Sobat semua tahu dengki? Wah parah bro kalau kita terbiasa dengki. Dengki
& iri itu saudara kandung, hehe.
Hasad (iri) awalnya adalah rasa marah yang tidak bisa kita kendalikan.
Nah, karena dengki masih saudara kandung dengan iri, maka sifat dengki itu
merupakan buah dari kemarahan. Ada sebuah sabda dari Rasulullah SAW:
”Jauhilah olehmu sekalian
sifat dengki, karena dengki itu memakan kebaikan seperti api melalap kayu
bakar.” (HR. Abu Dawud, no. 4257)
Terkadang manusia itu menuruti
jalannya prasangka, bener gak bro? Dimanapun ada ruang prasangka maka bisa
menabung kebencian. Kalo menabung duit ato deposito sih menguntungkan, lah ini
menabung kedengkian lama-lama benih dendam bisa tumbuh subur dalam hati. Yang
namanya penyakit hati itu sangat membahayakan, taunya amal kebaikan kita masih
banyak, eh ternyata sudah dimakan sama sifat dengki tersebut. Sama halnya
sebuah nasehat yang menyatakan bahwa hampir saja kefakiran (kemiskinan)
menjadikan kekufuran pada diri seseorang. Dan hasad (iri) itu mengalahkan
takdir. Ihh ngeri yah, so waspadalah kawan semua dengan penyakit hati yang satu
ini. Pada zaman kehidupan sahabat dulu, adanya saling berperang disebabkan oleh
penyakit hasad dan dengki. Mohonlah pertolongan agar diberi kenikmatan, hajatnya
dikabulkan, dengan cara tersembunyi agar orang lain tidak tahu. Karena adanya
kenikmatan maka ada (memunculkan) hasad (iri) yang berasal dari orang lain. Sesungguhnya
nikmat-nikmat Allah swt pasti ada musuhnya.
Kasus kejahatan saat ini salah
satunya bersumber pada sifat hasad dan adanya kedengkian diantara pelaku dan
korban. Hal-hal yang berpotensi memunculkan hasad antara lain adanya kebanggaan diri yang berlebihan. Berbangga diri yang tidak pada tempatnya dengan jumlahnya
yang over. Saat ini orang mudah tersinggung yang disebabkan oleh masalah
sepele, nah orang yang berbangga diri itu cenderung sombong dan angkuh. Orang
sombong dan angkuh menimbulkan kedengkian bagi banyak orang. Maka hindari
berbangga diri yang berlebihan, sehingga meminimalisir rasa hasad dari orang
lain yang disebabkan sikap kesombongan kita.
Saling berlomba harta juga faktor
yang memunculkan hasad dan dengki. Pertengkaran memperebutkan harta bisa
terjadi antara saudara kandung apalagi yang tidak ada ikatan kerabat. Wah rumit
sekali masalah hati ini, ternyata ujungnya bisa menimbulkan kejahatan. Terdapat
6 perkara yang bahkan menjadi sebab seseorang itu dimasukkan ke neraka sebelum
dihisab. Perkara tersebut yaitu: pejabat yang dzolim, orang sukses yang
sombong, ulama yang hasad, pejabat yang bodoh, orang arab yang fanatik, dan
pedagang yang khianat.
Tingkatan hasad pada diri
seseorang paling tidak ada 3 tingkatan antara lain:
Pertama, senang ketika orang
lain hilang kenikmatan atau senang orang lain terkena musibah.
Kedua, ingin berpindah kenikmatan
pada dirinya.
Ketiga, selalu tidak senang
terhadap keadaan dirinya saat ini.
Akibatnya adalah munculnya
perilaku yang buruk. Hatinya menjadi keruh, membuka aib orang yang didengki,
dan akhirnya berghibah menjadi aktivitas rutinnya. Masalah ini layaknya
penyakit yang harus dicarikan obat ataupun resep obat penyembuhannya. Usaha
untuk mengobati penyakit hasad dan dengki antara lain:
-Menyadari bahwa hasad dan dengki
itu adalah penyakit.
-Berusaha menghindari pangkal
hatinya (hati dibersihkan dengan tombo ati 5 perkara).
-Berteman dan menjalin
persahabatan dengan orang-orang shalih.
-Berlapang dada.
-Memohon kepada Allah swt agar
hatinya dijauhkan dari penyakit hasad dan dengki.
Daripada menyuburkan sifat iri
dan dengki alangkah baiknya belajar menumbuhkan sifat-sifat baik. Banyak sifat
baik yang bisa kita teladani dari Rasulullah SAW. Salah satu sifatnya yaitu
suka menolong orang lain yang membutuhkan. Sifat yang dimanifestikan amal
perbuatan ini memberikan banyak manfaat baik bagi dirinya maupun orang yang
dibantu. Sebagai pribadi muslim yang mampu memberikan manfaat kepada orang lain
sudah pasti itu adalah prestasi yang membanggakan. Bahkan menyingkirkan duri di jalan
adalah termasuk berbuat kebaikan. Dibalik itu semua, bagi pelaku memiliki dampak
tersendiri yaitu adanya kepuasan batin. Bahkan terkadang membantu menyelesaikan
masalahnya sendiri meskipun tidak secara langsung.
Ada sebuah cerita tentang seorang
wanita yang merasakan manfaat dari membantu orang lain. Dikisahkan
seorang wanita yang kehilangan anak laki-lakinya yang meninggal. Dalam
kesedihan yang mendalam, dia pergi ke seorang kyai untuk mencari obat atas
kesedihannya. Dia bertanya pada kyai tersebut, ibadah apa atau amalan apa,
atau ritual apa yang mampu
menghidupkan anaklaki-lakinya kembali. Dia bertanya hal seperti itu karena
saking putus asa dan benar-benar merasa kehilangan. Sang kyai tadi memberi
nasihat agar wanita tersebut mencari biji sawi ajaib yang berasal dari rumah milik orang yang tidak pernah mengalami
kesedihan sekalipun, artinya hidupnya bahagia selamanya dan tidak pernah sedih. Jika
berhasil maka kesedihan wanita itu juga akan sirna.
Wanita tadi langsung melaksanakan
nasehat dari sang kyai untuk mencari biji sawi ajaib. Pertama-tama dia
mengunjungi rumah mewah. Dia bertamu kesana dan menanyakan apakah keluarga yang
tinggal di rumah tersebut tidak pernah sedih, jawaban dari tuan rumah adalah
tidak. Artinya meskipun rumahnya secara fisik mewah dan berfasilitas lengkap tetap
saja ada kejadian yang memunculkan kesedihan. Bahkan dikatakan oleh tuan rumah
jika dia (si wanita tamu) datang ke tempat yang salah dan carilah ke rumah lain
saja. Sang wanita ikut prihatin setelah mendengar kronologi kejadian yang
membuat tuan rumah sedih. Akhirnya dia membantu menghibur mereka.
Dia meninggalkan keluarga pemilik rumah mewah dan berpindah ke rumah-rumah lainnya untuk mencari biji sawi ajaib.
Bukannya biji sawi yang dia dapatkan melainkan curhat peristiwa sedih dari
masing-masing empunya rumah yang didatanginya. Semakin lama muncul ikatan psikologis, karena
keterlibatan simpati dan empati dengan menghibur penghuni rumah dengan
kesedihan yanng berbeda. Maka dia semakin piawai menghibur kesedihan orang
lain, ia menjadi motivator tiap kali datang dari satu pintu ke pintu
lainnya. Dia sendiri akhirnya lupa dengan misi awal yang mencari biji sawi
ajaib yang berasal dari rumah yang tak kenal kata sedih. Dan faktanya dia tidak
mampu merealisasikan misi dari pak kyai. Namun dengan cara
menghibur dan membantu orang lain yang dalam kesusahan dan kesedihan, dengan
sendirinya dia mengusir kesedihan dan kegundahan dalam hatinya. Bahkan dia
sudah lupa akan kesedihannya.
Bisa diambil kesimpulan dari
kisah ini bahwasanya membantu orang lain adalah suatu keharusan dan kewajiban
manakala diri kita sendiri memiliki masalah, dan syaratnya harus tulus. Sikap
meonolong dan membantu sesama ini adalah cerminan pribadi yang memberikan banyak manfaat
pada orang lain. Yakinlah, dengan membantu dan memberi manfaat kepada orang
lain, Allah swt akan menolong kita dan secara ajaib memberi kekuatan pada kita
untuk menyelesaikan masalah diri kita sendiri. Ketulusan dan kerendahan hati dalam membantu menjadikan kita disukai Allah dan RasulNya, orang mukmin,
muslim, secara umum semua orang akan menyukai kita karena keberadaan kita yang membawa manfaat. Tentunya landasan imanlah yang harus diperkuat untuk kasus
masalah penyakit hati hasad (iri) dan dengki. Landasan keimanan pula ketika
melakukan amal kebaikan seperti membantu orang lain.
Berikut cerita wanita pencari
biji sawi ajaib versi bahasa inggris:
Cure for sorrow
There is an old chinese tale
about a woman whose only son died. In her grief, she went to the holy man and
said, “ What prayers, what magical incantations do you have to bring my son
back to life?” instead of sending her away or reasoning with her, he said to
her, “Fetch me a mustard seed from a home that has never known sorrow. We will
use it to drive the sorrow out of your life.” The woman went off at once in
search of that magical mustard seed. She came first to a splendid mansion,
knocked at the door and said, “I am looking for a home that has never known
sorrow. Is this such a place? It is very important to me.
They told her, “You’ve certainly
come to the wrong place,” and began to describe all the tragic incidents that
recently had befallen them. The woman said to herself, “Who is better able to
help these poor, unfortunate ppeople that I, who have had misfortune of my own?”
she stayed to comfort them, then went on in search of a home that had never
known sorrow. However wherever she turned, in hovels and other places, she
found one tale after another of sadness and misfortune. She became so involved
in ministering to other people’s grieves that ultimately she forgot about
her quest for the magical mustard seed, never realising that it had, in fact, driven
the sorrow out of her life.
Related Posts: