Maukah kebaikan yang ada menjadi sebuah keberuntungan hidup? Kadangkala kita pernah mendengar masyarakat menyampaikan bahwa orang pintar kalah dengan orang yang beruntung (bejo). Kaitan dengan keberuntungan (luck) maka mulailah dengan pertanyaan, berapa persentase keberuntungan menyertai kehidupan kita, 100% (artinya selalu mujur), 90%, 80%, atau bahkan di bawah 70%? Menurut pengamatan saya pribadi orang mujur itu tetap ada, namun ketika persentasenya mencapai 100%, tidak ada. Artinya hidup itu harus diperjuangkan, diusahakan, bahkan harus berani gagal, menanggung resiko, jika orang berjualan itu harus berani rugi (berani barang dagangannya tidak laku terjual). So, mengharap sebuah keberuntungan adalah hal wajar namun bergantung padanya adalah sebuah hal yang naif, terlalu latah, karena Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja keras, belajar, berusaha dengan gigih melakukan perubahan, jika bukan kita sendiri yang peduli dengan perbaikan diri lantas apakah dengan sendirinya kita mendapat hasil yang memuaskan? tentu tidak, bahkan Allah swt akan merubah suatu kaum jika kaum itu berusaha merubah keadaan mereka. Maju mundurnya suatu masyarakat ditentukan oleh orang-orang yang ada dalam komunitas tersebut. Sukses ataupun gagalnya seseorang dalam belajar, dalam bidang usaha, pekerjaan, bisnis, ekonomi, karir, dsb ditentukan oleh kegigihan usaha yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
Allah swt memberikan jalan bagi orang yang dikehendakiNya untuk semakin beriman, namun kadang kita selaku hambaNya kurang peka (sensitif) terhadap jalan tersebut, pintu nikmat yang ada dalam kehidupan kita (iman, Islam, kesehatan, nikmat ukhuwah, dll) belum mampu dioptimalkan dengan baik untuk menjadi muslim yang lebih berkualitas.