Monday, May 16, 2016

Gagal Paham, Salah Paham, Yo Wes...

Kurangnya pengetahuan dan wawasan luas menyebabkan fanatik sempit dan memandang rendah kelompok lain. Kalangan terdidik menyebutnya sebagai etnosentrism. Terlepas dari bahasan ilmiah, ini hanya sekedar curhat, hal buruk semakin terpuruk dikarenakan orang yang terdidik terlalu banyak tahu dan kemudian mencari keuntungan secara materi dari pengetahuannya diteruskan dengan memperdaya orang-orang yang kurang terdidik. Contoh kasus nyata adalah dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Dokter yang buruk sifatnya akan memaksa pasiennya dengan memberi resep obat yang mahal meskipun sakit si pasien sebetulnya biasa-biasa saja. Dia memberi rasa takut yang berlebihan dan terkadang menggantikan sebagai malaikat maut karena bisa menentukan kapan pasien itu meninggal. Hal baik manakala bertujuan membantu pasien. Hal buruk manakala bertujuan menguras isi kantong pasien. Yah, si dokter tersebut memanfaatkan kebodohan pasien yang tidak tahu menahu akan masalah kesehatan dan dunia kedokteran, kadang mendengar istilah-istilah kedokteran saja pasien sudah dibuat migrain dan demam. Tahu namun memperdaya orang yang belum (tidak) tahu. Paham namun memberikan pemahaman yang salah kepada orang lain.
Bagaimana jika terjadi pada kalangan tokoh masyarakat bahkan tokoh agama? Yang dengan alat agama itu, mereka berusaha membuat pandangan sempit terhadap golongan lain bahkan sampai menyebar fitnah. Sungguh tindakan buruk yang menimbulkan renggangnya ukhuwah. Munculnya fanatik sempit dikarenakan sudut pandang yang digunakan hanya satu sisi. Tidak mau terbuka terhadap pemikiran pihak lain. Bahaya fanatik sempit bisa meruncing hingga saling fitnah dan saling klaim kebenaran, karena "benar" itu adalah versi mereka sedangkan versi di luar mereka adalah salah besar. Akhir-akhir ini terjadinya salah paham antar kelompok, golongan, ataupun etnis merupakan akar masalah yang sewaktu-waktu menjadi BISUL yang tiba-tiba pecah, memecah ketahanan nasional, keutuhan bangsa ini. Lihat saja, bagaimana kesalahpahaman itu sengaja dipelihara, dirawat dan disuburkan dengan kaburnya berita (tidak jelas) di kalangan masyarakat. Masyarakat akhirnya "gagal paham" dalam menyikap permasalahan tertentu.
Siapa tahu di negeri ini masih banyak orang alim ya?! Yang ilmunya benar-benar mampu menjadi cahaya bagi masyarakat yang sedang kehausan dan lapar akan keadilan. Masyarakat akhirnya merindukan sosok pemimpin yang disebut sebagai "ratu adil" yang sebenarnya tidak ada. Hanya sebuah utopia belaka. Mari cermati baik-baik salah satu tokoh yang pernah dielu-elu kan yang dikira dan dianggap "merakyat" sekali, dimana diyakini mampu menyelesaikan permasalahan bangsa, membawa Indonesia sejahtera adil dan makmur. Tiba gilirannya diberi kesempatan memimpin, ora becus. Saat ini yang terjadi hanyalah pepesan kosong. Jalan ditempat iya. Tidak masalah jika jalan ditempat itu bagian dari latihan baris berbaris anak pramuka, nah jika levelnya nasional, apa tidak semakin tertinggal dengan singapura, malaysia, thailand, brunei, dan negara asia tenggara lainnya?
Dimanakah letak "gagal paham" yang dialami masyarakat sekarang? Menurut pribadi saya, saat ini, mayoritas masyarakat di pelosok (desa, kampung, dusun), ketika menjumpai dan melakukan prosesi pemilihan pemimpin di level manapun (desa, kabupaten, kota, provinsi, nasional) masih berpikir pendek belum sampai 5 tahun kedepan bahkan 10 tahun kedepan. Suara mereka tergadai dengan 50 ribu, 20 ribu, atau sekedar nasi bungkus. Sampai saat ini mereka gagal paham bahwa si tikus (pemimpin berjiwa koruptor dan berhati iblis) telah membodohi dan memperalat dengan senjata ampuh yaitu politik uang. Gagal paham, jika ternyata 1 suaranya itu sangat berharga dan berpengaruh terhadap hampir 255 juta jiwa, dalam aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, termasuk kebutuhan spiritual. Contoh kebutuhan spiritual yang terganggu adalah kasus di negara lain (Cina), disana beberapa bulan lalu kebutuhan dan hak seorang muslim dibatasi dalam ritual ibadahnya, ini terjadi karena pemimpin (pemerintah) negara tersebut trauma dengan Islam (memiliki pandangan sempit) bahkan skeptis terhadap segala sesuatu yang berbau Islam.
Yo wes lah, sebagai muslim sejati, saat ini jalani kehidupan sesuai syariat, yakini kesemrawutan, keruwetan, polemik, problema, adalah by designed (rancangan) dari Allah swt dengan tujuan agar ujian itu membuat tangguh umat muslim. Jika kita menjadi bagian dari kelompok kebenaran maka beruntunglah, karena track yang kita lalui sudah pas dengan perintahNya. Hormati dan sayangi saudara-saudara kita sesama muslim, hindari dan jauhi perselisihan yang bersifat masalah furu (cabang), jika antar umat agama yang berbeda saja mampu toleransi, kenapa dengan sesama muslim justru bersitegang? Bukankah Allah swt mengumpulkan dan mentautkan hati orang-orang beriman. Adakah yang salah dengan umat ini? Yo wes, instropeksilah, bisa jadi banyak perintah wajib yang tidak dijalankan dengan sempurna, ibadah sunah yang sudah jarang sekali dirutinkan, sehingga keberkahan dalam ukhuwah itu sekarang sedang dicabut. Semoga Allah swt senantiasa menjaga hati kita, menjaga iman kita, menjadikan kita sebagai hamba lebih tawadhu dan takut padaNya.
Fenomena sosial dan intrik yang ada, ikuti saja, tapi jadilah penonton, pelaku, pemain, ataupun pendukung bahkan sekedar penyimak yang memiliki kecerdasan dan kepahaman. Al Fahm itu dasarnya adalah ilmu. Maka banyak-banyak membuka diri dengan membaca, terbuka dengan pemikiran dari luar golongan kita tanpa mengubah keyakinan dan pendirian yang sudah dimiliki. Menjadi masyarakat yang cerdas. Menjadi cerdas dengan memiliki ilmu. Menjadi berilmu dengan terus belajar. Belajar tanpa kenal istirahat dan kata henti, karena berhentinya kita dalam belajar adalah sebuah kematian jiwa. Dimana jiwamu sekarang wahai sobat? Dimanakah hatimu sekarang wahai kawan? Dan dimanakah perasaanmu wahai pemimpin hingga engkau tega membiarkan rakyatmu tertindas dan kelaparan.
Berikut teks spoof terkait dengan kondisi salah paham seorang juru tulis terhadap tamu hotelnya, kita simak bersama:
Teks Spoof
On a recent vacation at a resort with my
in-laws, we planned to spend an afternoon at the
pool with our kids. We wanted to bring our own
drinks, but were unsure of the hotel's policy. My
brother-in-law called the front desk, and assuming
everyone was familiar with the brand of ice chest he
had, asked if it was all right if he brought a
Playmate to the pool. After a pause the clerk asked,
"Does she have her own towel?".

2 comments: