Jika kita pernah melihat suatu kondisi yang diri kita tidak
menyukainya dan membuat jiwa tidak tenang maupun tentram maka hal yang bisa
dilakukan adalah mengevaluasi. Pertama, evaluasi apakah ada yang salah
terhadap kita atau perbuatan yang kita lakukan kepada orang lain. Kedua,
evaluasi apakah kondisi tempat, wilayah ataupun daerah tersebut cocok buat diri
kita atau tidak? Cocok, lanjutkan. Tidak cocok, bisakah kita berdapatasi
dengannya atau tidak. Ketika kita tidak mampu beradaptasi lebih baik mencari suasana,
tempat, wilayah lain yang lebih pas dengan karakter kita. Begitupun ketika kita
belajar, memilih sekolah yang baru, tempat kuliah yang baru, atau tempat kerja
yang baru. Dibutuhkan proses yang sering kita dengar dengan adaptasi. Mudah.
Cukup mudah. Hanya terkadang jarang yang mampu melakukannya. Contoh karakter
orang yang bicaranya halus, lemah lembut kemudian secara kebetulan menemui
wilayah yang rata-rata masyarakatnya bicaranya lantang, temperamen keras,
kerjanya cepat, dalam artian termasuk kultur/ budaya masyarakat tersebut
sehingga adaptasi bagi si tokoh yang lembut, bahasanya halus mungkin tidak
cocok dengan daerah yang memiliki watak keras, blak-blakan, apa adanya, lugas
dan sebetulnya tidak bermaksud berkata kasar hanya logatnya saja dengan nada
tinggi. Nah, kadang konflik muncul disitu, karena kurangnya saling memahami.
Inilah mengapa proses adaptasi diperlukan bagi seseorang yang ingin survive. Mari bicara pada
konteks amar ma'ruf nahi munkar yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah
pada kemungkaran. Jadi mengajak kepada hal kebaikan atau sebaliknya menasihati
seseorang akan perbuatan buruk sebetulnya membutuhkan ketrampilan komunikasi
yang memadai agar niatan yang baik tidak disalah tafsirkan bagi objek penerima
nasihat. Niat yang benar dengan cara yang benar namun dalam situasi yang kurang
pas akan membawa dampak yang kurang begitu bagus. Contoh niatan menasihati
orang yang dengan nada tinggi dari kejauhan misalnya saja, akan diterima oleh
si penerima nasihat sebagai makian bahkan ungkapan marah sehingga melibatkan
sisi emosional. Hasil yang terjadi bukan perbuatan kebaikan namun adanya
konflik atau crash antara
pemberi nasihat dengan orang yang diberi nasihat. Untuk memperbaiki sebuah
kondisi buruk ke arah kondisi yang lebih baik membutuhkan waktu dan proses, ada
daya tahan (endurance),
terdapat mentalitas tahan banting, serta keyakinan yang teguh yang menjadikan
modal kuat bagi para pemberi nasihat. Contoh orang-orang yang kuat yang
pekerjaannya memberi nasihat dan pengajak kebaikan adalah para Nabi Allah, para
Rasul dan utusan-Nya, para dai, termasuk para misionaris.
Memperoleh atau mendapatkan hal yang baru terkadang lebih mudah
dibandingkan menjaga agar yang sudah dimiliki tetap di tangan. Contoh
memperoleh juara atau ranking 1 di kelas awalnya tidak sesulit untuk
mempertahankan ranking 1 dalam semester selanjutnya karena tantangan dan
persaingan dari teman satu kelas semakin besar dan kompetisi berjalan sengit.
Disisi lain kondisi tubuh dan semangat tidak seperti kondisi awal, beban
psikologis lebih besar karena memiliki label tertinggi, sedangkan bagi
kompetitor dengan leluasa mencari kelemahan dari diri kita. Maka Proses menjaga
merupakan pekerjaan yang ekstra berat dan sungguh mulia jika mampu
mempertahankannya.
Menyalahkan kondisi rusak memang tidak salah, namun ikut
memperbaikinya agar menjadi baik itu lebih mulia. Hubungan antar personil dalam
sebuah tim sangat efektif bisa mengentaskan sebuah masalah komunikasi dan
masalah yang bersifat komplikasi (rumit). Karena dalam sebuah tim terdapat pembagian
tugas, terdapat sistem manajerial, pengaturan dan pengelolaan, saling memberikan
dorongan, saling menyemangati. Hal ini akan menggungguli pekerjaan dari 1
individu, dan sebuah tim akan menang dengan individu tersebut. Sehingga
konteksnya adalah kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah dengan kejahatan
yang terorganisir dengan baik. Kerja indvidu bukan sebuah kesalahan namun akan
lebih terjaga jika itu terbentuk dalam sebuah tim. Apalagi ketika tim yang
berjalan memiliki kesamaan dalam visi. Keyakinan dan keimanan yang sama, yang
kuat, yang mengikat anggota tim meskipun
diantara mereka memiliki latar belakang berbeda, sifat dan karakter berbeda,
ataupun suku dan budaya yang berbeda.
Prinsip menjaga merupakan pekerjaan tim besar, jika dilakukan
perseorangan kurang efektif meskipun bisa terwujud. Contohnya melakukan pengembangan
institusi pendidikan (instansi sekolah) harus terdiri dari tim yang handal
tidak boleh hanya 1 orang saja dalam melakukan pekerjaan tersebut, jika
menginginkan hasil yang optimal dan memuaskan.