Tim yang bagus memiliki ciri-cirinya yaitu tujuan (misi) berjalan
dan tercapai dengan gemilang. Meski terdapat kendala, hambatan dan rintangan,
tim tersebut tetap melaju menerjang semua aral (obstacles), menembus batas hingga target
diraih. Dalam tataran pelaksanaan, kerja tim membutuhkan sebuah manajemen
(pengaturan), disitulah dibutuhkan kecakapan seorang leader (ketua) yang
mumpuni. Anggota tim bisa gemuk bisa juga tim yang ramping. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Tim yang ramping misalnya, untuk koordinasi
antar anggota dapat berjalan efektif dan tidak butuh banyak persamaan persepsi,
geraknya juga cepat serta memiliki efisiensi dalam anggaran dan juga efisiensi
waktu. Sedangkan tim yang besar memiliki keunggulan beban kerja ringan karena
dikerjakan dan dibagi-bagi menjadi tim kecil, memiliki daya saing yang lebih
tinggi, peluang disegani lawan karena secara kuantitas lebih banyak. Kelemahan tim yang besar, terkadang adalah munculnya intrik atau konflik internal dalam
tim. Masalah personal ini timbul karena dalam koordinasi antar anggota
membutuhkan komunikasi yang kompleks, mengatur kesamaan pandangan juga ribet dan gerak
langkahnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Tentunya membutuhkan energi
ekstra bagi leader tim besar agar anak buahnya memiliki tekad bulat dan suhu
berjuang yang sama, agar tim berjalan kompak.
Banyaknya orang atau personel dalam tim seyogyanya disikapi secara khusus, sehingga dalam proses pembentukan tim nantinya lebih
cenderung disesuaikan dengan kebutuhan dan misi yang akan dicapai. Semacam agen
intelejen yang geraknya senyap namun keberadaannya nyata dan berpengaruh serta
benar-benar produktif dalam mengumpulkan info, mengolah, menganalisa,
menyimpulkan hingga mengeksekusi sebuah instruksi atasan (leader).
Kuantitas Yang
Rapuh
Terlalu banyaknya orang yang terlibat juga kadang
membuat tim itu besar dari luar namun ternyata rapuh bahkan keropos di dalam.
Atau perumpamaan buih yang sangat banyak di lautan namun mudah terombang-ambing,
tidak memiliki pijakan yang jelas, jika memilikipun mereka tak pandai menjaga
prinsip dan komitmen. Walhasil mudahlah dicerai berai, sama halnya peristiwa
politik belah bambu ala penjajah yaitu devide et impera, VOC dengan trik adu
dombanya mampu menguasai Indonesia dengan trik licik dan kejam, sesama anak
bangsa saling bunuh, saling serang, bahkan mau-maunya menjadi pecundang di
bawah kaki penjajah.
Jumlah anggota tim yang besar harus disikapi serius,
pemberian latihan yang intensif, porsi komunikasi dan evaluasi yang pas dan efektif,
perhatian kesejahteraan tim juga harus benar-benar diperhatikan. Karena jika
terjadi kecemburuan antar anggota, maka membuat runyam dan intrik internal yang
runcing serta sulit diurai untuk diselesaikan.
Jika sebuah misi sudah terlaksana dengan baik, maka
lakukanlah evaluasi. Tidak boleh ada anggota yang merasa paling berjasa, karena
sikap ujub, sombong dan berbangga diri berlebihan dapat meruntuhkan kerjasama,
hingga gagalnya tim yang solid.
Cerita fabel
kekompakan tim
Ada kalanya perlu belajar dari cerita fabel agar muncul
inspirasi serta kesadaran dalam berinterkasi dan membuat tim yang bagus. Ada
kisah menarik antara tikus, burung dan sosis yang tinggal serumah. Ketiganya
memiliki jalinan persahabatan yang unik dan solid. Rasa aman, nyaman bahkan
adanya ketercukupuan secara materi benar-benar dirasakan dalam rumah tersebut.
Masing-masing memiliki job harian. Burung mencari kayu bakar di hutan, tikus
menyiapkan air, dan juga mengatur meja serta tungku api. Sedangkan sosis
memiliki tugas sebagai juru masak.
Suatu ketika tokoh burung merasa paling berjasa atas
segala yang dicapai oleh ketiganya. Dia memiliki tugas yang paling jauh, harus
mengambil kayu dari hutan yang letaknya puluhan kilometer dari rumah, sedangkan tikus dan sosis bekerja cukup berada di dalam rumah. Terlebih dia digembosi oleh
burung lain bahwa ia hanya diperalat dan dijadikan pesuruh yang melakukan kerja
kasar dan melelahkan. Ia disarankan agar kedua temannya rolling atau gantian
jenis tugas. Maka si burung tadi menyampaikan kepada temannya tersebut, namun
ternyata tikus dan sosis menentang ide gilanya. Meski menentang, tikus dan
sosis, tidak bisa berbuat banyak karena burunglah yang selama ini memang
melakukan tugas utama dan memiliki peran penting dalam rumah sehingga ia ibarat
sebagai pemimpin yang harus ditaati. Akhirnya perputaran jenis pekerjaan pun
dilakukan. Sosis yang harus mencari kayu bakar, sedangkan burung cukup
mengambil air dari sumur.
Hasilnya pun sudah bisa diterka, kekacauan mulai
terjadi. Awal-awalnya kelihatan lancar namun ternyata tanda-tanda kehancuran tim
sudah terlihat jelas. Sosis yang ditugasi mencari kayu sudah lama belum kembali
membawa kayu. Burung dan tikus takut sesuatu yang buruk terjadi pada sosis.
Rasa menyesal terbersit dalam pikiran si burung. Disisi lain ia juga sudah
tidak sabar menyantap hidangan untuk hari itu. Burung pun menyusul sosis,
dimana gerangan sosis mencari kayu bakar, kok belum kembali membawa kayu bakar, apakah berhasil atau justru tersesat.
Belum lama ia terbang baru beberapa meter, terlihat seekor anjing mengoyak
tubuh sosis dan melahapnya dengan tanpa rasa bersalah. Maut menyergap sosis,
burung pun tak berkutik. Ia kembali ke rumah. Sebelum kembali ke rumah, ia
menyelesaikan tugas sosis mengambil kayu bakar ke hutan.
Sekembalinya dari mencari kayu bakar, burung melakukan
persiapan untuk menyiapkan api dan mengambil air. Sedangkan tikus sibuk
mempersiapkan makanan. Ternyata si tikus tidak secakap dan semahir sosis dalam
memasak. Ia melakukan persis apa yang sosis lakukan, yaitu melompat dan
memotong sayuran. Namun sebelum semua sajian selesai, tikus melakukan pekerjaan dengan terburu-buru, disaat meracik sayuran ia tergelincir di meja
sajian, kulitnya terkelupas hingga tewas mengenaskan.
Kini tinggalah burung sendirian. Singkat cerita ia sudah
keburu lapar, maka ia mencari makanan kesana kemari, dan tak mendapatkan
apa-apa. Ia mulai mempersiapkan makanannya sendiri. Ia mulai dengan membuat api
di tungku, melempar kayu kesana kemari, kayu berserakan, naasnya kayu yang
berceceran tersebut terbakar api. Ia pun bergegas mengambil air ke sumur.
Ketika ia hendak ambil air, ember yang digunakannya terjatuh, ia terseret masuk
kedalam sumur. Burung mati tenggelam. Ending yang tragis bagi persahabatan 3
hewan tersebut.
Hikmah cerita tikus
Ada beberapa hal yang bisa kita
gali hikmahnya dari cerita fabel di atas antara lain adalah sebagai berikut:
a. Jangan pernah merasa paling
berjasa, karena sikap ini bisa menyuburkan keangkuhan, kesombongon hingga
akhirnya dapat merusak tim. Hal ini ternyata bisa menyerang hati siapa saja terutama
ketua ataupun anggota tim yang memiliki keunggulan/ kemampuan diatas rata-rata dibanding
personel lain. Nah, jika mampu meredam sikap merasa paling berperan/ berjasa
maka keutuhan tim bisa dijamin hingga kinerja dan misi tim tuntas atau paripurna.
b. Tugas/ pekerjaan harus
dibebankan kepada ahlinya, bukan diserahkan kepada sembarangan orang. Jika seseoang
melakukan suatu pekerjaan bukan bidangnya, ditakutkan hasilnya kurang optimal ban bisa
membuat kacau pekerjaan. Contoh pemerintahan periode saat ini, kacau, yang bukan ahli di bidangnya menjadi menteri ini menteri itu, walhasil deh periode pemerintahan
saat ini kesejahteraan rakyatnya kurang terasa, sebut saja model pemerintahan saat ini adalah yang paling umbrus dan nyeleneh terhitung sejak Indonesia merdeka di tahun 1945 hingga tahun 2017. Beda banget pas jaman pak SBY.
c. Rolling tugas/ peran memang
suatu saat dibutuhkan sebagai penyegaran/ variasi maupun pengkaderan, hanya
saja harus disertai pendampingan. Jika tanpa panduan atau arahan yang terjadi
adalah poin nomor 2 diatas. Seandainya burung, tikus, dan sosis memiliki
kemampuan yang mahir di semua bidang maka tidak akan terjadi kekacauan. Jika personel
tim memiliki spesifikasi keahlian sendiri, namun juga disertai ketrampilan umum
yang dikuasainya diatas rata-rata maka predikat multi talenta bisa disandang. Keistimewaan bagi tim yang memiliki anggota bertalenta lebih dari satu keahlian atau bahkan multi keahlian. Salah satu keuntungannya adalah adanya secondman yang dapat diandalkan, yaitu ketika pemeran utama (ketua aslinya) memiliki
halangan atau gangguan.
Cerita burung, tikus dan sosis
tersebut tergolong kedalam genre narrative, teks berbahasa inggris ini diambil dari
buku paket kelas XII Bahasa Inggris untuk tingkat SMA/ MA terbitan Intan
Pariwara kurikulum KTSP. Teks ini bisa digunakan untuk latihan reading
comprehension dan memperkaya kosakata atau vocabulary teman-teman semua. Berikut
teksnya:
The
Mouse, the Bird and the Sausage
Once upon a time a mouse, a bird and a sausage formed a
partnership. They kept house together, and for a long time they lived in peace
and prosperity, acquiring many possessions. The bird’s task was to fly into the
forest every day to fetch wood. The mouse carried water, made the fire, and set
the table. The sausage did the cooking.
Whoever is too well off always wants to try something
different! Thus one day the bird made another bird, who boasted to him of his
own situation. This bird criticized him for working so hard while the other two
worked so little. So, the next day, because of his friend’s advice, the bird
refused to go to the forest. He said that he had been their servant long
enough. He was no longer going to be fool for them. Everyone should try a
different task for a change. The mouse and the sausage argued against this, but
the bird was the master, and he insisted on giving it a try. The sausage was to
fetch wood, the mouse became the cook, and the bird was to carry water.
And what was the result? The sausage walked with heavy
steps toward the forest, the bird made the fire, and the mouse put on the pot
and waited for the sausage to return with wood for the next day. However, the
sausage stayed out so long that the other two feared that something bad had
happened. The bird flew off to see if he could find her. A short distance away
he saw a dog eating the sausage. The bird was angry because of the dog’s bad
attitude, but the dog claimed that he had discovered false letters on the
sausage, so she would have to die.
Filled with sorrow, the bird carried the wood home
himself and told the mouse what he had seen and heard. They were very sad, but
were determined to stay together and make the best of it. The bird set the
table while the mouse prepared the food. She jumped into the pot, as the
sausage had always done, in order to slither and weave in and about the
vegetables and grease them, but before she reached the middle, her hair and
skin were scalded off, and she died.
When the bird wanted to eat, no cook was there. Beside
himself, he threw the wood this way and that, called out, looked everywhere,
but no cook was to be found. Because of his carelessness, the scattered wood
caught fire, and the entire house was soon aflame. The bird rushed to fetch
water, but the bucket fell into the well, carrying him with it, and he drowned.