Wednesday, June 21, 2017

Katak, Kura-Kura dan Lautan (Belajar Dari Seorang Sahabat, Terima saran dan Kritikan itu Lebih Baik)

Belajar dari seorang sahabat menjadikan wawasan bertambah luas. Belajar dari kesalahan orang-orang membuat kita kaya pengalaman tanpa melakukan sendiri kesalahan tersebut. Membuka wawasan dan ilmu pengetahuan membuat pribadi lebih mampu menghargai ide & gagasan orang lain apalagi hanya sekedar pendapat yang berseberangan. Semakin banyak bergaul dengan bervariasi tipe kepribadian orang maka akan menjadikan kita lebih arif dalam bertindak dan bersikap. Ada cerita yang sangat terkenal (jadi kalo sobat belum mendengar kisah ini termasuk enggak update banget deh), kisah ini termasuk dalam dongeng fabel anak-anak namun memiliki nilai gizi motivasi dan pesan moral yang dalam. Judul kisah ini adalah kura-kura dan seekor katak. Karakter kura-kura dalam dongeng ini, dia berperan sebagai traveller  (pelancong) yang berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, biasa disebut juga dengan musafir. Nah, kura-kura ini suatu saat terdampar di sebuah pulau yang terpencil (terisolasi) jauh dari keramaian dan hingar bingar dunia. Bahkan tertutup dari informasi luar. Ia berjalan terus hingga sampailah di sebuah hutan. Ia merasa letih dan akhirnya menemukan sebuah sumur. Ia berniat hendak minum agar rasa hausnya hilang. Ia mulai mendekati sumur tersebut hingga mencapai tepi sumur. Ia terkejut ketika mendapatkan seekor katak sudah berada di tepi sumur. Karakter katak disini adalah tokoh yang terisolir dari dunia luar, sudut pandangnya sempit bahkan cenderung membanggakan dirinya dan apa yang ia ketahui.
Lantas terdengarlah pertanyaan sinis serta bualan dari sang katak, "Hei kau kura-kura, kamu datang darimana? Pastilah bukan dari pulau ini, kamu terlihat lusuh dan menyedihkan! Kura-kura menjelaskannya bahwa ia berasal dari negeri yang jauh dimana ia sudah singgah dari beberapa pulau menuju ke pulau lainnya, namun yang jelas tempat tinggal utamanya adalah lautan luas. Katak membalasnya dengan cara membanggakan dirinya, "Saya sangat senang disini! Enggak ada yang bisa menandingiku. Semuanya gampang dan mudah untuk dikondisikan. Ketika keluar dari sumur, melompat dan berjalan di sekitar tepi sumur, menjadikan diriku mempesona, semua penghuni di tempat ini takjub denganku. Sungguh tempat tinggal yang nyaman. Ketika pulang ke rumah (di dalam sumur), sebuah lubang yang nyaman dengan kolam, dinding tinggi yang melindungi dari ancaman luar, mengapung dan berenang sesuka hati. Ketika di tanah yang berlumpur sangat menyenangkan dengan kakiku yang berselaput sambil mencari cacing dan kecebong (berudu: anak katak) bahkan terkadang menemukan kepiting sumur, binatang-binatang tersebut sangat jauh kemampuannya dibandingkan dengan aku, meski terkadang cacing-cacing itu mempengaruhi dan menghasutku. Namun aku tetaplah raja di istana sumurku ini, tak ada yang mampu menandingi kesohoran dan kemasyhuran aku! Akulah yang terhebat disini, kegembiraan adalah milikku. Kesenangan hidupku disini tanpa batas! Ha ha ha! Hei, kura-kura sering-seringlah mampir ke tempat terbaikku ini."
Sang kura-kura hendak pergi meninggalkan sumur tersebut sebelumnya ia berkata pada katak, " saya tinggal di lautan yang batasnya engkau tidak bisa ketahui, ribuan mil membentang luas, kedalamannya tidak mampu engkau selami. Bahkan limpahan air bah yang melebihi banjir  terbesar di dunia. Dan bahkan banjir dan guyuran air hujanpun tidak mampu menambah maupun mengurangi jumlah air dalam lautan. Sekalipun musim kemarau, laut tak pernah surut karena kekeringan ataupun susut karena menguap. Tak terbendung kebahagiaan yang terdapat di lautan dibandingkan sumur milikmu, wahai katak. Betapapun bahagianya engkau disini, sehebat dan sepopulernya engkau disini belum seberapa jika dibanding dengan tempat asalku wahai katak. Tidak usahlah kau terlalu membanggakan dirimu. Kekuasaan dan pengaruhmu belum ada apa-apanya dengan luasnya dunia luar, kesenanganmu disini adalah tetap ada batasnya, berbeda dengan di lautan sana yakni kegembiraan sejati ada dan selalu tanpa batas."
Kisah ini diakhiri dengan ketertarikan sang katak dengan dunia luar dan sadar betul bahwa selama ini sudut pandangnya keliru tentang dunianya. Bukalah diri dari saran & masukan dari luar, meski itu hal yang asing dan masih baru. Bolehlah menilai sesuatu, setelah kita paham betul dan sudut pandang yang digunakan sudah tepat. Yap, lautan itu sejatinya adalah akhirat yang tanpa batas, jika sumur itu dunia maka tepatlah kebahagian sejati itu terdapat kekal di akhirat. Dalam kisah ini digambarkan sebagai lautan. Maka kalo ada orang yang membanggakan dirinya di sumur (cara pandang sempit, hanya mempertimbangkan dunia saja) sungguh ia telah rugi karena ia belum pernah melihat lautan luas (ya, memang akhirat enggak bisa dibayangkan oleh para pecinta dunia/hubuddunya karena mereka selalu memandangnya dari sudut materi yang kelihatan sedangkan sulit untuk meyakini keberadaan pahala & dosa).
Jika si kodok memiliki masalah dengan anggapan dirinya bahwa selalu benar dalam bertindak, sudah sesuai dan layak menjadi raja di dunianya sendiri, merasa paling besar, paling berpengaruh, dengan dukungan para kecebong dan sembilan cacing yang penuh lumpur dan kotoran, maka sudahilah cara pandang seperti. Tidak ada gunanya kali. Ada dunia luar yang lebih baik, ada yang lebih kaya, ada yang lebih luas pengaruhnya, ada yang lebih besar kekuasaannya dibandingkan dengan istana bahkan kroni-kroninya. Kekayaan 9 cacing belum ada apa-apanya. Sudahlah si kodok, akhiri saja dirimu menjadi raja, bergabunglah dengan kura-kura untuk membuka wawasan, untuk merasakan kedahsyatan lautan bebas, samudera tanpa batas, keberkahan yang tak terbatas, rezeki yang berlimpah, kadar air yang tak terpengaruh meski didatangkan banjir bandang dan guyuran hujan. Yap, kubu kodok dan dunia kura-kura bukan untuk di adu atau di tandingkan, namun ada baiknya si kodok sadar dan turunlah dari tahta sebelum tsunami lautan melibas istana sumurnya tanpa bekas. Batasan menjadi penguasa dan kepala negara tetaplah ada, bijaklah menjadi seorang penguasa (presiden), ubah cara pandang (jangan hanya dari sudut pandang 9 cacing, dan para kecebong saja), terimalah masukan dari para ulama yang memiliki kemuliaan dan kedekatannya dengan Tuhan. Tidak usahlah engkau lawan lautan yang luas dengan pasukan dari sumurmu, sesungguhnya engkau bukanlah tandingannya. Ending yang diinginkan adalah si kodok sadar bahwa dirinya selama ini telah salah. Dan tentunya pensiun saja menjadi raja. Nanti di pilpres enggak usah maju lagi dan pake obral janji segala. Sekedar dongeng.
Berikut versi Bahasa Inggris dongeng tentang Katak dan Kura-Kura;
A frog and a turtle
Once, a frog that lived in a well bragged to a turtle that lived in the sea. The frog said, "I am so happy! When I go out, I jump about on the railing around the edge of the well. When I return home, I rest in the holes inside the wall of the well. If I jump into the water, it comes all the way up to my armpits and I can float on my belly. If I walk in the mud, it covers up my flipper feet. I look around at the wriggly worms, crabs and tadpoles, and none of them can compare with me. I am lord of this well and I stand tall here. My happiness is great. "Then, the frog asked the turtle to come more often and look around the place."
Before the turtle from the sea could get its left foot in the well, its right knee got stuck. It hesitated and retreated. The turtle told the frog about the sea. "Even a distance of a thousand miles cannot give you an idea of the sea's width; even a height of a thousand meters cannot give idea of its depth. In the time of the great floods, the waters in the sea did not increase. During the terrible droughts, the waters in the sea did not decrease. The sea does not change along with the passage of time and its level does not rise or fall according to the amount of rain that falls. The greatest happiness is to live in the sea."
After listening to these words, the frog of the shallow well was shocked into realization of its own insignificance and became more curious about the world outside the well.
Related Posts:


7 comments:

  1. In one village of North Sumatera, there lived a poor farmer named Toba. One day, he went fishing. Luckily, he got a beautiful goldfish. He carried it home and planned to cook it. When he got home, the fish turned into a beautiful woman.

    The woman told that she was cursed. She asked Toba to keep it as a secret. Toba agreed it only with one condition that the woman would marry him. Then they got married and soon had one child named Samosir. This boy liked to eat much food.

    One day, his mother asked Samosir to bring lunch to his father. On the way to the ricefield, he stopped and ate most of the food. After that, he gave the rest of the lunch to his father. Toba was very angry and shouted at Samosir “You, the fish kid, you are so greedy!” Samosir cried and ran toward his mother. He asked his mother why his father called him the fish kid.

    The woman was really upset that Toba broke his promise. The woman and his son disappeared. Soon there were springs that caused a vast lake. It’s called Toba Lake. The land in the middle of the lake is called Samosir Island.

    ReplyDelete
  2. Once upon a time, there was a powerful prince named Bandung Bondowoso. In a war, Bandung Bondowoso killed Prabu Baka. Then, Bandung Bondowoso fell in love with Prabu Baka’s daughter. Her name was Roro Jonggrang.

    Bondowoso wanted to marry this beautiful princess. However, the princess hated him because he had killed her father. Roro Jonggrang was thinking of a way to refuse the marriage proposal. Finally, she decided to marry Bandung Bondowoso if he could build a thousand temples before the dawn.

    ReplyDelete
  3. Being helped by the genies, Bondowoso built the temples very fast. Roro Jonggrang wanted to fail him. She asked all women in the village to hit the rice. The rooster crowed signing that morning was coming. All genies left the project until 999 temples because they tought morning came afterward.

    Finally, Bondowoso knew that Roro Jonggrang tricked him. He was very angry so he cursed Roro Jonggrang into a rock statue “Arca”. Roro Jonggrang statue is inside Candi Prambanan to complete the project of a thousand temples

    ReplyDelete
  4. Nah, setelah tahu legenda Danau Toba dan Candi Prambanan dalam bahasa Inggris, kita selanjutnya terbang ke Pulau Kalimantan. Kita akan menyimak satu kisah atau cerita rakyat Batu Menangis.

    Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Batu Menangis ini adalah seorang gadis cantik jelita yang dihukum oleh Tuhan atas doa ibunya. Widiiih, serem ya doa seorang ibu. Jika sudah ada akibat, tentu saja ada sebab di balik semua itu. Sedurhaka apa sih sih si gadis sampe dikutuk begitu?

    Jadi ceritanya begini kawan, si gadis yang cantik jelita itu adalah pesolek dan pemalas. Ibu yang mengutuknya ini adalah seorang janda miskin. Mereka hidup di bukit terpencil di Pulau Kalimantan.

    ReplyDelete
  5. Suatu hari, mereka pergi ke pasar di desa yang letaknya sangat jauh dari rumah. Nah, apa boleh buat, berjalan kakilah mereka ke sana. Ya namanya juga pesolek, penampilan si gadis yang cetar membahana sangat kontras dengan ibunya yang berpakaian dekil.

    Masuk ke wilayah pedesaan, banyak yang mengagumi kecantikan si gadis dan banyak juga yang ingin tahu siapa perempuan dekil yang berjalan di belakangnya. Di sepanjang perjanalan ada saja yang bertanya kepada si gadis siapa perempuan di belakangnya.

    Nah, jawaban si gadis ini lah yang membuat sang ibu mengutuknya. Apa ya kira-kira jawaban si gadis??? Mudah ditebak ya??? Yuk simak Legenda Batu Menangis sebagai contoh narrative text legend dalam bahasa Inggris.

    ReplyDelete
  6. On a hill in the area of Borneo, there lived a poor widow and her daughter. The girl was really beautiful. However, she was very lazy and spoiled. She loved to dress up every day, but never helped her mother.

    One day, they went down to the village for shopping. The market was far away from their house. They walked there. The girl got dressed very nice and walked in front of her mother. While the widow walked behind, carried a basket and wore dirty clothes. Nobody knew they were mother and child.

    ReplyDelete
  7. While entering the village, people looked at them. The young men were so fascinated by the girl’s beauty. However, she was in contrast to the woman walking behind her. It made people wonder. Some young men asked her whether the woman was her mother. But the girl arrogantly replied that the widow was her maid. More people asked her along the way to the market. She gave the same answer that the widow was her slave.

    Eventually, the mother’s heart hurt to hear the answer. Mother prayed to God to punish her ungodly daughter. Suddenly, the girl stopped and slowly turned to be a stone. The girl cried and apologized to his mother. But it was

    ReplyDelete