Suatu hari raja melewati gubuk milik seorang pengemis dimana si pengemis itu terlihat senang dengan kedatangannya. Bukan senang karena yang datang adalah seorang raja melainkan kegembiraannya
dikarenakan oleh hiasan, pakaian dan uang yang banyak yang raja miliki.
Si pengemis dengan mengharap
kedermawanan dari raja, ia menyodorkan mangkuk kosong dengan maksud diberikan
sodaqoh beras yang cukup buat makan untuk dirinya. Si pengemis berlari ke arah
raja sambil lantang mengucapkan pujian kepada raja dan keluarganya.
Raja mendekat
dan bertanya padanya, “ Siapakah engkau gerangan laki-laki tua?
“Saya adalah
kaum jelata yang kurang beruntung nasibnya, kemiskinan dan kelaparan menjadi
sahabat sehari-harinya. Bahkan saya belum makan sejak emarin siang.”
“Hei, kamu tidak
mendapatkan apa2 dariku selain ejekan atas penderitaanmu,” kata raja.
“Berikan
sesuatu untukku dari yang yang kau punya!” sambil mengarahkan tangannya kepada
pengemis yang malang tersebut.
Si pengemis
kaget bercampur heran, secara perlahan dan penuh hati-hati ia mengambil 5 butir
beras dari mangkuknya dan kemudian meletakkannya di telapak tangan sang raja.
Raja langsung pergi meninggalkan pengemis sendirian. Merasa
dibohongi dan dikecewakan oleh raja, ia marah-marah dan memaki-maki serta
mengumpat diiringi sumpah serapah sepanjang jalan menuju rumah.
Singkat cerita,
setibanya di gubuknya, tampak sekarung
penuh berisi beras berada di di depan pintu. Ia berpikir bahwa telah ada orang
yang berhati mulia yang memberinya sekarung beras. Lebih tersentak lagi,
manakala ia menemukan sebatang emas di dalam karung tersebut. Dengan gugup
namun pasti, ia menumpahkan beras ke lantai tanah dengan tujuan mengosongkan
karung, dia meyakini masih ada batang emas lainnya. Ternyata dugaan si pengemis
ittu benar, dia menemukan 5 batang emas. Yaps, 5 batang emas sebagai ganti rugi
dari 5 butir beras yang diberikan kepada raja. Pesan moral cerita ini adalah
apa yang sejatinya kita lakukan dengan hati pasrah, ikhlas penuh ketulusan jika
itu benar maka imbalan dan keuntungan yang tidak disangjka-sangka akan
menghampiri kita. Berperilaku kepada siapapun layaknya bertindak seperti
menyayangi diri sendiri tanpa melihat pangkat, kedudukan, golongan maupun
jabatan. Karena sesungguhnya kebaikan tetaplah kebaikan, meski itu kepada orang
yang kita benci dan kebaikan tetap dihargai sebagai kebaikan yang pada akhirnya
akan kembali pada diri kita sendiri.
The Miserly
Beggar
The king was
to pass by a beggar’s hut and the man was beside himself with excitement, not
because he was about to see the king but because the king was known to part
with esxpensive jewels and huge sums of money when moved by compassion.
He saw the
king’s chariot just as a kindly man was
filling his begging bowl with uncooked rice. Pushing the man aside, he ran into
the street, shouting praises of the king and the royal family.
The chariot
stopped and king beckoned to the beggar.
“Who are you?”
he asked.
“One of the
most unfortunate of your subjects,” said the beggar. “Poverty sits on my
doorstep and follows me about like a dog. I haven’t eaten since yesterday
afternoon!”
“Have you got
nothing for your king, except a tale of woe?” said the ruler, putting out his
hand. “Give something.”
The miserly
beggar, astonished, carefully picked up 5 grains of rice from his bowl and laid
them on the king’s outstretched palm.
The king drove
away. The beggar’s disappointment was great. He raved and ranted, and cursed
the king again and again for his miserliness finally, his anger spent, he went
on his rounds.
When he
returned home in the evening, he found a bag of rice on the floor.
“Some generous soul has
been here, he thought and took out a handful of rice from the bag. To his
astonshment there was a small piece of gold in it. He realized then that the
bag had been sent by the king. He emptied the rice on the floor, feeling sure
there would be more gold pieces in it, and he was right. He found 5, one for
each grain of rice he had given the king.