Belajarlah yang rajin nanti kamu menjadi orang pintar. Begitulah
nasehat yang sering kita dengar dari para orang tua dan guru. Setelah menjadi
orang pintar, untuk apakah kepintaran kita itu? Ternyata tujuan untuk belajar
jika hanya menjadi orang pintar adalah sebuah tujuan yang dangkal. Hal itu
belum menyentuh hakikat keberadaan manusia di alam semesta. Kepintaran atau
kepandaian manusia bukan tujuan akhir ketika kita belajar.
Mari pahami dulu apa itu definisi belajar. Secara umum, pengertian
belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan suatu makhluk (termasuk juga
hewan) dari yang sebelumnya pandir
(bodoh) menjadi tahu (pintar), yang sebelumnya tidak mahir menjadi terampil,
yang sebelumnya gagal menjadi sukses, dari yang kurang ilmu menjadi bertambah
ilmu pengetahuannya, dll. Nah, setelah mendapatkan kepandaian, kesuksesan,
ketrampilan, dan luasnya wawasan ilmu pengetahuan harapan selanjutnya adalah
mampu memberikan manfaat pada diri, orang lain, keluarga, masyarakat, negara,
bangsa serta agama. Dengan jalan tersebut diharapkan Tuhan ridho kepada jalan yang
kita lalui yaitu menjadi agen kebaikan bagi alam semesta.
Kesibukan Yang Bermakna
Kata “Belajar” seringkali berkaitan dengan murid, guru, pelajaran, ilmu,
sekolah, madrasah bahkan terkadang ada kaitannya dengan pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Mari kita batasi kata belajar untuk sementara waktu
pada tataran murid dan keilmuannya. Pendidikan merupakan domain yang lebih
spesifik dibandingkan belajar itu sendiri, jika sudut pandangnya adalah sistem
penjenjangan (tingkatan) dengan kurikulum yang memiliki standar tertentu.
Sedangkan kata belajar bisa terlepas dari sistem baku dengan kurikulum formal,
belajar tidak mengenal umur, tidak dibatasi tempat (terbebas dari ruang dan
waktu). Contohnya, tukang sol sepatu ia belajar cara mengesol sepatu yang
benar, efisien dengan hasil sol yang kuat sehingga pelanggannya puas, Ia tidak
dibatasi oleh usianya dan latarbelakang tempat asal. Dan hal tersebut terkadang
tidak ada dalam kurikulum baku karena sol sepatu termasuk ketrampilan hidup
(life skill) yang diambil bebas dari pengalaman selama menjalani profesi
tersebut, dengan bergulirnya waktu, si pelaku memiliki pengalaman.
Nah, kegiatan atau aktivitas tersebut bisa dikatakan sebagai
manifestasi atau wujud belajar (dari pengalaman), belajar untuk mendapatkan
hasil yang terbaik. Aktivitas belajar ini dapat menjadi hal utama yang
menyibukkan manusia selama ia hidup di dunia. Selama kesibukan yang dilakukan
manusia memiliki manfaat (makna tertentu) maka itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran. Sehingga istilah long life education menjadi hal yang
sangat sesuai dilakukan oleh manusia. Apalagi dalam ajaran Islam, manusia
adalah khalifah di bumi. Dimana segala tugas dan tanggungjawab itu terbebankan
kepada manusia, jika tugas tersebut sukses maka tentunya ada reward yang besar, sebaliknya jika lalai
akan tanggung jawabnya maka ada konsekuensi yang harus ditanggung. Dan manusia
bisa belajar dari kegagalannya, sama seperti orang yang berdosa masih diberikan
pintu untuk bertaubatan nasuha kepada Tuhannya.
Tidak sembarang aktivitas yang menyibukkan itu selalu membawa manfaat.
Terkadang justru sebaliknya melalaikan dari tujuan utama, untuk apa manusia itu
hidup. Maka marilah belajar untuk fokus pada aktivitas yang benar-benar sarat
dengan kebaikan dan kebermanfaatan.
Di banyak tempat seringkali kita dengan mudah menjumpai banyak orang
yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sejak pagi-pagi buta sudah mulai
bekerja hingga malam hari sibuk dengan pekerjaan. Hal itu rutin dilakukan
setiap hari. Dibela-belain membanting tulang demi sesuap nasi penyambung hidup
dirinya beserta keluarganya. Hal ini memungkinkan adanya unsur kejenuhan, jika
manusia hanya mengejar materi secara fisik tanpa dibekali sisi ruhiyah dan
konsep ajaran ibadah yang benar. Konsep tentang “bekerja adalah salah satu
bentuk ibadah,” harus diresapi sebagai makna bahwa koridor kebaikan itu menjadi
bingkai utama dalam melakukan pekerjaan. Jika pekerjaan yang dilakukan sudah
melenceng dari bingkai tersebut, maka hal ini termasuk kategori kesibukkan yang
melenakan bahkan justru menjadi kesibukan yang destruktif. Hindarilah jenis
kesibukan seperti ini.
Sukses Belajar, Belajar Sukses
Menurut penafsiran saya, frase sukses belajar itu adalah mengerti
dengan benar cara terbaik dalam mempelajari suatu hal (menguasai betul akan metode
belajar yang benar) sehingga efisien dan efektif, tentunya mengharap hasil yang
maksimal dan optimal. Sedangkan frase “belajar sukses” lebih cenderung pada
cara menghadapi dan menyikapi segala masalah yang mungkin muncul dalam mencapai
tujuan. Karena sejatinya sukses diraih bukan tanpa kegagalan, namun dengan
kegagalan yang dihadapi kemudian bangkit, berjuang, menaklukan masalah dan
akhirnya benar-benar berhasil. Jika kedua frase tersebut yaitu “sukses belajar”
dan “belajar sukses” menjadi pendorong utama seseorang beraktivitas melakukan
tugas dan pekerjaannya, maka tidak sekedar sibuk saja yang ia dapatkan, namun
sibuknya itu memiliki bobot yang berharga. Membuat torehan emas dalam sejarah
hidupnya.
Sudahkah kita menyibukkan diri dengan kegiatan berbobot hari ini?
Mantap, segala kegiatan akan memiliki bobot jika motivasi awalnya benar. Niat
yang harus senantiasa diperbaharui dalam detik, menit, jam, bahkan setiap hari
adalah niatan mengharap ridho Allah semata.
Persepsi Yang Keliru
Cara pandang kita sebagai subjek (pelaku) terhadap sebuah benda
(objek) berpengaruh terhadap kehidupan. Frame berpikir yang benar perlu
ditanamkan sejak dini. Pola pikir (mindset) itulah yang menjadi karakter utama
sehingga membentuk kepribadian. Ambil contoh seperti ini, selembar kertas putih
bisa saja memiliki 2 persepsi, persepsi pertama adalah kertas yang bersih tanpa
noda alias suci (terbebas dari kotoran), sedangkan persepsi kedua bisa saja
kertas putih tersebut dianggap sebagai kertas kosong tanpa tulisan sehingga
belum memiliki makna, tidak berisi, tidak ada kegunaan. Cara berpikir positif yang
seharusnya mampu dimunculkan untuk persepsi pertama yang mengganggap selembar
kertas itu suci dan tidak bernoda, yaitu orang yang baik (bersih dari
kesalahan) jika terkena setitik debu saja maka akan terlihat kotor, sehingga
kebersihan hati dan kesucian jiwa senantiasa harus dijaga meski dari sekecil
apapun bentuk maksiatnya. Karena pada dasarnya maksiat yang kecil jika terus
menerus dilakukan mampu membuat hati kotor dan kelam layaknya kertas putih yang
dibiarkan terkena debu dan noda. Jadi penjagaan hati dan jiwa itu penting,
tidak meremehkan perbuatan dosa meski itu hanya setitik. Nilai positifnya
adalah agar tidak meremehkan dan menggampangkan perbuatan maksiat, karena
seyogyanya kemaksiatan itu menjadi penghalang dari karunia dan rahmat serta
hidayah (petunjuk) Nya.
Penyikapan positif terhadap persepsi kertas putih yang kedua terkait
kertas yang kosong dianggap sebagai sesuatu yang belum ada isinya, dan
bobotnya. Maka analoginya adalah layaknya usb yang masih baru, maka peluang
untuk menyimpan data masih terbuka lebar. Nah, kertas putih yang kosong itupun,
anggap saja sebuah chance (kesempatan dan
peluang) yang harus dioptimalkan. Isilah kertas yang kosong itu dengan
torehan tinta emas, catatan yang membanggakan. Keberadaan waktu yang dimiliki harus
dimaknai sebagai kreasi, penciptaan produk dan karya terbaik, biografi hidup
kita akankah ditulis dengan hal baik atau buruk tergantung dengan kebebasan
pilihan tiap individu. Apakah diisi dengan hal yang sia-sia atau sesuatu yang
produktif. Maksudnya yakni diisi dengan hal negatif atau sebaliknya diisi
dengan karya-karya besar, prestasi yang membanggakan itu tergantung kitanya
sendiri. Dan hal tersebut sudah dimulai sejak lahir hingga saat ini, sampai halaman
terakhir yaitu maut menjemput.
Persepsi itulah yang membentuk watak dan mental. Waktu atau usia/umur
itulah adalah sesuatu yang netral. Kenetralan objek (benda) akan menjadi bias
manakala mindset dan persepsi yang keliru terus menerus dipupuk subur oleh diri
kita sendiri. Yang berakibat fatal jika persepsi keliru itu mengarahkan kepada
perbuatan yang bersifat destruktif.
Do Something, Special Thing
Jangan biarkan waktu berlalu tanpa karya, tanpa prestasi, tanpa
membaca, tanpa bekerja, tanpa berpikir. Bayangkan saja kalo kita melihat teman
kita yang hobinya melamun dan melongo, liatnya aja males dan sebel, apalagi bergaul dengan pelakunya
(tentu tidak mendapatkan apa-apa). Banyak budaya positif yang dapat kita
terapkan untuk menghiasi aktivitas harian kita. Budaya membaca adalah salah
satu contohnya. Membaca segala jenis bacaan, cerpen, komik, ensiklopedi, buku
pelajaran, kamus, buku sejarah, kitab suci, bahkan biografi kisah sukses para
tokoh dunia. Misalnya tokoh Soichiro Honda, yang dengan drop outnya di sekolah
formal namun ia tetap belajar dan melakukan karya besar. Yang ujung-ujungnya
sebagai pencetus mesin Honda, kita tahu sendiri merek kendaraan yang satu ini
di Indonesia saja masih tetap merajai dibanding merek kendaraan produk China. Atau
membaca Biografi tokoh nasional ataupun pahlawan misalnya Soekarno, Mohammad Hatta, Jendral Sudirman,
dll. Dari aktivitas membaca itulah wawasan, ilmu, semangat, bahkan inspirasi
bisa kita peroleh.
Lakukanlah sesuatu, jangan biarkan waktu yang kita miliki 24 jam
sehari ini hanya diisi dengan rutinan tidur, makan, toilet, nge game, bahkan
nongkrong yang sejatinya kurang mengarahkan pada masa depan yang cerah. Hal-hal
yang sepele, dan efeknyapun sepele alias tidak berefek untuk kesuksesan masa
depan kita.
Milikilah target
Penting sekali bagi orang yang hidup itu memiliki tujuan atau target.
Inilah kenapa orang yang punya mimpi itu selalu memiliki energi semangat yang
tak pernah padam, selama mimpinya itu belum terwujud. Saya punya teman sejak SD
hingga sekarang yang selalu memiliki target dalam hidupnya. Ketika waktu SD,
teman saya itu, pengen sekali sebelum lulus SD agar bisa naik (mengendarai
sepeda), padahal ia seorang anak perempuan yang di keluarganya tidak ada sepeda
sama sekali. Ditambah medan (secara geografis) di desa saya adalah daerah
pegunungan, untuk lahan datarnya terbatas, sehingga untuk berlatih naik sepeda
kayuh harus ekstra tenaga dengan tantangan berupa tanjakan dan jalan menurun. Namun nyatanya
sebelum ia masuk SMP, ia sudah bisa naik sepeda meski belum mahir sekali dan
belum punya sepeda sendiri. Ia dengan bangganya pinjam dan memboncengkan
adiknya dengan sepeda itu. Kemudian ketika SMP, teman saya ini memiliki mimpi
bisa ke Jakarta sebelum melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, ia
sejak lahir hingga saat itu belum pernah kesana. Padahal ia tinggal di kampung
dengan latarbelakang keluarga petani yang tidak memiliki riwayat kerabatnya
merantau ke ibukota. Sekitar pertengahan kelas tiga, Alhamdulillah mimpinya itu
kesampaian, yaitu agenda study tour sekolah ternyata destinasinya sama dengan
mimpinya yaitu ke Jakarta.
Yang saya kagumi adalah dari kebulatan tekadnya dan kesungguhannya menggenggam mimpi sekuat
tenaga, hingga totalitas bersungguh-sungguh demi keinginannya tercapai. Ia tidak bosan-bosannya
memiliki capaian-capaian dalam hidup. Baik target jangka panjang maupun jangka
pendek. Ini yang ingin saya bagi tentang semangat memiliki mimpi, siapapun
gratis memiliki cita-cita, tidak memandang status tempat tinggal entah di desa
maupun di kota, dari keluarga petani maupun pejabat, semuanya diberikan
kesempatan dan peluang yang sama. Tinggal seberapa gigihkah kita dalam
merealisasikan mimpi yang kita miliki.
Everybody is Special
Yap, semua orang itu istimewa, memiliki keunggulannya masing-masing.
So, buat sobat yang masih merasa minder, coba deh renungkan dan instropeksi
diri keunggulan dan kelemahan apa yang dimiliki. Saya pernah membaca suatu
artikel tentang jarum. Jadi jarum yang sekecil itupun ternyata memiliki
kegunaannya. So pasti kita manusia, yang
berkali-kali lipat lebih besar dibandingkan jarum.
Jarum Jahitpun Punya Makna
Ukurannya yang kecil tidak menghilangkan fungsi, tujuan dan kegunaan
jarum. Tidak seyogyanya pula jarum harus protes untuk dibentuk menjadi benda lain.
Jarum yang tajam tersebut bisa mendatangkan malapetaka dan juga dapat membawa
keuntungan. Bahaya dari jarum yang tajam bisa melukai jari, menusuk kulit
bahkan bisa menciderai tubuh kita. Sebaliknya jika digunakan sesuai prosedur
maka membawa manfaat yang luar biasa. Pakaian yang dipakai kita, salah satu
peran dari jarum lho.
Nah, kebanyakan manusia
tidak memikirkan makna keberadaan dirinya di dunia ini. Kesibukannya
sehari-hari telah menyita sebagian besar waktu, tenaga dan kesempatannya untuk
memikirkan hal terpenting dalam kehidupannya. Yakni, untuk mempertanyakan dan
mendapatkan jawaban pasti mengapa ia hadir di dunia ini. Seseorang yang
mendapatkan jawaban pasti Mengapa ia
ada di dunia ini, Untuk Apa ia
hidup, Mau Ke Mana arah hidupnya,
memiliki sikap hidup yang berbeda dengan mereka yang acuh dengan segala hal
tersebut. Orang yang memahami dengan benar arti dan tujuan hidupnya akan
berusaha sungguh-sungguh menjalani hidupnya sesuai dengan makna dan tujuan
tersebut.
Kenapa Jarum jahit itu dibuat? Kenapa Manusia itu diciptakan di dunia?
Yaps, 2 pertanyaan yang berbeda namun memiliki hakikat yang sama.
Lihatlah segala yang ada di
sekitar kita yang dibuat manusia. Sebutlah satu saja yang terkecil dari semua
yang ada. Sekali lagi ambil contoh jarum jahit. Kini coba pikirkan, mengapa jarum jahit ada di
dunia ini? Dengan cepat, kita pasti akan menjawab bahwa benda kecil tajam ini
ada untuk membantu manusia menjahit kain atau pakaian, atau untuk kegunaan
serupa lainnya. Yang pasti tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak siapa
pun yang berakal sehat bahwa jarum jahit ada dengan sendirinya tanpa kegunaan
apa pun. Dengan pengetahuan ini, kita akan menggunakan jarum jahit sesuai
dengan tujuan pembuatannya. Kita bisa pula memanfaatkan jarum jahit untuk
kegunaan lain yang sesuai dengan bentuk serta bahan bakunya, misalnya untuk
melubangi kertas atau plastik, dan sebagainya. Yang pasti, kita tidak akan
menggunakannya untuk hal-hal yang memang tidak cocok seperti: untuk dimakan,
untuk menulis atau untuk mengikat benda. Kalau hal ini kita paksakan, maka akan
membahayakan diri kita maupun orang lain, atau tidak akan bisa sama sekali
karena memang bukan fungsinya.
Alangkah eloknya kita merenungkan hal ini sobat,
Sama halnya, manusia adalah wujud yang jauh lebih
besar, lebih rumit dan lebih sempurna daripada si mungil jarum jahit. Pastilah
keberadaan manusia di dunia ini ada guna dan tujuannya, yaitu menjadi
sebaik-baik hamba dari Sang Pencipta, menebar kebaikan dan kemanfaatan bagi
manusia lain dan segenap makhluk. Sudah selayaknya manusia mengarahkan
kehidupannya sesuai tujuan penciptaan tersebut. Ini adalah kesimpulan dari
pemikiran akal sehat. Tidak sepatutnya manusia acuh atau tak peduli akan tujuan
keberadaannya. Manusia hendaknya berusaha mengarahkan segenap kegiatannya
sehari-hari dalam rangka melaksanakan tujuan hidup ini. Mereka sepatutnya
menggunakan seluruh anggota tubuhnya, daya-pikir dan kejiwaannya
sesuai dengan fungsi penciptaan masing-masing alat tubuh dan sarana hidup
tersebut. Jika tidak, ini akan membahayakan dirinya maupun orang lain, bahkan
seluruh isi alam semesta yang lainnya. Yuk, jangan bosan memperbaiki diri, fungsikan diri kita agar memberi banyak manfaat bagi sesama.
Related Posts: