Showing posts with label penistaan agama. Show all posts
Showing posts with label penistaan agama. Show all posts

Monday, November 28, 2016

Menyelesaikan Masalah dengan Masalah, Duh Biyung!

Pernahkah membayangkan bukannya menyelesaikan masalah namun malah memunculkan masalah yang baru dan itu bertambah serius. Kayaknya beberapa bulan belakang ini masalah penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, menimbulkan banyak gonjang ganjing. Akar permasalahan tidak diselesaikan dengan benar. Malahan masalah meluas, artinya penanganan kasus tersebut memunculkan dan menciptakan masalah baru. Menurut hemat penulis faktornya adalah karena si presiden sepertinya terlalu berpihak kepada si ahok. Bayangkan saja saudaraku semua, yang namanya tersangka seringnya pas saya lihat di TV itu sudah ditangkap di taruh sementara di penjara. Hal ini berdasarkan peristiwa yang sudah pernah terjadi. Nah ini, si ahok sudah tersangka kok masih bisa-bisanya berkeliaran bebas. Artinya penyelesaian ini sungguh tidak cerdas. Kelihatan sekali pemerintah yaitu khususnya basisnya ahok mendapat support dari sang presiden. Bagaimana keadilan itu bisa terwujud jika pimpinan negara saja melihatkan ketidak netralannya dalam kasus si ahok tersebut. Oke lah itu satu contoh kasus yang diselesaikan namun memunculkan masalah baru. Kok masalah baru? Ya iya lah, dengan perilaku keperpihakan seperti ini, tentu sebagian besar elemen masyarakat yang menuntut kasus penistaan agama diselesaikan dengan benar menjadi kecewa. Rasa kekecewaan itu akhirnya memberikan energi yang lebih besar untuk melakukan aksi yang lebih keren lagi. Para penegak hukum belum menjalankan tugas dan kewajibannya secara benar, ya otomatis dengan aksi turun ke jalan harapannya mampu membuka mata masyarakat luas baik dari elemen masyarakat yang terdidik, pakar hukum, pemegang kekuasaan, dan rakyat jelata bahwasanya kepedulian bangsa ini akan tegaknya keadilan di mata hukum itu masih ada. Gampang saja, hukum negara tidak berjalan dengan benar maka lihat saja kekuatan rakyat mampu melibas para politikus kotor dan tikus bangsa ini dengan sadis jika perlu. Rakyat itu memiliki kepekaan dan solidaritas yang tinggi manakala seglintir orang bahkan satu orang kayak ahok itu si pembuat onar biang kericuhan dengan mulutnya berani mengobrak abrik tegaknya keadilan bahkan sudah bermain kotor, artinya kebohongan disulap menjadi hal yang benar melalui media dan kroni-kroninya.
Siapa mau menyelesaikan masalah dengan masalah? Kalo ada orang yang memiliki tipe seperti itu sepertinya dia kurang sehat secara akal bahkan kedewasaannya, meskipun itu adalah haknya dia. Tetapi jika masalah individu tersebut melebar menyangkut hajat hidup orang banyak maka akan sangat mebahayakan. Nah tipe orang seperti inilah yang harus disadarkan, jika sudah tidak ada jalan lain maka penjarakan dan hukum. Jika hukum negara ini tidak berjalan maka tunggulah hingga keputusan hukum alam (langit) itu turun seperti peribahasa penanam keburukan akan menuai keburukannya sendiri.
Pernah pada tahun 2010, tepatnya bulan Juni, saya membaca berita tentang bagi-bagi kondom bahkan wanita (baik yang menikah maupun masih gadis) untuk membawa kondom sebagai solusi pencegahan menyebarnya penyakit HIV/AIDS. Berita ini berlatarbelakang dari fenomena naiknya angka pengidap penyakit yang belum ada obatnya tersebut. Di negara malaysia pernah terjadi anjuran seperti itu. Bahkan anjuran ini resmi datang dari kementrian kesehatan disana. Saya melihat dampak negatif dari solusi yang diberikan untuk masalah pencegahan penyebaran HIV/AIDs tersebut justru memunculkan masalah baru. Jelas sekali hal ini tentu memicu dan memudahkan maraknya terjadi sex bebas baik itu di kalangan remaja mapun terjadinya perselingkuhan di kalangan orang dewasa yang sudah berkeluarga. Sekilas hal tersebut berupa anjuran membawa kondom untuk kalangan kaum hawa menjadi solusi cepat dan efektis karena penularan virus mematikan tersebut tidak terjadi dengan kontak/ hubungan alat vital pria dan wanita, namun secara norma agama dan kesusilaan telah dilanggar. Bahkan membolehkannya sex bebas (perzinahan) sama saja dengan menghancurkan moral para generasi muda masa depan bangsa.
Dari contoh 2 kasus yang berbeda, namun sudut pandang yang sama yaitu menyelesaikan masalah dengan masalah sungguh sikap orang yang tidak bertanggungjawab baik bagi dirinya secara individu maupun masyarakat secara umum (karena dampak yang menyertainya). Marilah berpikir secara jernih dalam mengambil sebuah keputusan manakala sedang menghadapi masalah. Jika terlalu berat beban yang ditanggung maka mintalah tolong kepada orang terdekat, siapa tahu ketidakjernihan pikiran kita bisa ditutupi dengan kejernihan pikiran orang lain. Memang diri kitalah yang lebih tahu akan masalah yang sedang kita hadapi, namun ada benarnya manakala konsultasi, sharing, bahkan menerima saran dari sahabat. Jika tidak ada satu orangpun rekan yang membantu kita, kenapa berputus asa? Larilah hanya pada Allah swt. Bahkan cara inilah yang harusnya menjadi solusi pertama, memohon padaNya, dengan demikian kekuatan dan kejernihan pikiran kita dalam mengabil keputusan akan diarahkan pada solusi yang benar dan tepat. Sebuah kecelakaan dan musibah besar manakala dalam hati dan pikiran kita telah melupakan keberadaan sang Khaliq, menyisihkan keberadaan Allah swt. Jika seperti itu apa bedanya kita dengan orang kafir? Karena hakikatnya kita tidak percaya (mengingkari) ke-esaan Allah swt.
Ya, mendekatlah kepada Dzat yang Maha Perkasa, maha Agung, Penguasa Alam semesta, masalah kita terlalu kecil jika dibandingkan dengan hebatnya penciptaan alam semesta jagat raya ini. Apalagi manusia yang berasal dari sesuatu yang awalnya menjijikan, apa sih yang pantas kita sombongkan di hadapan Allah swt. Nothing. Kita ini hambaNya, maka berlakulah sebagai hamba yang taat dan baik dalam menjalankan segala perintah, melakukan dengan semampu kita, serta ditutup dengan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya.

Di bawah ini terdapat teks berita tentang kasus pengambilan solusi yang tidak tepat dalam menangani penyebaran HIV/AIDs, teks ini termasuk dalam kategori News Item:

Malaysian Women Suggested to Carry Condoms

 

Malaysian Deputy Health Ministry urged every woman to carry a condom to protect against HIV, a news report said. “This is not to debate them but to protect them. Women are the first ones to get exploited by their partners (whom are infected by HIV-positive)”. Abdul Latiff Ahmad was quoted as saying by Sunday Star Newspaper. “But this just a suggestion, it’s up to them”.
Abdul Lattif made remark to coincide with the International Aids Memorial day, which was celebrated openly for the first time in Malaysia, in bid to reduce stigma for HIV-victim. In the past, the event was held behind closed door. Last year, 745 Malaysian women were identified as HIV-positive and 193 were diagnosed with AIDS, he said in the report. Officials have said nearly 81000 Malaysian have been infected with HIV, less then 10 percent are woman, but the number is steadily rising.
Malaysian Aids Council president, Adeebah Kamarulzaman, was quoted as saying besides sex workers, many women who contract HIV are housewives, were infected unknowingly by their husbands. “It’s not that people who do not know that condoms can protect them. But there are some men who don’t care to take precaution, even though they know they have HIV” she said.

Thursday, October 27, 2016

Perang Naga, Kompak Aja tidak Cukup Bung

Perang Naga disini adalah sejenis permainan lapangan (outdoor game) yang membutuhkan kekompakan anggota. Namun hal tersebut belum cukup untuk menjadikannya sebagai pemenang dalam game ini dikarenakan harus ditambahkan dengan faktor kekuatan, kesigapan, strategi menyerang, dan tentunya daya tahan (endurance) dari tiap pemain. Dalam prakteknya di lapangan, semakin besar jumlah anggota dalam masing-masing team menjadikan keunggulan sehingga peluang untuk menang semakin besar. Faktor kuantitas sangat berpengaruh meskipun tidak 100%, banyaknya orang yang ada dalam sebuah tim itu memungkinkan lebih banyak melakukan manuver, melakukan penyerangan dan tujuan akhirnya adalah mengambil sebanyak-banyaknya anggota team lain untuk kita rebut menjadi anggota dalam team kita. Sepertinya permainan dragon war ini semakin lama durasi permainan maka akan semakin menantang, nah kondisi inilah dimana daya tahan itu sangat diperlukan selain jumlah anggota yang banyak. Terkadang kemenangan sudah di ambang pintu namun ketika pasukan lengah dan tidak siaga maka dengan tiba-tiba kelompok musuh menyergap dan langsung mengobrak-abrik formasi naga yang ada. Disini terlihat bahwa aspek strategi perlu dipikirkan secara matang, artinya kita tahu kapan bertahan dan kapan saatnya menyerang serta kapan melakukan gencatan senjata.
Filosofi dari permainan Perang naga dalam kehidupan sehari-hari sepertinya bisa dipraktekan dalam event Pilkada Jakarta tahun 2017 yang sedang menyedot perhatian dan menjadi hot topik di media massa dan media sosial, setelah beberapa hari sebelumnya dilakukan pengambilan nomor urut pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dalam pertarungan politik tersebut lebih sekedar mewakili kelompok ataupun partai tertentu karena adalah sebuah kebanggan tersendiri jika bisa menguasai ibukota negara. Maka begitu banyak plotting dan settingan pihak-pihak yang memiliki ambisi besar baik itu sektor bisnis, organisasi, kelompok etnis tertentu hingga sisi religius (agama). Bagaimana kita lihat perang urat syaraf telah terjadi dengan menggulirkan isu maupun opini ke publik dan media massa misalnya saja seorang petahana di suatu wilayah menyindir ayat Alquran tertentu tidak cocok dan memilikiunsur hasutan dan pembodohan. Tentu saja Indonesia dengan mayoritas Islam langsung mengecam dan bereaksi keras terhadap oknum petahana ngawur tersebut. Kengawurannya sangatlah jelas karena dia sendiri bukan pemeluk agama tersebut tetapi berbicara sok paham betul isi dan kandungan dari ayat Alquran yang disebutnya sebagai pembodohan kepada masyarakat menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI. Di sisi lain, ternyata tanpa disadari itu adalah bagian strategi dari mereka dengan cara membuat frame dan isu seolah-olah dia disudutkan oleh pihak mayoritas, agar muncul simpati. Dan juga namanya makin sering saja disebut di media gara-gara kebrutalan, kesombongan, kengawuran terhadap pemahan agama lain. Intinya mebuat dirinya terkenal dengan jalan isu SARA. Faktanya adalah ketika masyarakat umum untuk memberikan suaranya dalam pemilu cenderung karena faktor (alasan) populis atau keterkenalan tokoh, seperti halnya terpilihnya Jokowi-Jk ketika pemilihan presiden kemarin karena namanya sering muncul dari hasil setingan media massa (faktor fund/ dana sangatlah mendukung untuk menyerang melalui sisi media) sehingga masyarakat ingatnya dia.
Filosofi kedua dari perang naga selain sisi pengaturan strategi adalah, sisi kuantitas pendukung. Bisa jadi awalnya menciptakan seolah-olah dirinya dierang dan dipojokkan, dengan tujuan meraup banyak simpati. Kebanyak dari masyarakan secara umum rasa iba (kasihannya) akan tinggi dan menguat ketika melihat calon yangteraniaya. Maka “seolah-olah teraniaya menjadi sangat penting agar pendukungnya bertambah secara kuantitas. Kuantitas disini juga memiliki makna penyokong dana dibalik layar. Tujuan untuk menguasai kaum mayoritas yang bodoh dari kalangan minoritas yaitu memanfaatkan oknum dari pihak mayoritas dengan iming-iming uang untuk mengcounter balik kaumnya sendiri. Si petahana menyerang pihak mayoritas muslim dengan tangan muslim sendiri yang dengannya dia tidak perlu buang energi besar dan mengotori tangannya. Melempar batu terhadap musuh menggunakan tangan orang lain. Maaf, sebut saja Nusron Wahid justru merendahkan akalangn ulama dari MUI ketika menyatakan isi dan kandungan dari ayat Alquran yang dilecehkan oleh si oknum petahana tadi. Akhirnya muslim mayoritas dibuat menyerang saudaranya sendiri, sedangkan muslim mayoritas merasa terganggu manakala salah satu ayat dari kitab sucinya direndahkan oleh non muslim dengan dalih pembodohan masyarakat jelang pilkada.
Nah kuantitas pendukung sangat menentukan untuk meraih kemenangan. Hal filosofis ketiga adalah daya tahan. Perseteruan dari permainan perang ini sudah kentara jauh-jauh hari sebelum resmi ditentukan calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang akan maju di kontes pilkada tahun 2017 nanti. Daya tahan sangat diperlukan, lengah dan lalai sedikit saja bisa berakibat fatal. Karena proses memilihnya hanya 5 menit tetapi menetukan 5 tahun kedepan bagaimana ibukota negara itu dijalankan. Tentunya juga sangat mempengaruhi perjalanan menuju RI 1 tahun 2019. Hal tersebut diambil dari fakta bahwa pencalonan Jokowi saat itu menjadi calon gubernur DKI yang secara bersamaan amanahnya di Solo belum selesai. Ketika mengemban amanah sebagai gubernur DKI belum paripurna, eh dia ngibulin pemilihnya dengan berambisi secara serakah (penyokongnya juga) maju di RI 1. Secara popularitas dia sudah disetting sejak isu walikota Solo dan gubernur Jakarta. Sudah tidak mengalami kesulitan agar namanya diketahui dan dikenal oleh masyarakat seluruh pelosok nusantara. Nah inipun ditambah dengan rekaya besar dari mocong putih akan Indonesia kedepannya sehingga momen mati-matian mereka lakukan di tahun 2014. Sekarang mereka sedang memanen hasil kerja keras mereka. Dan ini geliatnya akan diteruskan dengan  prioritas tinggi pada pilkada DKI tahun 2017 mendatang demi keberlangsungannya di pemilu presiden dan wapres tahun 2019. Ini bisa dibaca oleh orang umum, gampang sekali membaca keserakahan penguasa yang tidak memihak kesejahteraan bangsa dan rakyatnya. Saya tidak masalah jika persopnil yang ada itu benar-benar amanah dan profesional di bidangnya. Tapi melihat 2 tahun berjalan mereka berkuasa, kondisi perekonmian negeri ini makin memburuk.
Daya tahan mereka kemungkinan lebih panjang, artinya nafasnya mereka penyambungnya dibantu banyak para cukong berduit triliunan bahkan jejeran orang-orang kaya di balik mereka.
Perang naga juga mengajarkan sisi kesigapan, bisa jadi strategi/plan berubah karena faktor darurat di lapangan sehingga, siaga dan sigap terhadap kondisi sangat dibutuhkan. Menjelang hiruk pikuknya perpolitikan, memanasnya kubu-kubu yang terlibat, banyaknya efek bola salju yang didapat jika berhasil menguasai ibukota, maka menjadikan semua mata, pendengaran, dibuka lebar-lebar, bahkan pelibatan inteljen dalam permainan politik ini menjadi keuntungan pihak petahana. Isu dan topik besar gampang diciptakan, digiring, dialihkan, ataupun sebaliknya dihapus dikubur dan dihilangkan.
Kerja tim (kompak) akan tercipta jika anggota tim memiliki aroma (suhu) perjuangan yang sama. Niat mulia yang tinggi yang dimiliki harus sama, seperti motivasi ketika proklamasi kemerdekaan RI tahun 45. Semuanya bersatu meskipun setelah tahun 45 terjadi perselisihan dan konflik di panggung politik pemerintahan dan di parlemen tahun 1960an. Dan itu bukan hal yang lucu, tapi mengenaskan. Bagi masyarakat umum yang buta tentang politik maka berita-berita kisruh politik sungguh menjijikan. Namun jika selamanya orang yang baik apatis terhadap hal seperti itu maka yang ada adalah makin suramnya kondisi bangsa. Intinya yang peduli terhadap politik hanyalah orang-orang yang tamak dan haus kekuasaan tetapi orang baik menyingkir. Tamatlah riwayat. So, sedikit pedulilah terhadap politikdengan alasan demi kebaikan, agar yang ada di panggung sana terisi orang-orang yang amanah dan jujur, masih memiliki kepdeulian terhadap kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Perang naga juga mengajarkan tentang kepedulian terhadap teman satu tim, yaitu berusaha mebantunya jika teman atau rekan dalam kondisi bahaya. Berkumpulan dalam kebaikan, berkumpul dan terorganisir dengan rapi agar tidak terkalahkan oleh orang-orang jahat di luar sana. Cara terbaik melawan orang-orang jahat adalah salah satunya orang-orang baik bersatu saling bahu membahu tolong menolong.


Related Posts
1. Download Action Movies Jet li Bluray
2. Download Drama & Cartoon Movies Bluray
3. Download Korean Drama
4. Download Nasyid Daud Wharnsby
5. Download Game PC
6. Download Hindi Movies Bluray