Perang Naga disini adalah sejenis
permainan lapangan (outdoor game) yang membutuhkan kekompakan anggota.
Namun hal tersebut belum cukup untuk menjadikannya sebagai pemenang dalam game ini
dikarenakan harus ditambahkan dengan faktor kekuatan, kesigapan, strategi menyerang, dan tentunya
daya tahan (endurance) dari tiap pemain. Dalam prakteknya di lapangan, semakin
besar jumlah anggota dalam masing-masing team menjadikan keunggulan sehingga
peluang untuk menang semakin besar. Faktor kuantitas sangat berpengaruh
meskipun tidak 100%, banyaknya orang yang ada dalam sebuah tim itu memungkinkan
lebih banyak melakukan manuver, melakukan penyerangan dan tujuan akhirnya adalah
mengambil sebanyak-banyaknya anggota team lain untuk kita rebut menjadi anggota
dalam team kita. Sepertinya permainan dragon war ini semakin lama durasi
permainan maka akan semakin menantang, nah kondisi inilah dimana daya tahan itu
sangat diperlukan selain jumlah anggota yang banyak. Terkadang kemenangan
sudah di ambang pintu namun ketika pasukan lengah dan tidak siaga maka dengan tiba-tiba
kelompok musuh menyergap dan langsung mengobrak-abrik formasi naga yang ada.
Disini terlihat bahwa aspek strategi perlu dipikirkan secara matang, artinya kita tahu kapan
bertahan dan kapan saatnya menyerang serta kapan melakukan gencatan senjata.
Filosofi dari permainan Perang naga dalam
kehidupan sehari-hari sepertinya bisa dipraktekan dalam event Pilkada Jakarta tahun 2017 yang sedang menyedot perhatian dan menjadi hot topik di media massa dan media sosial, setelah
beberapa hari sebelumnya dilakukan pengambilan nomor urut pasangan calon gubernur dan
wakil gubernur. Dalam pertarungan politik tersebut lebih sekedar mewakili
kelompok ataupun partai tertentu karena adalah sebuah kebanggan tersendiri jika
bisa menguasai ibukota negara. Maka begitu banyak plotting dan settingan
pihak-pihak yang memiliki ambisi besar baik itu sektor bisnis, organisasi,
kelompok etnis tertentu hingga sisi religius (agama). Bagaimana kita lihat
perang urat syaraf telah terjadi dengan menggulirkan isu maupun opini ke publik
dan media massa misalnya saja seorang petahana di suatu wilayah menyindir ayat
Alquran tertentu tidak cocok dan memilikiunsur hasutan dan pembodohan. Tentu
saja Indonesia dengan mayoritas Islam langsung mengecam dan bereaksi keras
terhadap oknum petahana ngawur tersebut. Kengawurannya sangatlah jelas karena
dia sendiri bukan pemeluk agama tersebut tetapi berbicara sok paham betul isi
dan kandungan dari ayat Alquran yang disebutnya sebagai pembodohan kepada
masyarakat menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI. Di sisi lain,
ternyata tanpa disadari itu adalah bagian strategi dari mereka dengan cara
membuat frame dan isu seolah-olah dia disudutkan oleh
pihak mayoritas, agar muncul simpati. Dan juga namanya makin sering saja
disebut di media gara-gara kebrutalan, kesombongan, kengawuran terhadap pemahan
agama lain. Intinya mebuat dirinya terkenal dengan jalan isu SARA. Faktanya adalah ketika masyarakat umum untuk memberikan suaranya dalam pemilu cenderung karena
faktor (alasan) populis atau keterkenalan tokoh, seperti halnya terpilihnya Jokowi-Jk
ketika pemilihan presiden kemarin karena namanya sering muncul dari hasil
setingan media massa (faktor fund/ dana sangatlah mendukung untuk menyerang
melalui sisi media) sehingga masyarakat ingatnya dia.
Filosofi kedua dari perang naga selain
sisi pengaturan strategi adalah, sisi kuantitas pendukung. Bisa jadi awalnya
menciptakan seolah-olah dirinya dierang dan dipojokkan, dengan tujuan meraup
banyak simpati. Kebanyak dari masyarakan secara umum rasa iba (kasihannya) akan
tinggi dan menguat ketika melihat calon yangteraniaya. Maka “seolah-olah
teraniaya menjadi sangat penting agar pendukungnya bertambah secara kuantitas.
Kuantitas disini juga memiliki makna penyokong dana dibalik layar. Tujuan untuk
menguasai kaum mayoritas yang bodoh dari kalangan minoritas yaitu memanfaatkan
oknum dari pihak mayoritas dengan iming-iming uang untuk mengcounter
balik kaumnya sendiri. Si petahana menyerang pihak mayoritas muslim dengan
tangan muslim sendiri yang dengannya dia tidak perlu buang energi besar dan
mengotori tangannya. Melempar batu terhadap musuh menggunakan tangan orang
lain. Maaf, sebut saja Nusron Wahid justru merendahkan akalangn ulama dari MUI
ketika menyatakan isi dan kandungan dari ayat Alquran yang dilecehkan oleh si
oknum petahana tadi. Akhirnya muslim mayoritas dibuat menyerang saudaranya
sendiri, sedangkan muslim mayoritas merasa terganggu manakala salah satu ayat dari kitab
sucinya direndahkan oleh non muslim dengan dalih pembodohan masyarakat
jelang pilkada.
Nah kuantitas pendukung sangat menentukan
untuk meraih kemenangan. Hal filosofis ketiga adalah daya tahan. Perseteruan
dari permainan perang ini sudah kentara jauh-jauh hari sebelum resmi ditentukan
calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang akan maju di kontes pilkada tahun
2017 nanti. Daya tahan sangat diperlukan, lengah dan lalai sedikit saja bisa
berakibat fatal. Karena proses memilihnya hanya 5 menit tetapi menetukan 5
tahun kedepan bagaimana ibukota negara itu dijalankan. Tentunya juga sangat
mempengaruhi perjalanan menuju RI 1 tahun 2019. Hal tersebut diambil dari fakta
bahwa pencalonan Jokowi saat itu menjadi calon gubernur DKI yang secara
bersamaan amanahnya di Solo belum selesai. Ketika mengemban amanah sebagai
gubernur DKI belum paripurna, eh dia ngibulin pemilihnya dengan berambisi
secara serakah (penyokongnya juga) maju di RI 1. Secara popularitas dia sudah
disetting sejak isu walikota Solo dan gubernur Jakarta. Sudah tidak mengalami
kesulitan agar namanya diketahui dan dikenal oleh masyarakat seluruh pelosok
nusantara. Nah inipun ditambah dengan rekaya besar dari mocong putih akan
Indonesia kedepannya sehingga momen mati-matian mereka lakukan di tahun 2014.
Sekarang mereka sedang memanen hasil kerja keras mereka. Dan ini geliatnya akan
diteruskan dengan prioritas tinggi pada
pilkada DKI tahun 2017 mendatang demi keberlangsungannya di pemilu presiden dan wapres
tahun 2019. Ini bisa dibaca oleh orang umum, gampang sekali membaca keserakahan
penguasa yang tidak memihak kesejahteraan bangsa dan rakyatnya. Saya tidak
masalah jika persopnil yang ada itu benar-benar amanah dan profesional di
bidangnya. Tapi melihat 2 tahun berjalan mereka berkuasa, kondisi perekonmian
negeri ini makin memburuk.
Daya tahan mereka kemungkinan lebih
panjang, artinya nafasnya mereka penyambungnya dibantu banyak para cukong
berduit triliunan bahkan jejeran orang-orang kaya di balik mereka.
Perang naga juga mengajarkan sisi
kesigapan, bisa jadi strategi/plan berubah karena faktor darurat di lapangan
sehingga, siaga dan sigap terhadap kondisi sangat dibutuhkan. Menjelang hiruk
pikuknya perpolitikan, memanasnya kubu-kubu yang terlibat, banyaknya efek bola
salju yang didapat jika berhasil menguasai ibukota, maka menjadikan semua mata,
pendengaran, dibuka lebar-lebar, bahkan pelibatan inteljen dalam permainan
politik ini menjadi keuntungan pihak petahana. Isu dan topik besar gampang
diciptakan, digiring, dialihkan, ataupun sebaliknya dihapus dikubur dan
dihilangkan.
Kerja tim (kompak) akan tercipta jika
anggota tim memiliki aroma (suhu) perjuangan yang sama. Niat mulia yang tinggi
yang dimiliki harus sama, seperti motivasi ketika proklamasi kemerdekaan RI
tahun 45. Semuanya bersatu meskipun setelah tahun 45 terjadi perselisihan dan
konflik di panggung politik pemerintahan dan di parlemen tahun 1960an. Dan itu
bukan hal yang lucu, tapi mengenaskan. Bagi masyarakat umum yang buta tentang
politik maka berita-berita kisruh politik sungguh menjijikan. Namun jika
selamanya orang yang baik apatis terhadap hal seperti itu maka yang ada adalah
makin suramnya kondisi bangsa. Intinya yang peduli terhadap politik hanyalah
orang-orang yang tamak dan haus kekuasaan tetapi orang baik menyingkir. Tamatlah
riwayat. So, sedikit pedulilah terhadap politikdengan alasan demi kebaikan, agar yang ada di panggung sana terisi
orang-orang yang amanah dan jujur, masih memiliki kepdeulian terhadap
kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Kira-kira bagaimana rasanya kalau makan telur dadar di pagi hari
dengan cabe ataupun sambal yang pedes banget ya? Wah pasti kemungkinan perut
mules menyertai aktivitas pagi hari. Bisa juga bolak-balik buat BAB ke
belakang. Saya pernah mengamati aktivitas BAB rutin anak saya yang berusia 3
tahun 3 bulan, dia melakukannya rutin sekitar jam 7 hingga 8 pagi. Suatu kali
saya ajak ke sekolah, ternyata sebelum berangkat lupa belum BAB nah anak
saya ini melakukannya jam 9 di sekolah untungnya dia pake popok. Hehehe,
betul-betul ekstra kalau ngajak anak kecil ke tempat kerja. Di lain hari saya
ajak lagi namun bedanya kali ini kebalikannya, dia hampir pukul 12 siang belum
BAB dari malam sebelum tidur. Setelah saya selidiki ternyata selama durasi
waktu tersebut dia asupan makanan yang masuk adalah sejenis makanan yang
lumayan padat, dia sebelum berangkat melahap getuk, nasi putih, malamnya
keripik ketela dan beberapa jajan yang padat. Dari sekilas cerita, saya
membagikan tips buat sobat semua yang memiliki anak kecil kemudian kebetulan si
anak ikut bersama kita agar tidak bolak-balik ke WC, hindari makanan yang
pedas, berminyak, kemudian yang bentuknya terlalu cair (encer) semisal bubur.
Oh iya, terkadang terlalu sering mengkonsumsi susu bubuk (susu botol) bisa
menyebabkan diare, jika jumlahnya berlebihan. Baru-baru ini saya melihat
cuplikan video tentang distribusi dan proses pemasaran SGM (susu bubuk) yang
masif di Indonesia. Subjek yang melakukan penelitian adalah dari organisasi
swasta yang berasal dari negara Perancis. Sekilas dari cuplikan video tersebut
adalah himbauan agar jangan terlalu sering memberikan susu bubuk (susu botol)
pada balita karena sebagus-bagusnya susu sapi masih lebih bagus adalah ASI.
Kembali pada topik pagi hari dengan menu sarapan yang aman bagi perut
dan juga nyaman selama bekerja adalah pilih makanan yang memiliki karbohidrat
cukup, zat besi, dan protein karena di pagi hari kita memiliki aktivitas awal
yang cukup padat dengan waktu sarapan yang lumayan singkat. Tidak usah
terobsesi dengan iklan makanan instan semacam Quaker Oats dan sejenisnya karena
kurang begitu bagus dan juga banyak bahan pencampur yang kurang terjamin
kehalalannya. Sembari memperkenalkan makanan daerah saya yaitu nasi megono,
maka menu tersebut cukup mengganjal perut di pagi hari, cukup hingga makan
siang nantinya. Jangan dibilang nasi megono dari pekalongan tidak memiliki
gizi, tergantung dengan lauk yang menyertainya. Nasi dengan bumbu serta
rajangan nangka yang sedap dan gurih, dihidangkan bersama telur dadar setengah
matang sungguh lezat dan nikmat jauh dari bahan kimia dan zat yang kurang halal.
Yah nasi megono khas Pekalongan memang cocok buat sarapan, jika perlu bungkus
ke tempat kerja. Asyik, cukup bekal hingga pukul 12 siang. Nah agar lebih istimewa telur dadar bisa dikreasi dengan keju,
campuran susu, telur ayam kampung lebih maknyus (yummy).
Power yang dihasilkan dari fisik yang telah terisi membuat
produktivitas kerja makin tinggi. Aktivitas kerja ini ada yang harus
disinergikan lagi dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih, maka
lakukanlah sholat dhuha 2 rakaat. Bisa dilakukan sebelum berangkat kerja maupun
ketika sampai di tempat kerja (gunakan mushola kantor atau ruang kerja jika
memungkinkan). Hari-hari yang sungguh indah dalam karya dan ibadah. Tidak
terlalu mengejar dunia namun sinergi ibadah dhuha untuk keberkahan rezeki yang
halal untuk pribadi dan keluarga kita. Di sekolah tempat saya mengajar yaitu MA Hasbullah, ada
satu waktu (momen) pagi hari yang membuat lebih fresh yaitu sholat dhuha di lapangan sekolah (seperti layaknya
sholat idul adha dan idhul fitri). Di bawah hangatnya sinar mentari pagi
menyusup ke jaringan tubuh, kulit terasa hangat, sujud di lapangan terbuka,
berdoa menengadahkan tangan ke langit, insyaallah hal rutin yang indah di lihat
dan keren untuk di lakukan harian. Ketika gerimis pagi atau hujan pagi terjadi,
no problem, we move ke mushola
sekolah.
Yah memantapkan pagi dengan telur dadar keju balutan dhuha penuh
berkah memang kombinasi yang cocok buat pribadi guru muslim, pelajar muslim yang
cerdas, warga sekolah yang taat, dan tentunya kultur ini merupakan salah satu
syiar Islam ketika dilakukan secara beramai-ramai di lapangan. Oh iya, vitamin
D yang terbentuk dari sinar matahari pagi telah bersinergi dengan sedekah
ruas-ruas persendian tubuh kita melalui sholat dhuha, semakin menjadikan tubuh
sehat, kuat, pikiran cermat, dengan pribadi yang memikat. Terus melaju dengan
telur dadar nasi megono Pekalongan, menu kota santri, aktivitas ruhiyah pagi
yang bernuansa Islami. Oyeee,,,penasaran sobat semua bukan? Mampir ke kota
kami, dengan menu khas, tradisional nan berkah, penuh gizi dan ukhuwah. Ini dia teks procedure cara membuat telur dadar keju sebagai bahan materi pembelajaran dan praktek mapel Bahasa Inggris Kelas X:
Cheese omelet
Ingredients:
2 eggs
50 grams of cheese
¼ cup of milk
3 tablespoons of cooking oil
A pinch of salt
Some pepper
Steps
Crack the eggs into a bowl. Then, whisk the eggs with a fork until
smooth. Add some milk and whisk well. After that, add some milk. Whisk well.
Grate the cheese into the bowl and stir. Then, heat the oil in a frying pan.
Pour the mixture into the frying pan. Turn the mixture (i.e. the omelet) with a
spatula when it browns. Cook both sides. After the omelet is cooked, place it on
a plate and season it with salt and pepper. The cheese omelet is ready to be
served.
QUESTIONS
1. The goal of the text above is...
A. ingredients needed to make a cheese omelet
B. the process of making cheese
C. how to make a cheese omelet
D. how to prepare a cheese omelet on a plate
E. a clear description of a cheese omelet
2. After whisking the egg with a fork, don’t forget to...
A. mix until it s smooth
B. add some milk and whisk well
C. grate the cheese into the bowl
D. put a cracked egg into a bowl
E. heat the egg in a frying pan
3. the communicative purpose of procedure text above is..
A. to describe a particular incident
B. to tell the readers how to make a cheese omelet
Memang betul sekarang cuaca terkadang berubahnya tidak menggunakan
siklus seperti 10 tahun silam, artinya terkadang hari ini panas terik kemudian
2 hari berikutnya hujan dari pagi hingga sore tak berhenti. Cuaca di negara
tropis seperti Indonesia dengan curah hujan yang cukup tinggi memiliki imbas
terhadap daya tahan tubuh orang yang tinggal di wilayah tersebut. Seperti 2
hari ini di tempat saya tinggal, hujan hampir seharian mewarnai aktivitas
harian. Memang hujan harus disyukuri, namun efek untuk beraktivitas sepertinya
mengalami sedikit gangguan. Hal yang paling mencolok adalah hujan di pagi hari,
bagi saya yang berangkat kerja menggunakan sepeda motor hal ini meskipun sudah
diantisipasi dengan memakai jas hujan tetap saja rasanya berbeda manakala
suasana pagi mendung apalagi diguyur hujan. Lain cerita jika menggunakan
kendaraan roda empat. Belum semisal jalanan tergenang banjir, atau daerah
sekitar tergenang luapan air banjir dari sungai, bahkan daerah pesisir pantai
yang sering mengalami rob, hujan yang turun dengan durasi lebih dari 1 jam saja
akan membuat kegiatan sehari-hari tidak nyaman dan tidak optimal.
Sebaliknya cuaca yang panasnya menyengat hingga siang hari terasa
benar-benar panas dan berkeringat, ditambah udara kering, polusi udara yang
muncul dari pabrik dan kendaraan bermotor juga menjadi bahan yang cocok untuk
dikeluhkan. So, hujan berkeluh kesah, panas pun menggerutu. Tampaknya jika kita
dalam posisi seperti ini maka sungguh
menyiksa dan terpuruknya hidup dan kehidupan kita. Saya ingin mengkritik
pribadi saya sendiri, ketika keluh kesah datang, ternyata tidak memberikan penyelesaian
atau mengurangi permasalahan yang ada, justru yang ada suasana hati makin kacau
dan masalah masih utuh, bahkan memburuk karena kondisi hati yang galau tidak
menentu. Dimana awalnya tadi hanya masalah kecil terkait hujan dan panas yang
tidak sesuai dengan keinginan kita.
Mari kita ambil sisi positif, ambil contoh saja ketika kebetulan kita
tinggal di wilayah yang cukup panas dan curah hujan yang sangat rendah, yaitu
daerah gurun pasir. Wilayah ini paling cocok untuk penerapan energi surya
(matahari) untuk membangkitkan listrik bahkan kendaraan bertenaga surya yang
sangat ramah lingkungan. Energi yang dihasilkan dari tenaga surya tersebut
tidak memberi efek samping (hasil buang) yang membahayakan kelestarian
lingkungan dan kesehatan manusia. Apalagi ketika saat ini energi fosil artinya
yang bersumber dari minyak bumi dan batu bara (bahan tambang) jumlahnya makin
terbatas. Walaupun beberapa waktu lalu sempat terjadi harga minyak dunia
menurun, namun hal itu hanya karena di pasaran stoknya melimpah dan juga
dipengaruhi oleh kondisi politik di negara timur tengah yang notabene masih
penghasil terbesar untuk minyak bumi. Sedangkan cadangan minyak bumi yang ada
di seluruh penjuru dunia artinya di sumur-sumur (kilang minyak) yang ada
diprediksi hanya bisa bertahan beberapa ratus tahun saja tidak mencukupi untuk anak
cucu kita kedepannya. Maka energi alternatif dari tenaga surya ini sangat
membantu.
Lain lagi bagi para shabat mungkin saja yang tinggal di daerah dengan
curah hujan yang tinggi, maka untuk bercocok tanam sangat bagus, baik untuk
pertanian, perkebunan, dan hutan yang juga sebagai paru-paru dunia, mampu
membawa keuntungan tersendiri. Bahkan dari sektor perkebunan dan pertanian saja
jika dikelola dengan kombinasi teknologi yang tepat guna dan manajemen yang
bagus dilengkapi distribusi yang lancar maka mampu menjadi pemasok kebutuhan
pangan rakyat dunia. Sehingga, plus minus dari kondisi cuaca masing-masing
daerah yang berbeda ini memiliki pemanfaatan yang optimal.
Bagaimana fakta di lapangan? Misalnya saja di kota Jakarta yang sering
banjir padahal hanya hujan beberapa menit saja sudah membuat jalan-jalan utama
di kota tersebut tergenang air. Apa yang salah dengan hal tersebut? Bisa jadi
tata kelola kota yang kurang bagus, dari sistem drainase, kemudian proses
pembuangan sampah hingga pengolahan limbah (sampah) termasuk juga pembangunan
gedung-gedung pencakar langit yang tidak memenuhi standar tata ruang kota yang
hijau sehingga akhirnya musibah itu kembali kepada pelaku yang juga sekaligus
penghuni di wilayah tersebut.
Sebetulnya masalah tersebut (yaitu masalah banjir di Jakarta) masih
jadi bahan perdebatan dan topik serta isu yang laku keras untuk dijual ketika
menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI. Dimana contoh ketika
Jokowi berjanji menjadi gubernur DKI waktu itu akan mengatasi masalah banjir di
Jakarta tapi itu hanya omong kosong dengan meninggalkan amanah dan rakus, bisa
juga dikatakan tamak ingin menjadi presiden RI. Sekarang setelah menjadi presiden sampai
artikel milik penulis ini dipublikasikan yaitu bulan oktober, dia menurut saya
belum membawa perubahan dan perbaikan bagi bangsa Indonesia apalagi membawa
kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena sepertinya menurut subjektif
penulis dia memiliki sifat lari dari amanah dan kurang bertanggungjawab, mudah
dipengaruhi pihak di belakang layar artinya kurang tegas, kebijaksanaannya
belum terlihat, contohnya kebijakan pemerintah terkadang justru menyakitkan
dan menyulitkan rakyat kebanyakan (bukan golongan tertentu).
Pro dan kontra pendapat itu sah-sah saja, mau menulis dia hebat itu
juga bebas-bebas saja, sebaliknya mau menulis dia kurang becus jadi presiden
juga kayaknya layak-layak saja toh saat ini Indonesia belum menjadi negara yang
cukup makmur. Nggak usah bukti bahwa rakyatnya masih melarat, silakan temui di
pasar, jalanan, bahkan kota-kota besar sampai ke pelosok desa, tataplah dan rasakan dengan hati
nurani yang jujur sudahkah sebagian rakyat kita hidup dalam kecukupan dan
kelayakan? Mikir dong pemimpin itu....
Tulisan ini berujung pada keluh kesah untuk pemimpin, namun di balik
itu masih optimis akan bangkitnya dan majunya bangsa Indonesia. Dan itu akan
datang sebentar lagi manakala pemimpin
yang ada nantinya adalah muslim yang taat, yang takut sama Allah swt, meneladani
Rasul, insyallah dijamin amanah dan rakyatnya sejahtera. Why not? Karena yang
dicontoh adalah beliau baginda Rasulullah SAW..minimal para shabat beliau
ataupun khulafaur rasyidin. Mampu bertahan dan menjaga agar harapan itu masih
ada adalah sebuah bentuk ikhtiar menatap masa depan bangsa yang gemilang... Bravo
Indonesia, always work harder and smarter.
berikut ini tulisan paragraf teks Discussion tentang pro dan kontra solar energy cocok untuk pembelajaran Bahasa Inggris kelas XII tingkatan SMA/MA:
Solar Energy
The solar energy is cheaper than any other fossil fuel because we can
get the abundant source from the sun. In sunny desert areas, 50% of the sun’s
radiation that reaches the ground could be used to produce electricity for
businesses and industry, to provide heat, light and hot water from homes. Meanwhile,
experimental solar ponds can produce hot water to drive generators.
Unfortunately, we cannot yet power our homes entirely on sunlight. Solar
energy can only be exploited in bright light. Its greatest potential is,
therefore, in hot countries that have clear skies for most of the year.
In addition, to harness the solar power, solar cells are needed to
convert directly into electricity. Solar cells are very cheap to run, but
relatively expensive to buy and many people cannot afford it.
Needless to say, solar energy is a useful and non-polluted source of
energy. Nevertheless, solar cells, the main important device to harness the sun’s
energy are still very expensive.
QUESTIONS
1. “Its greatest potential is, therefore, in hot countries
that have clear skies for most of the year.” The word its refers to..
A. homes
B. solar energy
C. bright light
D. hot countries
E. slear skies
2. what do you call the last paragraph of the text?
A. conclusion
B. recommedation
C. resolution
D. description
E. reorientation
3. The contra arguments can be found in paragraph...
Nyiur di tepi pantai menjadi pemandangan sebagian besar pesisir kepulauan di nusantara ini. Tapi tahukah sobat semua bahwa bangsa Indonesia yang sekarang ini mau tidak mau harus mengetahui asal-usul nenek moyangnya. Secara tidak sengaja saya membaca artikel berkaitan dengan hal ini ketika mencoba membantu tugas adik saya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, dia kelas X. Tugas tersebut terkait dengan mapel sejarah. Nah ketika adik saya itu mulai mengajukan dengan pertanyaan-pertanyaan kepada saya, ada yang bisa jawab langsung dan ada beberapa yang belum tahu jawabannya. Sehingga mau nggak mau saya cari tahu di mbah google, berikut pertanyaan yang diajukan oleh adik saya:
1. Sebutkan pendapat para ahli terkait asal usul nenek moyang bangsa Indonesia!
2. Apa yang dimaksud dengan persebaran proto-melayu, deutro melayu dan melanesoid?
3. Jelaskanlah rute perjalanan dan budaya dari masing-masing persebaran tersebut?
4. Dari persebaran yang ada, apa saja keturunan bangsa yang dihasilkan oleh nenek moyang yang ada?
Akhirnya, saya melakukan kompilasi dari berbagai sumber dan akhirnya mampu terkumpul artikel sebagai berikut (dalam rangka share tugas yang dimiliki oleh adik saya tadi):
Pendapat Para Ahli Asal Usul nenek Moyang Bangsa
Indonesia
Asal
usul nenek moyang bangsa Indonesia hingga kini sebetulnya masih menjadi
perdebatan bagi para ahli sejarah (sejarawan). Masing-masing dari mereka
memberikan teori, bukti, argumen, dan alasan dari pendapat mereka untuk
memperoleh pembenarannya sendiri. Kendati begitu, ada satu pendapat yang
memperoleh dukungan paling kuat karena alasannya dapat dibuktikan secara logis
dengan bukti-bukti sejarah yang sudah terverifikasi. Ya, pendapat itu adalah pendapat
dari seorang sejarawan asal Belanda, Van Heine Geldern. Untuk mengetahui
bagaimana kisah asal usul nenek moyang bangsa Indonesia sesuai versi Geldern,
Anda dapat menyimak ulasannya di sini. Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Kendati sudah ada pendapat tentang asal usul nenek moyang bangsa Indonesia yang
paling beralasan kuat. Kita tentu perlu tahu beberapa pendapat ahli sejarah
lainnya, karena siapa tahu pendapat-pendapat mereka itulah yang merupakan
sebuah kebenaran.
Yang namanya sejarah itu hanya berdasar pada duga dan kira,
kebenaran absolut bukankah hanya tuhan yang tahu. Nah berikut ini adalah 15
pendapat ahli sejarah tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia yang
berhasil kami rangkum dari beberapa sumber.
1 1. Pendapat Drs. Moh. Ali
Drs. Moh. Ali beranggapan
bahwa asal usul nenek moyang bangsa Indonesia bersumber dari daerah Yunan,
Cina. Anggapan ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang menyebut jika bangsa
Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa yang
lebih kuat kala itu. Mereka kemudian pindah ke selatan, ke pulau-pulau di
Austronesia termasuk Indonesia. Ali berpendapat jika nenek moyang orang
Indonesia berasal dari hulu sungai besar yang berada di daratan Asia, mereka
berdatangan ke Indonesia dengan cara bergelombang. Gelombang pertama
berlangsung sejak 3.000 sampai 1.500 SM (Proto Melayu) sedangkan gelombang
kedua terjadi pada 1.500 sampai 500 SM (Deutro Melayu). Ciri-ciri kelompok yang
datang pada gelombang pertama adalah mereka masih berkebudayaan Neolitikum
dengan tipe perahu bercadik-satu sebagai alat transportasi menyeberangi lautan,
sedangkan orang-orang gelombang kedua memakai perahu bercadik-dua.
2.Pendapat Prof. Dr. H. Kern
Prof. Dr. H. Kern berpendapat
bila nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Ilmuan asal
Belanda ini menyebut jika hasil penelitiannya menunjukan bahwa
bahasa-bahasa yang dipakai oleh suku-suku di Indonesia, Mikronesia, Polinesia,
dan Melanesia, mempunyai akar yang sama, yaitu bahasa Austronesia. Dengan fakta
itu, ia menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berasal dari satu daerah yang sama
dengan bangsa-bangsa lain di wilayah Austronesia. Menurutnya, nenek-moyang
bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik menuju ke kepulauan
Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan bahasa
yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia. Selain nama geografis,
istilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya. Tetapi
pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt berdasarkan
perbendaharaan bahasa Campa.
3.Pendapat Willem Smith
Untuk menentukan asal usul
nenek moyang bangsa Indonesia, Willem Smith melakukan identifikasi terhadap
bahasa yang digunakan oleh bangsa-bangsa di sekitar Asia. Berdasarkan
penelitiannya, ia kemudian mengelompokan bahasa di sekitar Asia menjadi 3
bagian yaitu, bahasa Togon, bahasa Jerman, dan bahasa Austria. Nah, Indonesia
sendiri bersama dengan Melanesia, dan Polinesia digolongkan ke dalam penggunaan
bahasa Austria.
4.Pendapat Prof. Dr. Sangkot Marzuki
Prof. Dr. Sangkot Marzuki
menyebutkan jika nenek moyang bangsa Indonesia memiliki asal usul dan
keterkaitan dengan Austronesia dataran Sunda. Ini didasari oleh penelusuran
terkait DNA fosil-fosil manusia purba yang pernah ditemukan di Indonesia. Atas
dasar itu, ia kemudian menyanggah pendapat Van Heine Geldern yang menyebut jika
nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Menurutnya, Homo Erectus atau
Phitecantropus Erectus yang ditemukan sebagai manusia purba saat itu tidak
memiliki signifikasi dengan DNA manusia Indonesia zaman sekarang. Menurutnya,
mereka punah dan diganti oleh manusia species baru, yang berasal dari Afrika.
5.Pendapat Van Heine Geldern
Pendapat Van Heine Geldern
sebetulnya tak jauh beda dengan pendapat Kern. Ia menganggap jika bahasa
Indonesia adalah bahasa yang berasal dari Asia Tengah. Kendati lebih baru
dibanding dengan teori yang diajukan Kern, pendapat dan teori Geldern lebih
dapat dipercaya karena didukung oleh penemuan beberapa artefak, dan benda-benda
sejarah lainnya yang ditemukan di Indonesia memiliki kesamaan dengan
benda-benda sejarah yang ditemukan di daratan Asia.
6.Pendapat Prof. Mohammad Yamin
Prof. Mohammad Yamin menentang
semua teori-teori yang menyebut jika nenek moyang bangsa Indonesia justru
berasal dari luar Indonesia. Menurut beliau, orang Indonesia saat ini
benar-benar asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia justru malah
meyakini jika ada sebagian bangsa dan suku di luar negeri yang nenek moyangnya
berasal dari Indonesia. Landasan pemikiran yang menjadi dasar Yamin adalah
banyaknya temuan fosil dan artefak di Indonesia yang lebih lengkap dibanding
daerah lain di Asia. Contohnya, temuan fosil Pithecanthropus soloensis dan
wajakensis yang tidak diketemukan di daerah-daerah lain di Asia termasuk Asia
Tenggara (Indochina).
7.Pendapat Prof. Dr. Krom
Prof. Dr. Krom mengungkapkan
bahwa masyarakat Indonesia adalah keturunan asli orang-orang China Tengah. Hal
ini didasari pemikiran sederhana, yaitu karena di Cina Tengah banyak sekali
terdapat sungai besar. Sebagian dari mereka menyebar ke seluruh kawasan
Indonesia pada zaman batu tua (sekitar 2.000 SM sampai 1.500 SM).
8.Pendapat Dr. Brandes
Dr. Brandes berpendapat jika
suku-suku yang mendiami kepulauan Indonesia mempunyai kesamaan secara etnik,
fisik, maupun bahasa dengan beberapa bangsa yang mendiami daerah-daerah yang
melintang dari utara di Pulau Formosa (Taiwan), barat di Pulau Malagasi
(Madagaskar), selatan di Jawa dan Bali; serta timur di tepi pantai barat
Amerika.
9.Pendapat Hogen
Hogen berpendapat bahwa bangsa
yang mendiami pesisir Melayu di Sumatera beramilasi secara genetik dengan
bangsa Mongol yang datang pada gelombang pertama (Proto Melayu dan Deutro
Melayu).
10.Pendapat
Max Muller
Mac Muller berpendapat secara
lebih spesifik. Ia menyebut jika asal usul nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari semenanjung Asia Tenggara. Kendati begitu, alasan Muller ini tidak
didukung alasan yang jelas dan terverifikasi.
11.Pendapat
Mayundar
Mayundar berasumsi bahwa
bangsa-bangsa Austronesia yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia adalah
berasal dari India. Mereka menyebar ke beberapa wilayah di Indocina, ke
Indonesia, dan akhirnya ke Asia Pasifik. Asumnsi Mayundar ini didukung hasil
penelitiannya yang menyebut jika bahasa Austria adalah bahasa Muda di kawasan
India bagian timur.
12.Pendapat
Mens
Mens berpendapat bangsa
Indonesia sebetulnya berasal dari keturunan Mongol yang terdesak akibat
keberadaan bangsa bangsa lain yang lebih kuat. Mereka kemudian bermigrasi
secara besar-besaram ke arah selatan termasuk ke kawasan Indonesia
13.Pendapat
Sultan Takdir Alisyahbana
Sultan Takdir Alisyahbana
mengemukakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bernenekmoyangkan bangsa
melayu. Pendapatnya ini didasari oleh rumpun bahasa keduanya yang memiliki
kesamaan yang signifikan.
14.Pendapat
Gorys Kraf
Gorys Kraf berpendapat bahwa
bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang lebih maju dibanding kebudayaan
bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Ini berarti bahwa Indonesia adalah induk dari
bangsa-bangsa lain yang ada di wilayah Austronesia seperti Malaysia, Thailand,
Madagaskar, dan Selatan Indochina
15.Pendapat
Harry Truman Simandjutak
Harry Truman Simandjutak
mengemukakan bahwa bahasa yang banyak dipakai di Indonesia adalaha generasi
kedua dari Bahasa Austronesia. Ini menunjukan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari Pulau Formosa, di Taiwan.
Asal usul nenek moyang bangsa indonesia
(Proto-Melayu, Deutro Melayu, dan Melanesoid).
Penduduk asli
kepulauan Indonesia menurut Sarasin bersaudara adalah ras
berkulit gelap dan bertubuh kecil. Mulanya mereka tinggal di Asi bagian
tenggara. Namun, ketika zaman es mencair dan air laut naik hingga terbentuk
Laut Cina Selatan dan Laut Jawa sehingga memisahkan penggunungan vulkanik
kepulauan Indonesia dari daratan utama. Setelah itu, beberapa penduduk asli
kepulauan Indonesia tersisa dan menetap di daerah-daerah pedalaman, sedangkan
daerah pantai dihuni oleh penduduk pendatang. Oleh Sarasin, penduduk asli
tersebut disebut sebagai suku bangsa Vedda. Ras yang masuk dalam kelompok
tersebut, seperti suku bangsa Hieng di Kamboja, suku bangsa Miaotse Yao-Jen di
Cina, dan suku bangsa Senoi di Semenanjung Malaya.
Para
pendatang berikutnya membawa budaya baru yaitu budaya neolitik. Jumlah mereka
jauh lebih banyak daripada penduduk asli. Para pendatang tersebut datang dalam
dua tahap. Oleh Sarasin para pendatang tersebut disebut sbagai Proto-Melayu dan
Deutro Melayu. Kedatangan Proto-Melayu dan Deutro Melayu terpisah dan
diperkirakan lebih dari 2000 tahun yang lalu.
·Proto-Melayu
Diperkirakan
Proto-Melayu datang dari Cina bagian selatan. Proto-Melayu tersebut diyakini
sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar
sampai ke pulau-pulau paling timur di Pasifik. Ras Melayu tersebut mempunyai
ciri-ciri rambut lurus, kulit kuning kecokelat-cokelatan, dan bermata sipit.
Dari Cina bagian selatan (Yunan), Proto-Melayu berimigrasi ke Indocina dan ke
Siam, kemudian ke kepulauan Indonesia. Mula-mula Proto-Melayu tersebut
menempati pantai-pantai Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Di
Kepulauan Indonesia, Proto-Melayu membawa peradaban batu.
Pada
waktu datang para imigran baru (Deutro Melayu atau ras Melayu Muda),
Proto-Melayu berpindah masuk ke pedalaman dan mencari tempat baru ke
hutan-hutan untuk tempat hunian. Kedatangan Proto-Melayu terisolasi dari dunia
luar dan peradaban mereka memudar. Setelah itu, antara penduduk asli dan
Proto-Melayu melebur dan mereka kemudian menjadi suku bangsa Batak, suku bangsa
Dayak, suku bangsa Toraja, suku bangsa Alas, dan suku bangsa Gayo.
Adanya
kehidupan ras Proto-Melayu yang terisolasi menyababkan ras Proto-Melayu sedikit
mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu maupun kebudayaan Islam di kemudian
hari. Kelak para ras Proto-Melayu mendapat pengaruh Kristen sejak mereka
mengenal para penginjil yang masuk ke wilayah mereka untuk memperkenalkan agama
Kristen dan peradaban baru.
Adanya
persebaran suku bangsa Dayak hingga ke Filipina Selatan, Serawak, dan Malaka
menunjukkan rute perpindahan mereka dari kepulauan Indonesia. Sementara suku
bangsa Batak yang mengambil rute ke barat menyusuri pantai-pantai Burma dan
Malaka Barat. Ada beberapa kesamaan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa
Karen di Burma yang banyak mengandung kemiripan dengan bahasa batak.
·Deutro Melayu
Deutro
Melayu merupakan ras yang datang dari Indocina bagian selatan. Di kepulauan
Indonesia, Deutro Melayu membawa budaya baru berupa perkakas dan senjata besi
(kebudayaan Dongson). Deutro Melayu sering disebut dengan orang-orang Dongson.
Bila dibandingkan dengan ras Proto-Melayu, peradaban Deutro Melayu lebih
tinggi. Deutro Melayu membuat perkakas dari perunggu. Peradaban Deutro Melayu
ditandai dengan keahlian mereka mengerjakan logam dengan sempurna.
Perpindahan
Deutro Melayu ke kepulauan Indonesia dapat dilihat dari rute persebaran alat-alat
yang ditinggalkan di beberapa kepulauan di Indonesia. Alat yang mereka
tinggalkan berupa kapak persegi panjang. Peradaban tersebut dapat dijumpai di
Malaka, Sumatra, Kalimantan, Filipina, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam
bidang pengolahan tanah, Deutro Melayu mempunyai kemampuan membuat irigasi di
tanah-tanah pertanian. Sebelum mereka membuat irigasi, mereka terlebih dahulu
membabat hutan. Selain itu, ras Deutro Melayu juga mempunyai peradaban
pelayaran yang lebih maju bila dibandingkan dengan pendahulunya. Hal tersebut
karena petualangan yang dilakukan Deutro Melayu sebagai pelaut dan dibantu
dengan penguasaan mereka terhadap ilmu perbintangan.
Perpindahan
yang dilakukan Deutro Melayu ada juga yang menggunakan jalur pelayaran laut.
Sebagin dari ras Deutro Melayu ada yang mencapai kepulauan Jepang, bahkan ada
yang hingga ke Madagaskar. Kedatangan ras Deutro Melayu semakin lama semakin
banyak di kepulauan Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto-Melayu dan
Deutro Melayu membaur dan kemudian menjadi penduduk di kepulauan Indonesia.
Proto Melayu meliputi penduduk di Gayo dan Alas di Sumatra bagian utara serta
Toraja di Sulawesi. Semua penduduk di kepulauan Indonesia, kecuali penduduk
papua dan yang tinggal di sekitar pulau-pulau Papua adalah ras Deutro Melayu.
·Melanesoid
Selain
Proto-Melayu dan Deutro Melayu, di Indonesia juga ada ras lain yaitu ras
Melanesoid. Ras Melanesoid tersebar di Lautan Pasifik di pulau-pulau yang
letaknya sebelah Timur Irian dan Benua Australia. Ras Melanesoid di kepulauan
Indonesia tinggal di Papua. Suku bangsa Melanesoid menurut Daldjoeni sekitar
70% menetap di Papua dan yang 30% tinggal di beberapa kepulauan di sekitar
Papua dan Papua Nugini. Pada awalnya, kedatangan bangsa Melanesoid di Papua
berawal ketika zaman es berakhir (tahun 70000 SM). Ketika itu kepulauan
Indonesia belum berpenghuni. Ketika suhu turun hingga mencapai kedinginan
maksimal dan air laut menjadi beku, maka permukaan laut menjadi lebih rendah
100 m dibandingkan dengan permukaan saat ini. Pada saat tersebut muncul
pulau-pulau baru. Adanya pulau-pulau baru tersebut memudahkan makhluk hidup
berpindah dari Asia menuju ke kawasan Oseania.
Bangsa
Melanesoid melakukan perpindahan ke timur hingga sampai ke Papua dan kemudian
ke Benua Australia yang sebelumnya merupakan satu kepulauan yang terhubungkan
dengan Papua. Pada waktu itu, bangsa Melanesoid mencapai 100 jiwa yang meliputi
wilayah Papua dan Australia. Pada waktu masa es berakhir dan air laut mulai
naik lagi pada tahun 5000 SM, kepulauan Papua dan Benua Australia terpisah
seperti yang kita lihat saat ini. Adapun asal mula bangsa Melanesoid
adalah Proto Melanesoid. Proto Melanesoid tersebut adalah manusia Wajak yang
tersebar ke timur dan menduduki Papua, sebelum zaman es berakhir dan sebelum
kenaikan permukaan laut yang terjadi pada waktu itu. Manusia Wajak di Papua
hidup berkelompok-kelompok kecil di sepanjang muara-muara sungai. Manusia Wajak
tersebut hidup dengan menangkap ikan di sungai dan meramu tumbuh-tumbuhan serta
akar-akaran, serta berburu di hutan belukar. Tempat tinggalnya berupa
perkampungan-perkampungan yang terbuat dari bahan-bahan yang ringan. Sebenarnya
rumah tersebut hanya kemah atau tadah angina yang sering menempel pada dinding
gua yang besar. Kemah atau tadah angina tersebut hanya digunakan sebagai tempat
untuk tidur dan untuk berlindung, sedangkan untuk aktivitas yang lain dilakukan
di luar rumah.
Setelah
itu, bangsa Proto Melanesoid terdesak oleh bangsa Melayu. Bangsa Proto
Melanesoid yang belum sempat mencapai kepulauan Papua melakukan pencampuran
dengan bangsa Melayu. Pencampuran kedua bangsa tersebut menghasilkan keturunan
Melanesoid-Melayu yang saat ini merupakan penduduk Nusa Tenggara Timur dan
Maluku.
Berdasarkan
kesimpulan Kern bahwa nenek-moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa
di Vietnam Utara
(Tonkin), Kamboja, dan Kochin Cina (Indocina). Namun, sebelum mereka tiba di
Kepulauan Indonesia, di Indonesia sendiri telah ada bangsa yang lebih dulu
berdiam. Bangsa tersebut berkulit hitam dan berambut keriting (ras Negrito).
Hingga sekarang bangsa tersebut mendiami Indonesia bagian timur pedalaman dan
sebagian Australia. Jadi, sebetulnya bangsa berkulit hitam inilah yang
merupakan penduduk asli Indonesia.
Sementara
itu, sekitar tahun 1.500 SM, bangsa dari Campa terdesak oleh bangsa lain yang
lebih kuat yang datang dari Asia Tengah (sekitar Mongol). Bangsa yang terdesak
ini lalu bermigrasi ke Kamboja dan meneruskannya ke Semenanjung Malaka. Dari
Malaka, mereka melanjutkan pelariannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Filipina. Yang di Filipina lalu melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi dan
Maluku.
Selanjutnya,
mereka yang mendiami wilayah Indonesia membentuk komunitas masing-masing.
Mereka berkembang menjadi suku-suku tersendiri, seperti Aceh, Batak, Padang,
Palembang, di Sumatera; Sunda dan Jawa di Pulau Jawa; Dayak di Kalimantan,
Minahasa, Bugis, Toraja, Makassar di Sulawesi; Ambon di Maluku. Sedangkan
mereka yang bercampur dengan bangsa asli yang berkulit hitam berkembang menjadi
suku-suku tersendiri, seperti di Flores.
Selain
teori di atas, ada pendapat yang menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
adalah orang-orang Melayu.
Bangsa
Melayu ini telah mendiami Indonesia bagian barat dan Semenanjung Melayu
(Malaysia) sejak dulu. Para ahli membagi dua bangsa Melayu ini: Proto Melayu
atau Melayu Tua dan Deutro Melayu atau Melayu Muda.
1. Melayu
Tua (Proto Melayu)
Bangsa
Melayu Tua ini memasuki wilayah Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM.
Mereka masuk melalui dua rute: jalan barat dan jalan timur. Jalan barat adalah
melalui Semenanjung Melayu kemudian terus ke Sumatera dan selanjutnya menyebar
ke seluruh Indonesia. Sementara jalan timur adalah melalui Kepulauan Filipina
terus ke Sulawesi dan kemudian tersebar ke seluruh Indonesia. Para ahli
memperkirakan bahwa bangsa Melayu Tua ini peradabannya satu tingkat lebih
tinggi dibandingkan dengan manusia purba yang ada di Indonesia. Orang-orang
Melayu Tua ini berkebudayaan Batu Muda (Neolitikum). Benda-benda buatan mereka
masih menggunakan batu namun telah sangat halus. Kebudayaan kapak persegi
dibawa bangsa Proto Melayu melalui jalan barat, sedangkan kebudayaan kapak
lonjong melalui jalan timur. Sebagian dari mereka ada yang bercampur dengan ras
kulit hitam.
Pada
perkembangan selanjutnya, mereka terdesak ke arah timur karena kedatangan
bangsa Melayu Muda. Keturunan Proto Melayu ini sampai kini masih berdiam di
Indonesia bagian timur, seperti di Dayak, Toraja, Mentawai, Nias, dan Papua.
Sementara itu, bangsa kulit hitam (Ras Negrito) yang tidak mau bercampur dengan
bangsa Proto Melayu lalu berpindah ke pedalaman atau pulau terpencil agar
terhindar dari pertemuan dengan suku atau bangsa lain yang mereka anggap
sebagai “peganggu”. Keturunan mereka hingga kini masih dapat dilihat meski
populasinya sedikit, antara lain orang Sakai di Siak, orang Kubu di Palembang,
dan orang Semang di Malaka.
2. Melayu
Muda (Deutro Melayu)
Bangsa
Melayu Muda memasuki kawasan Indonesia sekitar 500 SM secara bergelombang.
Mereka masuk melalui jalur barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Melayu terus
ke Sumatera dan tersebar ke wilayah Indonesia yang lain. Kebudayaan mereka
lebih maju daripada bangsa Proto Melayu. Mereka telah pandai membuat
benda-benda logam (perunggu). Kepandaian ini lalu berkembang menjadi membuat
besi. Kebudayaan Melayu Muda ini sering disebut kebudayaan Dong Son. Nama Dong
Son ini disesuaikan dengan nama daerah di sekitar Teluk Tonkin (Vietnam) yang
banyak ditemukan benda-benda peninggalan dari logam. Daerah Dong Son ini
ditafsir sebagai tempat asal bangsa Melayu Muda sebelum pergi menuju Indonesia.
Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia di antaranya adalah
kapak corong (kapak sepatu), nekara, dan bejana perunggu.
Benda-benda
logam ini umumnya terbuat dari tuangan (cetakan). Keturunan bangsa Deutro
Melayu ini selanjutnya berkembang menjadi suku-suku tersendiri, misalnya
Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Minang, dan lain-lain. Kern menyimpulkan hasil
penelitian bahasa yang tersebar di Nusantara adalah serumpun karena berasal
dari bahasa Austronesia Perbedaan bahasa yang terjadi di daerah-daerah
Nusantara seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minangkabau, dan
lain-lainnya, merupakan akibat dari keadaan alam Indonesia sendiri yang
dipisahkan oleh laut dan selat.
Di
samping dipisahkan oleh selat dan samudera, perbedaan bahasa pun disebabkan
karena setiap pulau di Indonesia memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda.
Semula bahasa bangsa Deutro Melayu ini sama, namun setelah menetap di tempat
masing-masing mereka pun mengembangkan bahasa tersendiri. Kosakata yang dulu
dipakai dan masih diingat tetap digunakan, sedangkan untuk menamai benda-benda
yang baru dilihat di tempat tinggal yang baru (Indonesia) mereka membuat
kata-kata mereka sendiri. Jadi, jangan heran, bila ada sejumlah kata yang
terkadang sama bunyinya di antara dua suku namun memiliki arti yang berbeda
sama sekali, tak ada hubungan. Ada pula kata yang memiliki arti yang masih
berhubungan meski tak identik, seperti kata “awak”. Kata awak bagi orang Minang
berarti “saya”, sedangkan menurut orang Sunda berarti “badan”.
Selanjutnya,
bangsa Melayu Muda inilah yang berhasil mengembangkan peradaban dan kebudayaan
yang lebih maju daripada bangsa Proto Melayu dan bangsa Negrito yang menjadi
penduduk di pedalaman. Hingga sekarang keturunan bangsa Proto Melayu dan
Negrito masih bermasyarakat secara sederhana, mengikuti pola moyang mereka, dan
kurang bersentuhan dengan budaya luar seperti India, Islam, dan Eropa.
Sedangkan bangsa Deutero Melayu mampu berasimilasi dengan kebudayaan Hindu-
Budha, Islam, dan Barat.
Jenis
Bangsa Prasejarah Indonesia & Keturunan Persebarannya
Dengan
adanya migrasi/perpindahan bangsa dari daratan Asia ke Indonesia, maka pada
zaman prasejarah di Kepulauan Indonesia ternyata sudah dihuni oleh berbagai
bangsa yang terdiri dari:
1.Bangsa
Melanisia/Papua Melanosoide yang merupakan Ras Negroid memiliki ciri-ciri
antara lain: kulit kehitam-hitaman, badan kekar, rambut keriting, mulut lebar
dan hidung mancung. Bangsa ini sampai sekarang masih terdapat sisa-sisa
keturunannya seperti Suku Sakai/Siak di Riau, dan suku-suku bangsa Papua
Melanosoide yang mendiami Pulau Irian dan pulau-pulau Melanesia.
2.Bangsa
Melayu Tua/Proto Melayu yang merupakan ras Malayan Mongoloid memiliki ciri-ciri
antara lain: Kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk
mulut dan hidung sedang. Yang termasuk keturunan bangsa ini adalah Suku Toraja
(Sulawesi Selatan), Suku Sasak (Pulau Lombok), Suku Dayak (Kalimantan Tengah),
Suku Nias (Pantai Barat Sumatera) dan Suku Batak (Sumatera Utara) serta Suku
Kubu (Sumatera Selatan).
3.Bangsa
Melayu Muda/Deutro Melayu yang merupakan rasa Malayan Mongoloid sama dengan
bangsa Melayu Tua, sehingga memiliki ciri-ciri yang sama. Bangsa ini berkembang
menjadi Suku Aceh, Minangkabau (Sumatera Barat), Suku Jawa, Suku Bali, Suku
Bugis dan Makasar di Sulawesi dan sebagainya.
Perpindahan/Migrasi
Bangsa-bangsa ke Indonesia
Manusia pendukung
yang berperan aktif dalam rangka penyebaran kebudayaan itulah merupakan suatu
bangsa yang melakukan perpindahan/imigrasi dari daratan Asia ke Kepulauan
Indonesia bahkan masuk ke pulau-pulau yang tersebar di Lautan Pasifik.
Bangsa yang
berimigrasi ke Indonesia berasal dari daratan Asia tepatnya Yunan Utara
bergerak menuju ke Selatan memasuki daerah Hindia Belakang (Vietnam)/Indochina
dan terus ke Kepulauan Indonesia, dan bangsa tersebut adalah:
1. Bangsa Melanesia atau disebut juga dengan Papua
Melanosoide yang merupakan rumpun bangsa Melanosoide/Ras Negroid. Bangsa ini
merupakan gelombang pertama yang berimigrasi ke Indonesia.
2. Bangsa Melayu yang merupakan rumpun bangsa
Austronesia yang termasuk golongan Ras Malayan Mongoloid. Bangsa ini melakukan
perpindahan ke Indonesia melalui dua gelombang yaitu:
- Gelombang pertama tahun 2000 SM, menyebar dari
daratan Asia ke Semenanjung Melayu, Indonesia, Philipina dan Formosa serta Kepulauan
Pasifik sampai Madagaskar yang disebut dengan Proto Melayu. Bangsa ini masuk ke
Indonesia melalui dua jalur yaitu Barat dan Timur, dan membawa kebudayaan
Neolithikum (Batu Muda)
- Gelombang kedua tahun 500 SM, disebut dengan
bangsa Deutro Melayu. Bangsa ini masuk ke Indonesia membawa kebudayaan logam
(perunggu).