Showing posts with label sekolah. Show all posts
Showing posts with label sekolah. Show all posts

Wednesday, March 16, 2016

Sejak Pertama, Totalitas untuk Hari Esok

 Waktu telah sore dan hampir posisi jam 5 petang hari, saya hari ini masih berada di lingkungan sekolah, sambil menunggu up load file yang belum selesai karena file yang di unggah ukuran 2 GB lebih. Saya mencoba menganalisa beberapa hasil penilaian evaluasi belajar beberapa murid kelas akhir yang masih belum cukup memuaskan tentunya untuk mapel Bahasa Inggris. Ada 2 hal yang ingin saya bagikan dalam situasi saat ini, yang pertama adalah dalam melakukan kegiatan dari awal niatannya haruslah bagus tidak boleh memiliki niat yang rusak. Niatan yang rusak sewaktu-waktu berubah wujud menjadi hasrat dan maksud yang salah, manakala mendominasi dalam perbuatan ditakutkan keistiqomahan yang dimiliki itu terganggu. Contohnya saja, saya memiliki beberapa agenda salah satunya memberi jam tambahan (biasa disebut les) yang hal itu tidak termuat dalam jadwal resmi sekolah, artinya murni karena melihat kondisi/ latarbelakang kemampuan anak didik yang butuh digenjot ekstra agar sesuai dengan standar minimal.  Saya merasakan sendiri kondisi ini sungguh menguras energi ketika waktu/jadwal kegiatan yang padat dan emosi psikologis, maka tips diawal yaitu sejak pertama kali dijalankan program ini harus memiliki kelurusan niat. Contoh kedua, yakni beberapa pekan lalu saya dengan beberapa sahabat alumni kampus mengadakan kegiatan outbond ke daerah Talun tepatnya di curug Bidadari, dari awal rencana jumlah peserta yang akan ikut adalah 12 orang ternyata ketika pelaksanaan hanya kurang dari setengahnya yaitu cuma 5 orang. Nah, saat itu antara berangkat dan tidak, kami menunggu siapa tahu ada teman lain yang akan berangkat, akhirnya pukul 10 pagi datanglah 1 orang teman lagi yang bergabung hingga genap 6 orang. Karena di awal sudah komitmen maka 6 orang ini termasuk saya berangkat ke lokasi pukul 10 pagi. Kami berenam melaksanakan kegiatan outbond hingga pukul 3 sore, sayangnya hujan deras sejak jam 12 siang hingga jam 3 sore. Saat itu terbersit pikiran mengeluh dan menyesal karena kegiatan berjalan kurang optimal. Namun karena awalnya memang sudah berkomitmen dan atas kesadaran masing-masing, maka kami mengambil hikmah dari peristiwa itu.
Jadi hal pertama yang mendasar adalah niatan yang tidak boleh rusak hanya dikarenakan oleh faktor eksternal yang bersifat insidental ataupun pragmatis. Hal kedua yang saya bagi adalah mengenai komunikasi yang tepat sasaran (efektif). Contohnya, saya memiliki kendala ketika menjalankan program hiking untuk kelompok les Bahasa Inggris sekitar bulan Desember lalu, kendalanya yaitu ketika beberapa murid yang tidak rajin berangkat les, mereka terlambat dalam mendapatkan info kegiatan ini, jadi informasinya baru sampai kepada mereka beberapa hari setelah pelaksanaan hiking. Akhirnya saya sedikit cross check dengan beberapa siswa yang berhalangan ikut, ternyata diantara mereka yang tidak ikut, yang benar-benar malas  (tidak ingin) mengikuti kegiatan hiking hanya berjumlah 1 orang, selebihnya murni karena faktor keterlambatan informasi. Hal inilah yang di kemudian hari lebih teliti dan bijaksana, oleh karenanya saya selalu menerapkan reward and punishment (imbalan dan hukuman poin/status), bertujuan untuk memberitahukan kepada yang bersangkutan bahwa kesungguhan itu harus ada dalam melaksanakan program apapun.
Dua alinea diatas adalah pengalaman riil pribadi, saya sudah melakukannya dan hingga saat ini beberapa diantaranya masih terus berlanjut. Saya pernah membaca sebuah hadits (yaitu hadist arba'in yang pertama) tentang segala amal tergantung dari kadar niatnya. Hanya niat baguslah yang membuat kita sanggup istiqomah (dalam hal ini adalah niat hanya karena tunduk dan beribadah pada Allah swt), menjadikan lebih tegar dalam medan pertarungan, bahkan yang terkadang mendatangkan pertolongan dari Allah swt yang tidak disangka-sangka. Alangkah baiknya, jika niat yang misalnya saja rusak, kita ganti dengan niat baru yang sungguh-sungguh murni karena tuhan kita Allah swt. Di posisi inilah perbedaan orang yang memiliki faith dengan orang atheis, ketiadaan unsur keyakinan dalam hati orang yang tidak meyakini adanya tuhan.
Harap-harap cemas, mungkin itulah ketika kita sedang berjuang dan sudah disertai dengan niatan yang benar. Kenapa harap-harap cemas? Karena tentunya yang bisa dilakukan adalah berusaha optimal, untuk hasil itu sudah menjadi bagian takdir (kata takdir disini adalah jika sesuatu itu sudah terjadi). Artinya misal saja saat ini 5 hari menjelang tes wawancara panggilan kerja, kemudian kita bilang, "ah buat apa menyiapkan sungguh-suingguh, toh yang melamar untuk posisi pekerjaan itu 1 : 30 orang, percuma saya berlatih dan menyiapkan segala sesuatunya, karena akhirnya tidak lolos juga dan takdir selalu buruk dalam diri saya jika berkaitan mencari lowongan pekerjaan. Hal ini bisa saja terjadi karena mungkin dia trauma sehingga akhirnya menjadi pesimis, atau memang dia tidak memiliki keyakinan yang besar akan diterima/ memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Hal lainnya bisa saja disebabkan dorongan dalam diri untuk beraktualisasi lebih baik tidak dimilikinya. Kadar mentalitas pejuang yang tangguh akan terbukti manakala persaingan yang terjadi begitu sengit, ujian yang dihadapi begitu sulit, halangan yang datang begitu bervariasi, namun semua itu ditaklukan dengan penuh totalitas, entah hasil akhir bicara lain dari keinginan, yang jelas inilah yang disebut takdir. Dan itupun jika kita menyadari takdir dari Allah swt kemudian kita ikhlas dan ridho maka yakinlah penggantinya yang lebih baik sudah menanti di akhirat kelak, dengan syarat luruskan dan perbaiki niat kita hanya segalanya untuk beribadah karena Allah swt. Oke, kebenaran hanya dariNya, marilah bantu diri kita menjadi orang yang memiliki totalitas dari awal menyusun, merencanakan target/ cita-cita ataupun tujuan hidup, hingga Allah swt dan Rasulnya beserta orang-orang mukmin yang melihat hasilnya.

Saturday, August 29, 2015

kreativitas itu perlu, mengisi waktu dengan ekskul yang manfaat


Kegiatan ekstra kurikuler yang ada di sekolah-sekolah biasanya memberikan beragam pilihan dalam melatih ketrampilan & bakat kita. Tapi hati-hati, jangan asal ikut saja tanpa ada niat & tujuan yang jelas. Kita harus memiliki spesifikasi dalam keahlian tertentu, artinya tidak semua kegiatan ekskul yang ada harus diikuti semuanya. Selain menguras energi/ tenaga, kadangkala waktu kita habis untuk mengikuti kegiatan tersebut, padahal tugas sekolah juga banyak. Hak kita untuk belajar dalam bidang akademik (pelajaran) juga harus diperhatikan.
So, ketika mengikuti kegiatan ekstra kurikuler disarankan agar mempunyai prioritas dan aspek untuk jenjang prestasi kita di masa depan. Kehati-hatian ini juga memiliki dampak positif, salah satunya hanya kegiatan yang punya kecenderungan kita sukai yang kita pilih, sehingga karena rasa suka tadi mampu memompa kesungguhan & motivasi kita agar mampu berprestasi di bidangnya. Misalnya ketika harus memilih antara ikut ekstra volly dengan ekstra musik, dimana hari & waktunya bersamaan, maka harus memilih yang lebih dekat dengan kecenderungan talent kita.
Opini diatas tidak bermaksud menghalangi seseorang untuk mencoba ketrampilan baru, dan menguasai bidang baru. Tetapi yang dikritisi disini adalah masalah prioritas dan juga efektivitas waktu yang dimiliki dengan jumlah kegiatan ekstra yang akan diikuti. Menjadi orang yang mampu mengenali bakat sendiri akan membawa keuntungan yang sangat besar di masa yang akan datang. Tidak mengherankan jika saat ini terdapat banyak alat ataupun tes untuk mengetahui bakat atau potensi yang dimiliki oleh kita baik secara emosional, pikiran ataupun bahkan potensi spiritual.
Akhirnya, ada sebuah kesimpulan yaitu mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat salah satunya dengan mengikuti ekskul yang ada di sekolah merupakan sebuah pilihan dalam membentuk kepribadian, bakat bahkan ketrampilan kita dalam menyiapkan masa depan yang lebih baik & barokah.

Thursday, August 13, 2015

Mendongeng, Ketrampilan Orangtua yang hampir dilupakan

Mungkin acara/kegiatan mendongeng orangtua (bapak/ ibu) dengan anaknya sekarang sudah tergantikan dengan adanya gadget teknologi canggih sekarang, namun ternyata kebiasaan ini memiliki nilai positif, salah satunya adalah membangun hubungan dari aspek psikologis antara si orangtua terhadap putra putrinya. Manfaat lain yang bisa diperoleh adalah menanamkan nilai moral dengan hikmah yang ada dalam dongeng atau cerita yang dibacakan/ diceritakan tersebut, tergantung dari pilihan judul dongeng yang akan digunakan menjadi bahan materinya, misalnya kisah 25 nabi/rasul, sahabat nabi, bahkan sampai hikayat ataupun dongeng, apalagi bangsa Indonesia ini memiliki khasanah cerita rakyat yang sangat beragam dan melimpah.

Nah, bagi anda yang sedang mempelajari writing (menulis) dalam Bahasa Inggris, dongeng atau cerita termasuk kedalam genre Narrative text. Jenis teks ini memiliki tujuan to entertain/ to amuse dengan menyisipkan pesan moral ataupun hikmah (moral value) dengan harapan ada penanaman nilai-nilai kehidupan untuk membentuk manusia yang berkepribadian/ berkarakter.










Berikut adalah contoh teks naratif:

The legend of Tangkuban Perahu (Sangkuriang)
Very long time ago in West Java, there lived a king, named Prabu Sungging Pabangkara. He was good ruler. He liked hunting in the forest very much.
In the forest, there lived she-pig, actually a cursed goddess. One day, she came out of her hiding place looking for water. There she saw a coconut shell filled with water. Expecting it to be a fresh water, she drank it, having no suspicious that it was king’s urine left there the day before when he went hunting. 
The consequence was very strange. She became pregnant. Few months later she gave birth to a very pretty girl. When the king was hunting again in the forest, he saw the girl and was attracted by her beauty. He took her to his place, and then he called her Dayang Sumbi and treated her as his own daughter. Time passed and Dayang Sumbi grew up into a beautiful girl. She was fond of weaving
One morning as she was weaving, her weaving spool flew out of the window to the field. Because she was very tired, she mumbled, whoever is willing to help me pick up the spool. I’ll treat her as my sister if she is a girl. If he is a man, I’ll treat him as my husband. These words were heard by a dog, called Tumang, actually cursed god too. He immediately picked up the spool and gave it to Dayang Sumbi. Seeing the dog had helped her, she fainted. The god had decided for her to undergo the fate. She became pregnant and a short time afterwards she gave birth to healthy strong son whom she called Sangkuriang.

Sangkuriang became a handsome young man, as time went by. Likes his grandfather, he was fond of hunting in the forest and Tumang was faithful friend when roaming the woods. He didn’t realize that Tumang was his father. One day, when the dog didn’t obey him to chase the pig, Sangkuriang was very angry and killed the dog and cut up his flesh into pieces and took it home to his mother. For a moment Dayang Sumbi was speechless and took a spool and flung it at him.
This left a scar on the spot. Then Dayang Sumbi sent him away. Sangkuriang left and wandered through the woods. He walked for years. Finally he returned to his native place, but did not recognize it any longer. At the end of a vast rice field, he noticed a house and saw a young girl sitting at her weaving-loom. He approached her and was charmed by her beauty. He was unaware that she was his own mother. Dayang Sumbi had been given eternal beauty by the gods which was why she looked young forever. She looked at him and noticing his good looks, she promised to marry him. 
They made plans for their wedding day, but one day she discovered the scar on his forehead. She knew that he was her own son who had come back to his village. She made an effort to make him understand that marriage between them was impossible, but Sangkuriang refused to accept it. She had an idea and aid to him “All right, you shall marry me if only you can dam up the citarum river and build a vessel all in one night.”


















Sangkuriang agreed and started to work by using his magic powers and his praying to the gods for help. To prevent the marriage, before Sangkuriang finished his work, she stretched the red veil which covered her head over the eastern side of the plain. Through her magic powers, the red light spread over the landscape, giving the impression that the sun was rising and that time was up. Angrily, Sangkuriang kicked the vessel which was almost finished upside down. Sometimes later the vessel became the mountain of Tangkuban Perahu on the northern side of Bandung.


CHECKING YOUR UNDERSTANDING ABOUT STORY ABOVE
1.What does the text tell us about?
2.What is the type of the text above? Mention the generic structure of the text!
3.Where does the story take place?
4.Who was Raden Sungging Pebangkara?
5.What did Dayang Sumbi look like?
6. What is the purpose of the text above?
7. She looked at him..” What does the underlined word refer to?
6.