Film Ekskul tahun 2006 yang diangkat dari kisah nyata tentang kehidupan seorang pelajar yang berakhir dengan bunuh diri. Tokoh Joshua yang digambarkan sebagai remaja dari keluarga yang ayah ibunya super sibuk, si ayah yang bersikap keras dan ditambah lagi ia dibully oleh geng (yang tidak lain temannya sendiri) di sekolahnya. Namun proses pembully-an yang disasarkannya tiap hari padanya ini justru semakin hari semakin membuat Joshua bertambah dendam pada geng tersebut hingga puncaknya ia melakukan penyekapan terhadap 3 orang cowok yang tidak lain adalah geng yang suka menganiaya dirinya dan ditambah 3 orang cewek. Kejadian tersebut menjadi adegan utama dengan alur flashback maju-mundur-maju, menceritakan penyebab dari tindakan penyekapan tersebut. Dengan keberadaan Joshua yang kebetulan awalnya adalah siswa yang pintar dan bagus di bidang olahraga, kemudian didorong rasa iri, ia dijebak temannya yaitu diadu domba dengan anggota timnya. Ia dituduh melakukan tindakan jahil alias usil karena menaruh bangkai kucing di loker teman setimnya tersebut. Itulah penyebab 3 orang temannya membalas dendam dengan membully Joshua setiap hari. Sejak saat itulah Joshua dibikin malu, dianiaya, dan direndahkan sampai kekerasan fisik di depan murid-murid yang lain. Ini sangat membekas terhadap kejiwaan Joshua, ia tidak merasa nyaman lagi berada di lingkungan sekolah, sedangkan ketika ia pulang ke rumahpun mengalami perlakuan yang sama. Ia sering kena marah oleh ayah, ditambah ibunya yang judes dan kurang pengertian pada Joshua. Sikap ayahnya yang suka melakukan kekerasan fisik berdampak pada mental Joshua, ia menjadi pemurung, pendiam, suka menyendiri dan menutup diri terhadap orang luar.
Proses kejiwaan remajanya di sisi lain juga bergejolak, dari kejadian ia di pelonco habis-habisan di toilet hingga digantung di gerbang sekolah depan banyak siswa sambil diteriaki, disoraki, dan dilecehkan baik fisik maupun mental membuatnya depresi. Puncaknya ia memutuskan untuk bunuh diri dengan membeli sebuah pistol plus sebutir peluru dari seorang kriminal. Sebelum ia berencana bunuh diri, ia melampiaskan kekesalannya kepada teman yang selama ini menindasnya, membully, merendahkan, melecehkan dirinya. Cara yaitu ia membuat panggilan palsu mengatasnamakan guru BK yang ditujukan terhadap target (para korban). Rencana itu sukses dan akhirnya terjadilah penyekapan. Ia melakukan penyekapan atau penyanderaan itu sebetulnya bertjuan ingin memberi pelajaran pada temannya agar jera. Sekaligus memberitahu kepada publik bahwa selama ini terjadi pembully-an di sekolah itu. Ia ingin teman-temannya tadi juga merasakan gimana rasanya ditindas, diperlakukan kasar, disiksa dan dilecehkan. Yap, perilaku Joshua yang aneh ini pun sebagai imbas perlakuan orang lain yang kasar terhadap dirinya. Kejadian penyanderaan itu menjadi liputan media televisi, aparat polisi diterjunkan untuk menangani kejadian ini. Meskipun akhirnya polisi juga menemukan jalan buntu, yang pada endingnya justru Joshua mengarahkan sebutir peluru tersebut ke kepalanya sendiri.
Film yang diangkat dari kejadian nyata tersebut menggambarkan dampak buruk terhadap mental seorang korban karena diperlakukan semena-mena. Ketidakadilan itu biang masalahnya. Sejatinya masalah tidak akan kronis jika keluarga yang menjadi tempat berlabuh memiliki nuansa nyaman dan menyejukkan hati. Sepulang beraktivitas entah dari sekolah maupun bekerja jika itu orang dewasa, maka jika di rumah suasananya kacau dan cekcok, hawa penuh emosi dan panas, konflik antar anggota keluarga, ayah dengan anak, atau suami dengan istri, dsb maka semakin menambah seseorang merasa terpuruk sehingga mencari pelarian solusi yang terkadang salah arah, kalopun tidak mencari dunia luar maka berdampak pada masalah kejiwaan orang tersebut biasanya tiba-tiba menjadi pendiam, penyendiri, pendendam, merasa paling terhina sendiri dan masalah-masalah mental hingga depresi. Lebih-lebih jika dialami oleh seorang pelajar tingkat SMA yang notabene sedang mengalami masa pubertas, masa remaja sebagai momen pencarian jati diri, gejolak emosi yang belum stabil, butuh pengakuan diri, butuh penghargaan dan cenderung bergaul dengan orang yang bisa menerima keadaannya. Terkadang mencari teman yang senasib yang akhirnya membentuk sebuah geng, jika tidak bisa diarahkan lagi memunculkan perilaku menyimpang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Maka menjadi penting manakala rumah atau keluarga tersebut juga ikut membantu mengarahkan sekaligus mendidik putra-putrinya ketika berada di lingkungan keluarga, tidak mengandalkan sekolah ansich. Begitu pentingnya keluarga sehingga jika seorang anak yang tinggal atau berasal dari keluarga yang broken home maka membawa dampak negatif personal terhadap remaja. Ini terus berdampak pada pergaulannya, prestasinya terkadang menurun, hingga pelarian pada drugs dan narkotik bahkan kekerasan seperti berkumpul dengan anak sejenis, senasib, membentuk geng.
Pentingnya mentoring yang diadakan di sekolah-sekolah sejatinya membentuk karakter remaja yang senantiasa dibimbing, diarahkan dan disadarkan tentang jati dirinya sebagai manusia yang memiliki keunggulan dan keistimewaan dibanding makhluk lain. Dengan pendekatan spiritual remaja diarahkan pada penanaman kepribadian dan integritas yang baik, dihadapkan pada masa depan dan cita-cita luhur sebagai generasi penerus yang memiliki kepribadian tangguh, disiplin, memiliki etos tinggi, daya dobrak dan kreativitas yang memang dibutuhkan untuk membawa bangsa ini maju. Pembinaan secara berkesinambungan sangat dibutuhkan karena secara psikologis remaja juga masih labil. Diskusi ilmiah, aktivitas ekskul di sekolah yang positif agar dioptimalkan untuk mengembangkan talenta para remaja agar tidak terjebak dan terjerumus pada perilaku menyimpang.
Catatan kecil dari film ekskul ini memberi kesimpulan bahwa seseorang yang tertindas berdampak pada sikap mereka yang lambat laun memunculkan dendam yang sewaktu-waktu akan digunakannya untuk membangkang, memberontak, melawan atau jika depresi tingkat tinggi/putus asa itu berujuang pada bunuh diri, sebuah perbuatan yang sangat dicela dalam agama.
Rakyat Yang Tertindas, Bom Waktu Yang Siap Menggulingkan Penguasa Tirani
Di tahun politik ini rakyat mulai belajar dari pengalaman, melihat kinerja pemimpin, kinerja bukan berarti hanya kerja namun juga kualitas dari hal yang dikerjakan oleh pemimpin tersebut. Daripada terbuai dengan pencitraan maka fakta di negeri ini sudah menjadi bukti sejak 2014 hingga bulan februari 2018, seperti apa kinerja pemerintah. Gampang saja dalam demokrasi, rakyat tahu yang mana yang perlu dipertahankan yang mana yang harus ditenggelamkan. Tidak selamanya aib, penipuan, bangkai, bisul, borok itu disembunyikan. Yang benar akan terlihat meski itu ditutup-tutupi, yang jelek akhirnya terbuka juga meski semua media nasional memolesnya agar terkesan hebat. Kejayaan rezim itu ada kuotanya, ada waktunya, dan pastilah sesuatu yang buruk akhirnya hancur, kenapa juga harus dipertahankan, ganti saja dengan yang lain, toh di negara ini masih banyak orang-orang baik yang hebat dan peduli terhadap rakyat, yang bercita-cita luhur menjadikan bangsa ini sejahtera dan bermartabat. Bagaimana rakyatnya memiliki martabat jika terbelit dengan ekonomi yang kacau, utang negara saja tembus 4000 triliun gimana negeri ini mau maju. Selama ini mana kemajuan yang pernah dijanjikan pemimpin yang sekarang berkuasa, kondisi ekonomi rakyat saat ini sungguh terpuruk (fakta bukan penggiringan opini). Enggak mampu memimpin? Pensiun saja jadi pemimpin. Harapan baru untuk presiden baru di tahun 2019. Rakyat golongan tertindas adalah bahan bakar utama yang mudah digerakkan untuk menggulingkan penguasa yang gak becus ngurus ekonomi negara, meskipun disana ada menteri yang hebat namun jika nahkodanya incapabale maka bangsa ini akan tetap jalan di tempat. Gelorakan Gerakan Perubahan!
Related Posts: