Tak biasanya seorang ayah
seharian momong anaknya, mungkin yang lazim adalah si anak bersama ibu. Apalagi
anak di bawah usia 5 tahun seringnya nyaman bersama ibu dan si ibu juga
sebaliknya. Nah ketika anak bersama ayahnya, lha ibunya ngapain? Bisa jadi
sedang sibuk, ada kegiatan penting dan agenda lainnya yang tidak memungkinkan
untuk mengajak anak. Di jaman now sudah wajar jika dalam sebuah keluarga suami
dan istri sama-sama kerja. Hal yang cukup aneh malahan ketika suami istri di
rumah aja enggak pergi kerja alias sama-sama menganggur.
Adanya kesetaraan hak dalam
bekerja, mengasuh anak, hingga menempuh pendidikan diantara pria dan wanita
sudah berlangsung cukup lama. Sebelum kemerdekaan, bahkan ketika jaman
perjuangan RA Kartini, disana ada gap atau kesenjangan, perbedaan hak antara
pria dan wanita. Pemikiran yang notabene beranggapan bahwa wanita tidak penting
untuk mengenyam pendidikan tinggi saat ini sudah tidak ada. Justru hambatannya
adalah muncul dari dalam personal artinya masing-masing individu itu sendiri
tidak melihat jenis kelamin apakah itu pria atau wanita. Secara umum memang
wanita lebih telaten dan ulet sehingga beberapa fenomena menunjukkan tingkat
kedisplinan misalnya di sebuah sekolah menunjukkan bahwa pelajar putri lebih
unggul dibanding pelajar putra bahkan dalam prestasipun mereka diatas
rata-rata, rajin dan tingkat kepatuhannya pada guru lebih tinggi sehingga mungkin
saja mempengaruhi prestasinya dalam akademik. Di sisi lain secara populasi
jumlah perempuan sekarang ini cenderung lebih banyak dibandingkan pria. Maka sekilas
kaum hawa ini mendominasi dalam beberapa aspek.
Kesetaraan itu memang membawa dampak positif bagi kemajuan peran dan posisi wanita dalam partisipasinya untuk
memajukan masyarakat baik mulai dari keluarga, tingkat desa, kota, kecamatan, kabupaten, propinsi hingga skala nasional dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Marilah kita sejenak melihat
kontestan pilkada di jawa tengah, disana terdapat 2 pasang calon gubernur dan
wakil gubernur. Calon nomor 1 merupakan petahana dan mereka bapak-bapak semua,
kemudian nomor urut 2 yaitu pak dirman sebagai calon gubernurnya dan bu ida
sebagai calon wakil gubernurnya. Peluang ataupun kesempatan terhadap kaum
wanita dalam bidang politik dan pemerintahan adalah sama dengan pria. Tinggal apakah
para ibu-ibu di jawa tengah nantinya di bulan juni ketika pemilihan gubernur
dan wakil gubernur, mereka akan memilih perwakilan dari perempuan, kita lihat
saja. Adanya peluang penyerapan aspirasi akan hak-hak dan kepentingan kaum
wanita yang katanya masih ada ketimpangan harusnya disikapi dengan memilih
calon yang mengusung perwakilan ibu-ibu sehingga paling tidak nantinya lebih
paham ketika ada persoalan maupun permasalahan terkait dengan hak wanita. Beberapa
kasus yang sering terjadi adalah penganiayaan, pemerkosaan, pelecehan terhadap
kaum wanita dan meskipun beberapa kasus diantaranya memang karena si wanitanya
tidak bisa menjaga dirinya sendiri alias cukup bodoh memperlakukan dirinya
sebagai wanita yang mau ditindas oleh pihak tertentu.
Terkait dengan peranan dan
peluang aspirasi yang seimbang antara kepentingan segenap rakyat, maka sebagai warga
negara yang bijak dalam menyikapi event pilkada di tahun politik ini adalah
harus melek politik dan tidak boleh apatis, belajarlah menjadi pemilih cerdas
dan punya integritas. Alasan ataupun pertimbangan yang dijadikan dasar adalah
bukan ketampanan maupun kekayaan dari si calon, melainkan integritas, track
record, visi misi yang diusung hingga partai politik pendukung pasangan calon.
Apakah partai yang mndukung itu dikenal sebagai sarang korupsi, sarang komunis,
bahkan penindas rakyat kecil atau bukan. So, cerdaslah dalam memilih terutama
wahai para kaum hawa dimana sekarang jamannya kesetaraan sehingga bagi ibu-ibu aspirasi
tersebut disalurkan kepada perwakilan pengusung kepentingan para ibu-ibu di
jawa tengah, ya tentunya memilih pasangan yang terdapat calon dari kaum wanita.
Itulah pemilih yang tepat menyalurkan aspirasinya agar tidak menyesal selama 5
tahun.
Berikut teks hortatory tentang
pentingnya pendidikan tinggi bagi para wanita:
Higher Education for Woman
In this modern era, there are
still some parents who are reluctant about sending their daughter to college.
Such narrow attitude shown to woman higher education is largerly due to the
traditional role of woman in society. A woman is expected just to be a wife and
a mother most parents believe that if their daughter gets married and chooses
to be a housewife, then the higher education will be a waste. However an
educated woman does not only make a better wife but also contribute better
thing to the large society.
Nowadays more women are
successfully combining their career and marriage. Educated woman are richer
both emotinally and financially. They are able to find an outlet for monotonous
drugdery their housekeeping. They bring more satisfaction and contentment to
their lives.
Depriving girl of higher
education is crash discrimination. Time has changed. Modern society need the talents of its people regardless of
gender. Today women work alongside men. In fact, in the last few decades women
have made outstanding contributions to society.
Woman should be given the freedom
to be educated whether they get married or go to work after finishing their
education because it is only through education that a woman will find herself
useful and discover what she wants in life. Woman who work is not an insult to her husband. Conversely, her
husband should feel proud of her achievement since marriage is actually an
equal partnership. Therefore, parents should not think that girls should receive
less education just because they will got marriage one day.
Related Posts: