completed the soul of the deceased is believed to linger around the village and will only begin its journey to Puya after the funeral.
1. What does the text tell us about?.
A. The Torajan art festival.
B. Torajan crying ceremony.
C. The musical feast in Toraja.
D. The funeral ceremony in Toraja.
Dear Aldy, 
Long time no see, how are you today? I hope you are alright. 
Last holiday, my family and I spent one night in the countryside. It is not far from our city and it is not a crowded place. We stayed in a rented Wooden house. It was really nice.
At night, we made a small fire in front of the house and sang together. We were very happy. We woke up very late the next morning because we stayed up till after midnight. After lunch my father drove us home.
It was a great holiday. Will you join us next time? 
See you soon. 
Your best friend,
Sandy
2. The letter tells us about ........
A. Sandy's holiday in the countryside
B. making a small fire and singing together
C. Aldy's favourite place for holiday
D. a rented wooden house
Paragraf rumpang
Questions 1 to 3, complete the following text with the words provided. On Saturday night, the student of SMPN 12 (1) ... on a nearby hill. They chose a flat land to set up a (2) ... . It was on the bank of a waterfall. They were happy. They worked (3) ... . Some of them cooked food, some of them swept the place and prepared the fire wood. 
1. A.climbed
B. camped
C. played
D. Worked

2. A.house
B.building
C.lodging
D.tent

3. A.seriously
B. thoroughly
C. angrily
D. Slowly
 
For questions 4 to 6, complete the passage with tile suitable words. Last month my family and I attended Grandpa's funeral. It was my first time to go to such a ceremony. It (4) ..... one day to finish the ceremony. In this ceremony we wore black (5)...... Before the ceremony began, the deceased was placed in a sandalwood coffin. Then, many processions followed. The funeral ceremonies made me and my family tired. However, we were grateful because it ran (6) ...........  
4. A.took
B. held
C. give
D. Lent 

5. A. skirts
B. Shirts 
C. clothes
D. Sarongs

6. A. lately 
B. slowly 
C. quickly 
D. smoothly 
===============================
video semangat penghilang jenuh (bela diri)
===============================

Related Posts:

Wednesday, March 16, 2016

Sejak Pertama, Totalitas untuk Hari Esok

 Waktu telah sore dan hampir posisi jam 5 petang hari, saya hari ini masih berada di lingkungan sekolah, sambil menunggu up load file yang belum selesai karena file yang di unggah ukuran 2 GB lebih. Saya mencoba menganalisa beberapa hasil penilaian evaluasi belajar beberapa murid kelas akhir yang masih belum cukup memuaskan tentunya untuk mapel Bahasa Inggris. Ada 2 hal yang ingin saya bagikan dalam situasi saat ini, yang pertama adalah dalam melakukan kegiatan dari awal niatannya haruslah bagus tidak boleh memiliki niat yang rusak. Niatan yang rusak sewaktu-waktu berubah wujud menjadi hasrat dan maksud yang salah, manakala mendominasi dalam perbuatan ditakutkan keistiqomahan yang dimiliki itu terganggu. Contohnya saja, saya memiliki beberapa agenda salah satunya memberi jam tambahan (biasa disebut les) yang hal itu tidak termuat dalam jadwal resmi sekolah, artinya murni karena melihat kondisi/ latarbelakang kemampuan anak didik yang butuh digenjot ekstra agar sesuai dengan standar minimal.  Saya merasakan sendiri kondisi ini sungguh menguras energi ketika waktu/jadwal kegiatan yang padat dan emosi psikologis, maka tips diawal yaitu sejak pertama kali dijalankan program ini harus memiliki kelurusan niat. Contoh kedua, yakni beberapa pekan lalu saya dengan beberapa sahabat alumni kampus mengadakan kegiatan outbond ke daerah Talun tepatnya di curug Bidadari, dari awal rencana jumlah peserta yang akan ikut adalah 12 orang ternyata ketika pelaksanaan hanya kurang dari setengahnya yaitu cuma 5 orang. Nah, saat itu antara berangkat dan tidak, kami menunggu siapa tahu ada teman lain yang akan berangkat, akhirnya pukul 10 pagi datanglah 1 orang teman lagi yang bergabung hingga genap 6 orang. Karena di awal sudah komitmen maka 6 orang ini termasuk saya berangkat ke lokasi pukul 10 pagi. Kami berenam melaksanakan kegiatan outbond hingga pukul 3 sore, sayangnya hujan deras sejak jam 12 siang hingga jam 3 sore. Saat itu terbersit pikiran mengeluh dan menyesal karena kegiatan berjalan kurang optimal. Namun karena awalnya memang sudah berkomitmen dan atas kesadaran masing-masing, maka kami mengambil hikmah dari peristiwa itu.
Jadi hal pertama yang mendasar adalah niatan yang tidak boleh rusak hanya dikarenakan oleh faktor eksternal yang bersifat insidental ataupun pragmatis. Hal kedua yang saya bagi adalah mengenai komunikasi yang tepat sasaran (efektif). Contohnya, saya memiliki kendala ketika menjalankan program hiking untuk kelompok les Bahasa Inggris sekitar bulan Desember lalu, kendalanya yaitu ketika beberapa murid yang tidak rajin berangkat les, mereka terlambat dalam mendapatkan info kegiatan ini, jadi informasinya baru sampai kepada mereka beberapa hari setelah pelaksanaan hiking. Akhirnya saya sedikit cross check dengan beberapa siswa yang berhalangan ikut, ternyata diantara mereka yang tidak ikut, yang benar-benar malas  (tidak ingin) mengikuti kegiatan hiking hanya berjumlah 1 orang, selebihnya murni karena faktor keterlambatan informasi. Hal inilah yang di kemudian hari lebih teliti dan bijaksana, oleh karenanya saya selalu menerapkan reward and punishment (imbalan dan hukuman poin/status), bertujuan untuk memberitahukan kepada yang bersangkutan bahwa kesungguhan itu harus ada dalam melaksanakan program apapun.
Dua alinea diatas adalah pengalaman riil pribadi, saya sudah melakukannya dan hingga saat ini beberapa diantaranya masih terus berlanjut. Saya pernah membaca sebuah hadits (yaitu hadist arba'in yang pertama) tentang segala amal tergantung dari kadar niatnya. Hanya niat baguslah yang membuat kita sanggup istiqomah (dalam hal ini adalah niat hanya karena tunduk dan beribadah pada Allah swt), menjadikan lebih tegar dalam medan pertarungan, bahkan yang terkadang mendatangkan pertolongan dari Allah swt yang tidak disangka-sangka. Alangkah baiknya, jika niat yang misalnya saja rusak, kita ganti dengan niat baru yang sungguh-sungguh murni karena tuhan kita Allah swt. Di posisi inilah perbedaan orang yang memiliki faith dengan orang atheis, ketiadaan unsur keyakinan dalam hati orang yang tidak meyakini adanya tuhan.
Harap-harap cemas, mungkin itulah ketika kita sedang berjuang dan sudah disertai dengan niatan yang benar. Kenapa harap-harap cemas? Karena tentunya yang bisa dilakukan adalah berusaha optimal, untuk hasil itu sudah menjadi bagian takdir (kata takdir disini adalah jika sesuatu itu sudah terjadi). Artinya misal saja saat ini 5 hari menjelang tes wawancara panggilan kerja, kemudian kita bilang, "ah buat apa menyiapkan sungguh-suingguh, toh yang melamar untuk posisi pekerjaan itu 1 : 30 orang, percuma saya berlatih dan menyiapkan segala sesuatunya, karena akhirnya tidak lolos juga dan takdir selalu buruk dalam diri saya jika berkaitan mencari lowongan pekerjaan. Hal ini bisa saja terjadi karena mungkin dia trauma sehingga akhirnya menjadi pesimis, atau memang dia tidak memiliki keyakinan yang besar akan diterima/ memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Hal lainnya bisa saja disebabkan dorongan dalam diri untuk beraktualisasi lebih baik tidak dimilikinya. Kadar mentalitas pejuang yang tangguh akan terbukti manakala persaingan yang terjadi begitu sengit, ujian yang dihadapi begitu sulit, halangan yang datang begitu bervariasi, namun semua itu ditaklukan dengan penuh totalitas, entah hasil akhir bicara lain dari keinginan, yang jelas inilah yang disebut takdir. Dan itupun jika kita menyadari takdir dari Allah swt kemudian kita ikhlas dan ridho maka yakinlah penggantinya yang lebih baik sudah menanti di akhirat kelak, dengan syarat luruskan dan perbaiki niat kita hanya segalanya untuk beribadah karena Allah swt. Oke, kebenaran hanya dariNya, marilah bantu diri kita menjadi orang yang memiliki totalitas dari awal menyusun, merencanakan target/ cita-cita ataupun tujuan hidup, hingga Allah swt dan Rasulnya beserta orang-orang mukmin yang melihat hasilnya.