Pernahkah membayangkan bukannya menyelesaikan masalah namun malah memunculkan masalah yang baru dan itu bertambah
serius. Kayaknya beberapa bulan belakang ini masalah penistaan agama yang
dilakukan oleh Ahok, menimbulkan banyak gonjang ganjing. Akar permasalahan
tidak diselesaikan dengan benar. Malahan masalah meluas, artinya penanganan
kasus tersebut memunculkan dan menciptakan masalah baru. Menurut hemat
penulis faktornya adalah karena si presiden sepertinya terlalu berpihak kepada
si ahok. Bayangkan saja saudaraku semua, yang namanya tersangka seringnya pas
saya lihat di TV itu sudah ditangkap di taruh sementara di penjara. Hal ini
berdasarkan peristiwa yang sudah pernah terjadi. Nah ini, si ahok sudah
tersangka kok masih bisa-bisanya berkeliaran bebas. Artinya penyelesaian ini
sungguh tidak cerdas. Kelihatan sekali pemerintah yaitu khususnya basisnya ahok
mendapat support dari sang presiden. Bagaimana keadilan itu bisa
terwujud jika pimpinan negara saja melihatkan ketidak netralannya dalam kasus
si ahok tersebut. Oke lah itu satu contoh kasus yang diselesaikan namun
memunculkan masalah baru. Kok masalah baru? Ya iya lah, dengan perilaku
keperpihakan seperti ini, tentu sebagian besar elemen masyarakat yang menuntut
kasus penistaan agama diselesaikan dengan benar menjadi kecewa. Rasa kekecewaan
itu akhirnya memberikan energi yang lebih besar untuk melakukan aksi yang lebih
keren lagi. Para penegak hukum belum menjalankan tugas dan kewajibannya secara
benar, ya otomatis dengan aksi turun ke jalan harapannya mampu membuka mata
masyarakat luas baik dari elemen masyarakat yang terdidik, pakar hukum,
pemegang kekuasaan, dan rakyat jelata bahwasanya kepedulian bangsa ini akan
tegaknya keadilan di mata hukum itu masih ada. Gampang saja, hukum negara tidak
berjalan dengan benar maka lihat saja kekuatan rakyat mampu melibas para
politikus kotor dan tikus bangsa ini dengan sadis jika perlu. Rakyat itu
memiliki kepekaan dan solidaritas yang tinggi manakala seglintir orang bahkan
satu orang kayak ahok itu si pembuat onar biang kericuhan dengan mulutnya
berani mengobrak abrik tegaknya keadilan bahkan sudah bermain kotor, artinya
kebohongan disulap menjadi hal yang benar melalui media dan kroni-kroninya.
Siapa mau menyelesaikan
masalah dengan masalah? Kalo ada orang yang memiliki tipe seperti itu
sepertinya dia kurang sehat secara akal bahkan kedewasaannya, meskipun itu
adalah haknya dia. Tetapi jika masalah individu tersebut melebar menyangkut
hajat hidup orang banyak maka akan sangat mebahayakan. Nah tipe orang seperti
inilah yang harus disadarkan, jika sudah tidak ada jalan lain maka penjarakan
dan hukum. Jika hukum negara ini tidak berjalan maka tunggulah hingga keputusan
hukum alam (langit) itu turun seperti peribahasa penanam keburukan akan menuai
keburukannya sendiri.
Pernah pada tahun 2010,
tepatnya bulan Juni, saya membaca berita tentang bagi-bagi kondom bahkan wanita
(baik yang menikah maupun masih gadis) untuk membawa kondom sebagai solusi
pencegahan menyebarnya penyakit HIV/AIDS. Berita ini berlatarbelakang dari
fenomena naiknya angka pengidap penyakit yang belum ada obatnya tersebut. Di negara
malaysia pernah terjadi anjuran seperti itu. Bahkan anjuran ini resmi datang
dari kementrian kesehatan disana. Saya melihat dampak negatif dari solusi yang
diberikan untuk masalah pencegahan penyebaran HIV/AIDs tersebut justru
memunculkan masalah baru. Jelas sekali hal ini tentu memicu dan memudahkan
maraknya terjadi sex bebas baik itu di kalangan remaja mapun terjadinya
perselingkuhan di kalangan orang dewasa yang sudah berkeluarga. Sekilas hal
tersebut berupa anjuran membawa kondom untuk kalangan kaum hawa menjadi solusi
cepat dan efektis karena penularan virus mematikan tersebut tidak terjadi
dengan kontak/ hubungan alat vital pria dan wanita, namun secara norma agama dan
kesusilaan telah dilanggar. Bahkan membolehkannya sex bebas (perzinahan) sama
saja dengan menghancurkan moral para generasi muda masa depan bangsa.
Dari contoh 2 kasus yang
berbeda, namun sudut pandang yang sama yaitu menyelesaikan masalah dengan
masalah sungguh sikap orang yang tidak bertanggungjawab baik bagi dirinya
secara individu maupun masyarakat secara umum (karena dampak yang menyertainya).
Marilah berpikir secara jernih dalam mengambil sebuah keputusan manakala sedang
menghadapi masalah. Jika terlalu berat beban yang ditanggung maka mintalah
tolong kepada orang terdekat, siapa tahu ketidakjernihan pikiran kita bisa
ditutupi dengan kejernihan pikiran orang lain. Memang diri kitalah yang lebih
tahu akan masalah yang sedang kita hadapi, namun ada benarnya manakala
konsultasi, sharing, bahkan menerima saran dari sahabat. Jika tidak ada satu
orangpun rekan yang membantu kita, kenapa berputus asa? Larilah hanya pada
Allah swt. Bahkan cara inilah yang harusnya menjadi solusi pertama, memohon
padaNya, dengan demikian kekuatan dan kejernihan pikiran kita dalam mengabil
keputusan akan diarahkan pada solusi yang benar dan tepat. Sebuah kecelakaan
dan musibah besar manakala dalam hati dan pikiran kita telah melupakan
keberadaan sang Khaliq, menyisihkan keberadaan Allah swt. Jika seperti itu apa
bedanya kita dengan orang kafir? Karena hakikatnya kita tidak percaya (mengingkari) ke-esaan Allah swt.
Ya, mendekatlah kepada Dzat
yang Maha Perkasa, maha Agung, Penguasa Alam semesta, masalah kita terlalu
kecil jika dibandingkan dengan hebatnya penciptaan alam semesta jagat raya ini.
Apalagi manusia yang berasal dari sesuatu yang awalnya menjijikan, apa sih yang
pantas kita sombongkan di hadapan Allah swt. Nothing. Kita ini hambaNya, maka
berlakulah sebagai hamba yang taat dan baik dalam menjalankan segala perintah,
melakukan dengan semampu kita, serta ditutup dengan menjauhi segala apa yang
dilarang oleh-Nya.
Di bawah ini terdapat teks
berita tentang kasus pengambilan solusi yang tidak tepat dalam menangani
penyebaran HIV/AIDs, teks ini termasuk dalam kategori News Item:
Malaysian
Women Suggested to Carry Condoms
Malaysian Deputy Health
Ministry urged every woman to carry a condom to protect against HIV, a news
report said. “This
is not to debate them but to protect them. Women are the first ones to get
exploited by their partners (whom are infected by HIV-positive)”. Abdul
Latiff Ahmad was quoted as saying by Sunday Star Newspaper. “But this just a
suggestion, it’s up to them”.
Abdul Lattif made
remark to coincide with the International Aids Memorial day, which was
celebrated openly for the first time in Malaysia, in bid to reduce stigma for
HIV-victim. In the past,
the event was held behind closed door. Last year, 745 Malaysian women were
identified as HIV-positive and 193 were diagnosed with AIDS, he said in the
report. Officials have said nearly 81000 Malaysian have been infected with HIV,
less then 10 percent are woman, but the number is steadily rising.
Malaysian Aids Council
president, Adeebah Kamarulzaman, was quoted as saying besides sex workers, many
women who contract HIV are housewives, were infected unknowingly by their
husbands. “It’s not that people who do not know that condoms can
protect them. But there are some men who don’t care to take precaution, even
though they know they have HIV” she said.