Mulut ataupun ucapan lisan kita terkadang mampu membekas sangat dalam pada orang lain. Bekas tersebut bentuknya ada 2 hal yaitu kategori positif contohnya menginspirasi, menyadarkan, memotivasi bahkan menumbuhkan harapan, sedangkan hal lainnya yaitu kategori negatif misalnya saja ejekan, cemoohan, makian, perkataan yang mengandung unsur kebencian dan hinaan. Bagi orang lain yang mendapat kategori pertama dari lisan kita maka sungguh menjadi ladang amalan baik, sedangkan bagi orang lain yang mendapat kategori kedua maka sungguh hal yang menyakitkan dan menjadi amalan buruk kita. Tidaklah mudah untuk menghindari omongan negatif ketika berbincang dan berdiskusi dengan orang lain. Hal itu sungguh dipengaruhi oleh kebiasaan kita. Apa yang diucapkan oleh lisan kita juga dipengaruhi oleh apa yang kita baca, kita dengar dan mungkin apa yang kita lihat dan pikirkan. Maka perkataan yang baik (bagus) kepada orang lain, dalam ajaran Islam, diyakini sebagai sedekah bahkan kategori dakwah. Kecenderungan lebih enak dan mengasyikkan ketika menggunjing, berkata kotor, mesum, bercanda, hal tersebut sudahdisadari banyak orang. Namun cara menghindarinya belum mampu dilakukan oleh mereka. Pengaruh tontonan (film) memiliki persentase sekitar 15 % bahkan bisa lebih. Kita sadari sendiri bahwa minat baca masyarakat Indonesia secara umum masih rendah, sehingga jarang hal-hal yang diomongkan dilatarbelakangi oleh jenis bacaan. Karena belum kelasnya masyarakat kita membahas yang sedikit intelek dan berkualitas, ini secara riil terjadi di lapangan. Harapan penulis dengan generasi baru yang dikondisikan sejak dini maka bangsa Indonesia kedepan jika MAMPU berkomitmen maka memiliki kenaikan persentase dalam minat baca karena semakin banyaknya kaum terdidik dan terpelajar. Sehingga apa yang diomongkan, apa yang dibahas, apa yang diobrolkan itu memiliki harga dan nilai yang baik bukan sekedar gosip dan gunjingan belaka.
Masyarakat saat ini banyak meniru dari yang ditonton, apalagi saluran TV kabel sudah bisa dinikmati sampai kota pinggiran, tidak lagi hanya konsumsi kota-kota besar. Internet dan mudahnya akses informasi juga membuat style dan selera tontonan masyarakat menjadi berubah. Sayangnya acara maupun tontonan yang edukatif dan memiliki nilai pengajaran moral, etika, nilai kemanusiaan itu sudah sedikit jumlahnya. Entah itu beruba hiburan, film, drama, bahkan acara live hiburan hingga ke tayangan berita.
Paragraf diatas maksud penulis adalah memaparkan faktor pendorong dari kualitas pembicaraan, mutu obrolan, selera topik perbincangan, dan akhirnya menjadi lifestyle masyarakat apa yang menjadi trend untuk diobrolkan. Terlepas dari beragamnya isi obrolan tadi, maka anjuran untuk menjaga lisan, menjaga perkataan adalah butuh latihan. jadi latihan berbicara itu perlu dilakukan, sama halnya latihan untuk menulis, latihan jurnalisme, latihan mendengar, latihan berpidato, dan lainnya. Yang penulis maksud disini bukan berbicara formal saja yang perlu dilatih namun ketika ngobrol (informal) juga dilatih untuk membicarakan hal yang baik, akan lebih bagus jika isinya adalah penyemangat, dakwah, syiar, hingga hal-hal yang mencerahkan. Kalaupun ketika kondisi emosional sedang tidak menentu akan lebih baik dengan Diam. Nah, itu cara terbaik ketika kita sedang marah ataupun kondisi uring-uringan. Perlu diingat, mulut/lisan ini menjadi sangat beracun dibandingkan bisa ular sekalipun atau sebaliknya memiliki nilai lebih dibanding berlian. Lisan harus benar-benar dijaga dari perkataan yang sia-sia. Perbanyaklah mendengar tausyiah dari siapa saja, perbanyak membaca, kalaupun menonton suatu hiburan tontonlah yang masih memiliki nilai edukasi.
Sebetulnya hal tersebut kembalinya pada pribadi (sifat & karakter bawaan) manusia itu sendiri (40%), keluarga dan orang terdekat (20%), bahan bacaan & media informasi (15%), sekolah /perkuliahan (15%), teman pergaulan/ rekan kerja (8 %), dan sisanya yang belum masuk kategari diantara 5 hal tersebut. Persentase itu hanyalah asumsi bahwa paling tidak 5 hal/aspek tersebut dari pribadi kita memilikinya dan sedikit banyak persentase tadi cocok, kecuali jika memiliki kondisi khusus misalnya pada masyarakat di kawasan perang atau konflik yang hidupnya belum bisa normal, atau daerah pedalaman yang belum tersentuh pendidikan dan media informasi modern. Kita pernah melihat bahwa dalam sebuah film dimana orang yang tinggal dengan sekelompok hewan (kera atau binatang lainnya) maka kosakata bahasa yang digunakanpun mungkin terbatas sehingga omongan yang keluar dari lisannya juga terbatas. Maksud dari penulis adalah demikian adanya. Lisan itu kaitannya dengan bahasa, nah isi dari artikel ini lebih cenderuang pada content (isi/pembicaraan) bukan seberapa seseorang itu mahir berbicara dalam banyak bahasa, atau seberapa banyak bahasa asing yang dikuasai. Menurut penulis, jumlah sedikit dari bahasa yang dikuasai itu akan menjadi lebih baik dibanding multilingual namun dia selalu berbicara kasar, jorok, cemoohan, bahkan isinya hanya ngibul dan fitnah saja.
Pernahkah mendengar bisa (racun) ular yang membunuh korbannya seketika itu juga, ada juga bisa ular yang membunuh korban membutuhkan waktu lama karena proses menyebarnya racun juga lama? Nah, lisan juga disini akan lebih mematikan daripada bisa (racun) dari ular yang terganas sekalipun. Ada sekelumit cerita di sebuah masyarakat yang ingin mematikan salah satu jenis tanaman namun bukan dengan cara menebang atau mencabutnya. Masyarakat itu hanya perlu setiap kali melewati pohon/tanaman itu berkata "tanaman jelek, mati saja kamu!" dan hal ini dilakukan oleh semua anggota masyarakat tersebut setiap kali melewati tanaman yang dimaksud. Nah ternyata, tidak mebutuhkan waktu lama, hanya beberapa minggu saja (kurang dari sebulan) maka tanaman itu layu, makin layu dan akhirnya mati. Sehingga perkataan atau lisan ini bisa disimpulkan memiliki keampuhan tersendiri bahkan hingga kepada tanaman. Meski itu hanya cerita tapi memberikan pesan moral bahwa lisan yang berisi perkataan negatif memiliki dampak buruk bagi si penerima (yang mendengarkan). Wah, kalau begitu tidak apa-apa dong, karena si pelaku terhindar dari masalah. Eits, sebentar, karena ternyata lisan kita, ucapan/ perkataan yang disampaikan yang keluar dari mulut kita nantinya juga akan dipertanggungjawabkan. Tahu makna doa? kata-kata yang diucapkan kita juga mampu bisa berubah menjadi doa yang mustajab dan tidak ada hijabnya dengan Sang Khaliq, contoh saja adalah doa bagi orang yang sedang teraniaya ataupun keadaan terdesak dan terancam.
Apapun alasannya, apapun pertimbangannya, apapun motifnya, marilah perbaiki kualitas omongan kita. Jagalah lisan kita dari kata-kata yang negatif. Jika belum mampu maka diamlah. Jangan sampai lisan ini lebih beracun dari bisa ular, sebaliknya keluarkan kata-kata yang mampu menyembuhkan, mengobati, menguatkan dan menginspirasi. Jika belum mampu, ketika sedang dalam situasi diskusi jadilah pendengar yang baik, selektif dalam mendengar, selektif dalam membaca, selektif dalam menonton, bukan karena memilih teman tertentu saja namun dalam kerangka pmebelajaran/pelatihan. Dan ketahuilah bahwasanya hidup itu sarana pembelajaran yang tiada henti, hidup itu pelatihan dan ujian bagi manusia yang tiada habis-habisnya, hingga benar-benar menang dan menaklukan hidup atau sebaliknya kalah ketika jiwa ini sudah terlepas dari raganya yaitu maut menjemput. Okelah kawan, lidah yang tidak bertulang ini terkadang sulit dikendalikan meski tidak runcing namun lebih tajam daripada pedang, meski didalam mulut namun memiliki bisa yang mematikan dibandingkan racun ular. Selamat, menjaga lisan, berkatalah yang baik atau sekali lagi diamlah. Sometimes silent is gold.
Bacaan tentang ular, jenis ular, spesiesnya, dari yang beracun hingga ular sawah yang tidak membahayakan bisa dijumpai dalam teks bergenre Report. Jenis teks Report memiliki tujuan pada pembacanya adalah memberikan informasi tentang sebuah fenomena alam secara ilmiah ataupun bisa fenomena sosial yang sifatnya faktual (beradasarkan fakta yang ada). Topiknya bisa berupa, hasil karya manusia, tema sosial (pengangguran, demonstrasi, kerusuhan, makar, dll), tema bencana alam misalnya gempa bumi, banjir, tanah longsor, dll. Berikut contoh teks Report pada jenjang kelas XI SMA/MA, bacaan berjudul : "Snakes";
SNAKES
Snakes are reptiles (cold-blooded creatures). They belong to the same
group as lizards (the scaled group, Squamata) but form a sub-group of their own
(Serpentes).
Snakes have two legs but a long time ago they had claws to help them
slither along.
Snakes are not slimy. They are covered in scales which are just bumps
on the skin. Their skin is hard and glossy to reduce frictiion as the snake
slithers along the ground.
Snakes often sun-bake on rocks in the warm weather. This is because
snakes are cold-blooded and they need the suns’ warmth to heat their body up.
Most snakes live in country. Some types of snakes l;ive in trees, some
live in water, but most live on the ground in deserted rabbit burrows, in
thick, long grass and old logs.
A snake’s diet usually consists of frogs, lizards, and mice and other
snakes. The Anaconda can eat small crocodiles and even wild boars.
Many snakes protect themselves with their fangs. Boa constrictor can
give you a bear hug which is so powerful it can crush every single bone in your
body. Some snakes are protected by scaring their enemies away like the cobra.
The flying snakes glides away from danger. Their ribs spread apart and the skin
stretches out. Its technique is just like the sugar glider’s.
QUESTIONS
1.
What do you know about snakes?
2.
Why do most snakes have hard and glossy skin?
3.
What do snakes often sun-bake on the rocks in
the warm weather for?
4.
What do snakes feed on?
5.
What does paragraph four show us about?
No comments:
Post a Comment